Selesai makan, Maya, Imelda, Rihana, dan 7 wanita lainnya pamit pulang. Putra pun mengantarkan mereka sampai di teras rumah, tak lupa mengucapkan terimakasih karena sudah bersedia membantu dirinya.
Imelda masih terus berjalan dengan sesekali pandangan menoleh ke belakang, dimana Putra sibuk dengan ponsel miliknya, terlihat sedang menerima panggilan telepon dari seseorang.
‘Saat terus menatapmu, hatiku terus berdebar-debar. Apakah ini yang dinamakan jatuh cinta untuk yang kedua kalinya?’ tanya Imelda dalam hati sembari terus melangkah, sebelah tangannya memegang dadanya.
Sementara itu, Putra ternyata sedang menerima panggilan telepon juga sesekali melirik ke arah Imelda kini sudah masuk ke dalam gerbang rumahnya.
“Imelda,” gumam Putra sambil menyudahi panggilan telepon dan masuk ke dalam rumah.
Putra terus melangkah menuju kamar miliknya. Namun, langkahnya harus terhenti saat keempat temannya menghadang jalan.
“Ngeri kau, ya!” cetus Joni, sebelah alis menaik.
“Jauh-jauh datang ke sini, ternyata incaranmu memang janda. Pantas saja sama kembang Desa kamu tak mau,” ejek Lila, lirikan matanya mengarah pada Fuji saat ini sedang cemberut.
“Kenalkan dulu aku sama wanita yang bernama Maya itu, ya Putra,” pinta Randy mengingat senyuman Maya membekas di pelupuk matanya.
“Kenapa kamu tidak pulang saja?” tanya Fuji membuat Lila, Randy dan Joni terkejut.
Bukannya menjawab pertanyaan dari teman-temannya, Putra malah melirik ke kamar tamu.
“Fuji, kamar kamu ada di sana,” menunjuk ke pintu kamar di bawah anak tangga, lalu mengarah ke lantai 2, “Buat Randy, Joni dan Lila, kalian akan tidur di kamarku,” ucap Putra membagi kamar.
“Kita tidur berempat?” tanya Lila senang.
“Iya,” angguk Putra.
“Kita bakalan mengingat momen saat masih kecil. Dulu saat di Desa kita selalu tidur berempat di rusbang pinggiran sawah,” sambung Randy mengingat masa kecil mereka.
Fuji tidak berkata apapun, ia hanya merasa kesal karena di abaikan oleh Putra. Fuji memutuskan untuk melangkah lebar, membawa tas camping miliknya masuk ke dalam kamar tamu. Randy, Lila, dan Joni diam, melirik kepergian Fuji.
“Kalian bertiga naiklah ke atas, aku ingin menemui Fuji dulu sebentar,” perintah Putra kepada Randy, Lila, dan Joni.
“Ouh…mau apa kamu?” canda Randy mulai berpikir aneh.
Lila dan Joni langsung merangkul tubuh gempal Randy.
“Kau jangan sirik Randy. Putra sudah dewasa, jadi bebas aja melakukan apapun,” ucap Joni dan Lila serentak, lalu membawa Randy menuju kamar Putra di lantai 2.
Putra menghela nafas panjang menatap kepergian temannya, ia pun mulai melangkah menuju kamar tamu, tempat Fuji beristirahat.
Tok tok!
“Boleh aku masuk?” tanya Putra.
“Buat apa kamu masuk. Bukannya kamu dari tadi mengabaikan ku!” sahut Fuji lirih dari dalam kamar.
“Aku tidak mengabaikanmu. Aku hanya lelah saja,” jelas Putra sembari menghela nafas panjang.
“Masuklah kalau begitu,” ucap Fuji mempersilahkan Putra masuk.
Putra mendorong handle pintu, kakinya perlahan melangkah masuk ke dalam kamar. Pandangannya mengarah pada Fuji duduk di tepian ranjang, ia pun ikut mendudukkan dirinya di samping kiri Fuji.
“Mau bicara apa?” tanya Fuji datar, sorot matanya memandang lurus ke kain korden jendela kamar.
“Aku dari tadi melihat wajahmu sangat kusut. Apa yang sedang terjadi padamu?” menempelkan punggung tangan ke dahi Fuji, “Apa kamu sedang demam?” lanjut Putra, wajahnya sangat dekat hingga membuat Fuji gugup.
Fuji spontan memundurkan tubuhnya ke belakang, menjauhkan dirinya dari Putra.
“Ke-kenapa kamu melakukan hal itu?” tanya Fuji gugup.
“Melakukan hal apa? Aku tidak menciummu ataupun meraba mu,” ucap Putra tenang.
“Me-memang kamu tidak melakukan apapun. Tapi tadi tangan kamu yang tiba-tiba menempel di dahiku. Te-terus kamu juga sangat dekat, ki-kita juga saat ini sedang berduaan di dalam kamar,” cetus Fuji setengah gugup.
“Oh, aku pikir apa,” Putra mendekatkan wajahnya, lalu berbisik, “Kalau boleh tahu, apa yang sedang kamu pikirkan saat kita sedang berduaan?” lanjut Putra berbisik.
“Ti-tidak ada!” sahut Fuji menundukkan kepalanya, menahan debaran jantung tak karuan, dan rasa ingin lebih lainnya sedang tertahan di dadanya.
“Aku pikir kamu ingin mendapatkan ciuman dariku. Ternyata kamu tidak sedang memikirkan apapun,” celetuk Putra santai.
“Putra,” panggil Fuji mulai menatap wajah Putra.
“Iya,” sahut Putra dengan cepat.
“Apakah saat ini kamu masih sendiri?” tanya Fuji pelan.
“Kamu lihat!”
“Aku serius, apakah ada wanita lain yang telah mengisi hatimu saat ini?” tanya Fuji memperjelas ucapannya.
Putra beranjak dari duduknya. “Entahlah, aku juga tidak tahu gimana rasanya mencintai seseorang. Emang kenapa?”
“Ti-tidak, a-aku hanya bertanya saja,” sahut Fuji gugup.
“Baiklah, kita sudahi percakapan hari ini. Karena sudah malam, sebaiknya kamu tidur. Aku mau ke kamar dulu,” pamit Putra mengakhiri percakapan, tak lupa tangannya mengelus puncak kepala Fuji layaknya seorang adik perempuan. Namun hal itu di salah artikan oleh Fuji.
‘Di-dia lagi-lagi memperlakukanku seperti ini. Tapi kenapa Putra selalu bersikap dingin dan cuek jika di hadapan lainnya. Apakah Putra sebenarnya mencintaiku? Tapi…kenapa saat aku tanya apakah saat ini sudah ada seorang wanita sudah mengisi hatinya. Putra hanya menjawab ia tidak tahu gimana rasanya mencintai seseorang,’ gumam Fuji bertanya-tanya dalam hati, pandangan masih terus mengarah pada punggung Putra menghilang di balik pintu kamar.
.
.
Di dalam kamar Putra.
Randy, Lila, dan Jono menatap kedatangan Putra terlihat lesu.
“Wisss, datang-datang uda lesu aja. Baru siap ngecas atau gimana?” gurau Jono.
“Belum, ke tempatan baterai ku masih penuh karena di kantor ada charger," sahut Putra dengan polosnya. Padahal pikir Jono dan lainnya sudah lain.
Lila, dan Randy spontan beranjak duduk dari tidurnya, menatap Putra saat ini mengatur tempat tidur di lantai.
“Jangan bilang janda bahenol itu selalu meminjamkan tempat colokannya untukmu?” tanya Lila dengan pikiran anehnya.
“Iya,” sahut Putra polos.
“Oh, oh, oh! Ya Allah, ya Allah. Gimana rasanya?” tanya Lila histeris.
“Rasa apanya? Waktu aku ngecas gitu?” Putra balik bertanya karena bingung, sebab ia tidak sedang berpikiran buruk.
“Iya, cepat katakan! Sahut serentak Randy, Lila, dan Jono.
“Waktu aku masukin colokan, ya udah langsung mengalir energinya. Emang kenapa sih, nanyak mulu kayak emak-emak!” cetus Putra, ia pun merebahkan tubuhnya di atas kasur lipat.
“Nggak, hanya penasaran aja. Ternyata teman kita sudah dewasa juga,” ucap Joni, sebelah alis menaik menatap Lila dan Randy. Lila dan Randy hanya mengangkat kedua bahunya sembari tersenyum penuh makna.
“Kamu kenapa tidur di bawah?” tanya Randy mengubah posisi tidurnya telungkup, menatap Putra terbaring di bawah ranjang.
“Hanya menghargai tamu,” sahut Putra mulai memejamkan kedua kelopak matanya.
“Tidur di sini aja, sempit-sempitan kita,” sambung Joni menepuk ranjang kosong.
“Maaf ya, aku tidak suka yang sempit,” tolak Putra, ia pun mengubah posisi tidurnya membelakangi Joni, Lila, dan Randy.
“UUUUUU! Nggak suka yang sempit tapi suka yang longgar,” sorak Lila, Randy, dan Joni masih dalam pikiran aneh mereka masing-masing.
Bosan mendengar gurauan temannya, Putra mematikan lampu kamar, sehingga kamar itu gelap gulita, hanya cahaya bulan menyinari masuk ke dalam jendela kamar.
.
.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
DPras
bingung Lila itu cewek atau cowok kok tidurnya bareng Putra sedangkan Fuji sendirian
2023-10-28
0
꧁☠︎𝕱𝖗𝖊𝖊$9𝖕𝖊𝖓𝖉𝖔𝖘𝖆²꧂
maaf ya aku juga gak suka yg sempit
2023-04-08
0