Sesampainya di lantai 3, Imelda mengarahkan Putra ke ruangan kecil tepat di depan ruangan kerja miliknya. Imelda menjelaskan sedikit tentang bagaimana cara bekerja menjadi sekretaris di perusahaan miliknya.
“Nah, begini ya, Putra,” ucap Imelda, tubuhnya berdiri di samping kanan Putra, tanpa sadar ia menempelkan gunung kembarnya di lengan Putra.
Deg deg!
‘Dekat, dekat, sangat dekat. Benda kenyal ini juga terus bergerak menyentuh otot lenganku. Fokus, fokus Putra. Tidak….aroma tubuhnya sangat mengusik indra penciuman dan kepalaku. Aroma ini juga terus berputar di kepalaku. Ya Allah, tolong jauhkan aku dari cobaan mendebarkan ini,’ batin Putra sampai meminta tolong kepada sang pencipta.
“Gimana, sudah paham ‘kan?” tanya Imelda memecah lamunan Putra.
“Eh, maaf, tadi aku…” ucapan Putra terhenti saat Imelda menepuk sebelah bahu Putra.
“Baiklah, tidak masalah jika kamu tidak mengerti. Aku masuk ke dalam ruangan dulu,” pamit Imelda melangkah masuk ke dalam ruangannya.
Waktu terus berjalan, Putra semakin lama semakin mahir mengerjakan pekerjaan miliknya. Tiba saatnya makan siang. Melihat Imelda tak kunjung keluar dari ruangannya, Putra memutuskan untuk menghampiri Imelda.
“Permisi, apakah aku boleh masuk?” tanya Putra mengulurkan kepalanya ke dalam pintu, sorot matanya mendadak liar menatap sekeliling ruangan Imelda.
“Te-tentu saja, silahkan masuk,” sahut Imelda gugup karena terkejut di hampiri Putra.
“Hem, Imelda tidak makan siang?” tanya Putra setelah ia berdiri di depan meja kerja Imelda.
“Nanggung, sebentar lagi pekerjaan ku siap,” sahut Imelda kembali sibuk di depan komputer miliknya.
Tanpa ada rasa segan, Putra menahan tangan lentik Imelda menari-nari di atas keyboard. Hal itu membuat debaran jantung Imelda semakin kencang.
‘Aku kira karena dia orang Desa telapak tangannya kasar, ternyata kulit telapak tangannya sangat lembut seperti kulit bayi. Aduh, aduh….hatiku semakin lama semakin meleleh. Bagaimana ini?’ batin Imelda dengan debaran dan pikiran mulai tak menentu.
“Apakah Imelda baik-baik saja?” tanya Putra sedikit cemas melihat Imelda terus melamun dengan wajah terlihat memerah seperti kepiting rebus.
Tidak ingin terlihat aneh di hadapan Putra, Imelda buru-buru menenangkan pikiran dan hatinya dari pikiran negative terus mengusik pikirannya.
Berulang kali ia menarik nafas panjang untuk menetralkan pikiran kotornya itu. Setelah merasa cukup tenang, ia memberanikan diri menatap wajah Putra masih berdiri di sisi kirinya.
“Karena kamu memaksaku untuk ikut makan siang denganmu, maka aku akan menerima tawaran kamu,” ucap Imelda mulai beranjak dari duduknya.
“Maaf sudah memaksa Imelda untuk makan siang bersamaku. Sebenarnya…sebenarnya aku mengajak Anda karena aku tidak tahu tempat makan yang layak untuk kantong ku di sini,” jelas Putra santai tanpa rasa malu.
“Hahaha, aku pikir kenapa. Ternyata kamu hanya tidak tahu tempat makan yang enak ternyata,” kekeh Imelda geli mendengar ucapan Putra terlampau polos dan santai.
“Iya, soalnya sisa uangku hanya tinggal 1 juta sampai aku mendapatkan gaji dari Anda,” sahut Putra kembali terlampau polos.
“Sudah, sudah, tentang hal itu kamu jangan pikirkan. Jika kamu membutuhkan uang, maka salah satu gaji kamu akan aku transfer terlebih dahulu. Gimana?” tawar Imelda.
“Tidak usah, aku yakin masih bisa berhemat selama 1 bulan dengan uang yang ada,” tolak Putra sopan.
“Baiklah, aku tidak akan memaksa 'kan apapun kepada kamu. Tapi, jika suatu saat kamu membutuhkan uang katakan saja padaku, aku akan siap mentransfer gaji kamu,” ucap Imelda diangguki oleh Putra.
Kruk kruk!
Perut Putra terdengar keroncongan hebat, membuat Imelda tertawa geli.
“Apa kamu tidak sarapan tadi?” tanya Imelda menahan tawanya.
“Tidak, tidur saja aku tidak nyenyak memikirkan hari ini aku akan bekerja sebagai sekrestaris,” sahut Putra polos.
“Ya sudah, mari kita pergi cari tempat makan,” ajak Imelda sembari menepuk bahu Putra.
Putra dan Imelda berjalan beriringan keluar dari Perusahaan, Imelda pun mengajak Putra untuk makan di salah satu tempat makan cukup terkenal di kota Medan.
Sesampainya di tempat makan, Imelda memilih meja paling akhir agar tidak di lewati dan dilihati banyak orang, itu menurut Imelda, tapi kenyataanya saat ini, meja mereka di kelilingi para wanita dan lelaki untuk mengajak Putra foto bareng.
“Gagah sekali. Boleh tidak kita foto bareng?”
“Wajah kamu sangat tampan seperti orang Pakistan, boleh foto bareng, ya?”
“Kamu artis luar negeri, ya? Aku minta foto ya?”
Bukannya marah karena banyak orang meminta foto padanya, Putra hanya mengernyit, lalu mengambil salah satu ponsel milik pengunjung dan mengajaknya untuk foto bersama.
Ceklek ceklek!
Selama 30 menit, hanya itu terdengar di meja tempat Imelda dan Putra duduki. Merasa waktu makan siang sudah terbuang sia-sia, Imelda akhirnya bergerak untuk menyuruh para pengunjung pergi dari meja mereka. Dengan wajah kesal para pengunjung meninggalkan meja Imelda dan Putra.
“Terimakasih, terimakasih sekali sudah menolong ku,” terimakasih Putra terus menundukkan kepalanya.
“Jika tak suka maka tolak lah dengan halus, jangan paksakan dirimu untuk membahagiakan orang lain dengan membawa perasaan rasa segan atau akan menyinggung perasaan orang lain,” ucap Imelda memberi masukan.
“Maaf, untuk hal itu aku tidak bisa. Karena almarhum kedua orang tuaku melarangku untuk menyakiti perasaan orang lain,” sahut Putra menolak masukan Imelda.
“Ha,ah. Mari kita makan dulu,” hela Imelda tidak bisa berkata apapun lagi.
30 menit sudah mereka selesai makan, karena pekerjaan masih menumpuk, Imelda memutuskan untuk mengajak Putra kembali ke Perusahaan. Selesai membayar dan keluar dari dalam rumah makan, Imelda malah berjumpa dengan mantan suaminya di parkiran bersama dengan seorang wanita pegawai bank.
“Nggak nyangka, setelah bercerai denganku kamu malah berpacaran dengan lelaki seperti itu.” cetus mantan suaminya sembari merangkul wanita di sebelahnya.
“Jangan sombong, kalau hanya bermodalkan ketampanan dan kantong tembal saja. Semua lelaki di muka bumi ini juga bisa melakukannya. Tapi coba kamu berkaca, ketahan saat di atas ranjang masih sama dengan yang dulu atau…” ucapan Imelda menghina mantan suaminya terhenti saat Putra menahan pergelangan tangan Imelda.
“Bukannya kita harus segera kembali ke Perusahaan?” sela Putra pura-pura bertanya untuk mengakhiri percakapan aneh.
“Tapi aku….” Ucapan Imelda kembali terhenti saat mantan suaminya balik menghina dirinya.
“Dasar wanita tidak waras. Jika kamu menuduhku seperti itu harusnya kamu berkaca dulu!” hardik mantan suaminya.
“Mohon maaf, bisa tidak untuk saat ini kita tidak membahas hal itu. Aku dan Imelda pamit dulu, pekerjaan kami masih menumpuk di kantor,” pamit Putra sopan, ia pun menarik tangan Imelda untuk masuk ke dalam mobil.
Karena kekuatan Putra sangat kuat, Imelda tidak bisa melawan, ia hanya pasrah menerima perlakuan Putra padanya. Tak ingin menunggu waktu lama, Putra melajukan mobil meninggalkan parkiran rumah makan, dimana mantan suami masih berdiri bersama wanita.
.
.
.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Denry Deny
Wanita ini, jumpa yang ganteng aja langsung meleyot
2023-04-13
0
Denry Deny
Fokus, jangan khilaf karena ini bulan puasa
2023-04-13
0
Vie
pemikiran yang bagus untuk melakukan pendekatan 🤣
2023-04-10
0