Penasaran apakah benar Imelda sakit. Maya, Rihana, dan 8 janda lainnya mengikuti Putra ke rumah Imelda. Langkah kaki Putra, Maya, Rihana, dan 8 janda lainnya terhenti di depan pintu kamar Imelda. Perdebatan sejenak terjadi.
“Apa benarnya sih janda hiper itu sakit?” bisik Maya ke 9 janda lainnya.
“Entah, aku juga sebenarnya tidak percaya dengannya. Bisa jadi ini…”
“Mau masuk atau tidak?” tanya Putra dingin, wajahnya berubah menjadi suram.
Seketika wajah Maya, Rihana, dan 8 janda lainnya menciut, takut akan Putra mengamuk pada mereka.
“I-iya,” angguk mereka patuh.
Putra mendorong handle pintu, terlihat dari depan pintu kamar Imelda masih terbaring dengan kompres handuk tak panas lagi, masih terletak di atas dahinya.
“Sepertinya beneran sakit,” bisik janda lainnya.
“Iya, kasihan juga ya? Gimana kalau hal seperti ini terjadi pada kita?” bisik lainnya.
“Tenang aja, ‘kan di sini ada Putra,” sambung Maya dengan entengnya. Putra melirik sinis, membuat Maya terdiam.
Mendengar keributan dari depan pintu kamar, Imelda perlahan membuka matanya, mengarahkan pandangannya ke pintu.
“Putra, kenapa ada ibu-ibu hebat di depan pintu kamarku?” tanya Imelda lemah, Maya, Rihana, dan 8 lainnya tersentuh mendengar ucapan sopan Imelda.
“Mereka tidak percaya jika kamu sakit. Jadi, wanita-wanita ini terus mengikuti sampai ke sini,” sahut Putra jujur, sambil melangkah mendekati ranjang.
“Terimakasih telah mencemaskan ku,” terimakasih Imelda lemah.
Salah satu janda mendekati ranjang Imelda, memegang lengan Imelda masih terasa hangat. Maya dan Rihana masih berdiam diri di depan pintu dengan wajah tak suka.
“Kamu sudah berobat?” tanya wanita memakai baju berwarna kuning corak bunga-bunga.
“Sudah, aku sudah memberikan obat padanya,” sahut Putra sembari mengambil handuk kompres dari dahi Imelda.
“Kamu sungguh seorang pria yang baik,” puji wanita berbaju kuning corak bunga-bunga.
“Mungkin karena dulu aku sudah terbiasa merawat almarhum kedua orang tuaku sendiri,” sahut Putra, tangannya mengambil baskom kecil berisi air bekas kompres Imelda. “Aku titip Imelda, jangan kalian usik pikirannya selama aku mengambil air panas yang baru untuk mengompres dahinya,” lanjut Putra memberi pesan.
“Iya-ia, kamu tenang saja. Sudah sana pergi ambil dulu,” sahut wanita baju berwarna kuning corak bunga-bunga.
5 menit setelah Putra turun, Maya, dan Rihana mendekati ranjang Imelda. Imelda sendiri tersenyum lemah menyambut kedatangan Maya dan Rihana.
“Terimakasih ya, sudah….”
“Jangan senang dulu kamu! Aku ke sini karena aku ingin memastikan sainganku apakah beneran sakit atau tidak,” celetuk Maya sinis.
“Tumben kamu sakit, apa kamu sakit karena sedang mengandung anak dari pria hidung belang?” tanya Rihana mengejutkan Imelda dan lainnya.
“Kamu tidak boleh berkata kasar seperti itu Rihana!” tegur wanita memakai baju berwarna kuning corak bunga-bunga.
“Loh, kenapa rupanya? Apa aku salah bertanya seperti itu? wajar saja ‘kan jika bibirku ini melontarkan pertanyaan seperti itu. Bukannya kalian semua tahu jika janda satu ini adalah janda hip….” ucapan Rihana terhenti saat Maya mencubit perutnya.
“Diam!” perintah Maya menekan nada suaranya, pandangannya mengarah pada pintu kamar, di sana sudah berdiri Putra dengan raut wajah terlihat tak bersahabat.
“Oh, hahaha. Maksudku tadi, aku ingin bertanya kenapa kamu sakit tidak mengabari kami. Dan siapa yang sudah membuang kamu menjadi demam tinggi seperti ini?” ralat Rihana di sela tawa paksanya.
Langkah kaki Putra terhenti di samping ranjang, meletakkan baskom kecil berisi air panas di atas nakas. Putra berdiri berhadapan dengan Rihana, nanar mata tanpa berkedip terus memandang wajah panik Rihana berubah menjadi pucat.
“Katakan lebih jelas di hadapanku tentang ucapan kasar yang baru saja Anda katakan kepada Imelda!” tegas Putra ingin mendengarkan kembali ucapan kasar Rihana.
“I-itu, kenapa rupanya kalau aku bertanya seperti itu padanya. Bukannya hal wajar jika aku bertanya seperti itu kepada seorang janda kaya raya yang kesepian, sekaligus wanita hiper ini!” ucap Rihana dengan lantangnya.
Maya mencubit Rihana, memperingatkan jika ucapannya barusan sungguh kelewatan. Namun, Rihana tidak memperdulikan hal itu. Sebab di dalam pikirannya saat ini adalah mana ada seorang janda mampu bertahan hidup tanpa melakukan hubungan intim dengan lelaki lain. Apalagi Imelda memiliki hal luar biasa tersendiri di atas ranjang. Jadi baginya sakit Imelda ini adalah karena hamil, tidak mungkin sakit demam biasa.
“Oh, sungguh mulia ucapan Anda!” mengulurkan tangannya ke pintu, “Dengan besar hati aku minta tante, dan ibu-ibu lainnya segera tinggalkan rumah Imelda. Biarkan aku sendiri di sini merawatnya, dan kalian tidak perlu tahu kenapa Imelda bisa mendadak demam tinggi seperti ini!” usir Putra dengan tegas.
“Maaf tante dan yang lainnya, ya,” wanita memakai baju kuning bunga-bunga mengelus singkat bahu Putra, “Sebaiknya tante permisi, entar malam tante akan kirimkan makanan untuk kamu dan Imelda,” lanjutnya sebelum pergi.
“Oh, tidak perlu repot-repot, aku bisa masak sendiri kok,” tolak Putra halus.
“Jangan, kamu cukup merawat Imelda. Tentang masak…”
“BIAR KAMI YANG MENGURUSNYA!” sambung Maya, dan 7 wanita lainnya, Rihana sendiri hanya mendengus kesal.
“Aku nggak nyangka jika kalian baik kepadaku,” cetus Imelda senang.
“Ck, jangan senang dulu kamu janda hiper. Kamu kira aku melakukan ini karena kamu sakit. Tidak! Aku ingin memasak karena brondong ku sedang merawat mu ekstra di sini. Jujur saja, aku tidak ingin brondong ku jatuh sakit karena hal itu. Jadi jangan geer dulu kamu!” ucap wanita memakai baju bunga-bunga kuning jujur. Imelda hanya mengangguk pasrah, ia baru sadar jika Putra adalah rebutan di kompleks ini.
Putra sendiri menghela nafas berulang kali, pasrah akan setiap ucapan para wanita memperebutkannya. Namun, Putra sedikit lega melihat Imelda bisa sedikit tersenyum. Tidak seperti tadi pagi, wajahnya terlihat gelisah seperti sedang memikirkan sesuatu. Mungkin efek trauma atas perbuatan Darwin padanya.
10 menit berlalu, Maya, Rihana, dan 8 wanita lainnya telah pulang ke rumah mereka masing-masing. Putra sendiri kembali ke dalam kamar Imelda, kembali mengompres dahi Imelda agar demamnya bisa turun dengan cepat.
“Kenapa kamu terus memandangku?” tanya Putra risih akan tatapan Imelda.
“Kenapa kamu perduli padaku?” Imelda balik bertanya.
“Emang seorang tetangga tidak boleh baik kepada tetangganya?”
“Boleh,” angguk Imelda.
Putra menggenggam tangan Imelda, mengelus lembut punggung tangan halus itu.
“Aku minta sama kamu, jangan pikirkan hal buruk apa pun yang pernah menimpamu di masa lalu. Cobalah singkirkan pikiran-pikiran buruk itu menjadi sebuah pikiran indah mengenai seseorang yang saat ini sedang engkau sukai,” ucap Putra memberi saran. Padahal dalam hatinya, ‘Aku memang karyawanmu di kantor. Aku juga memang tetangga baru mu di sini. Melihatmu mengalami kejadian buruk dan hinaan dari orag lain, membuatku ingin selalu menjagamu.’
“Baiklah, aku akan mengusahakannya,” sahut Imelda mengangguk patuh.
“Kalau gitu kembali beristirahat, aku akan membuatkan minuman herbal resep dari almarhum mendiang ibuku dulu,” ucap Putra sembari beranjak dari duduknya.
.
.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
꧁☠︎𝕱𝖗𝖊𝖊$9𝖕𝖊𝖓𝖉𝖔𝖘𝖆²꧂
putra masih tetap saja menjadi idola janda komplek
2023-04-18
0