Pukul 16:30 sore.
Putra sudah selesai dengan tugasnya menjumpai Imelda ke ruangannya. Setelah mendapatkan sahutan, memperbolehkan dirinya masuk. Putra masuk ke dalam ruang kerja milik Imelda.
“Ada Put?” tanya Imelda setelah Putra berdiri di sisi kanan meja kerjanya.
“Apakah hari ini kita akan pulang cepat?” Putra balik bertanya.
“Iya, kebetulan tugas untuk bulanan sudah selesai. Emang kamu mau kemana?”
“Apakah kamu mau pergi nonton bioskop berdua denganku?” ajak Putra serius.
“Mau!” sahut Imelda cepat.
“Aku mengajak kamu hari ini, karena ingin menebus jadwal tertunda waktu itu. Apa kamu benar-benar tidak keberatan nonton berdua dengan anak di bawah umur sepertiku?”
“Tentu saja tidak. Kalau gitu, mari kita pergi!” ajak Imelda semangat.
Imelda merapihkan dokumen kerja miliknya, lalu mengajak Putra bergegas keluar dari ruangannya. Sepanjang kaki melangkah, bibir Imelda terus tersenyum menyapa karyawan ia lewati, hal itu membuat para karyawannya merasa aneh.
Langkah kaki Imelda terhenti saat salah satu karyawan menghadang jalannya.
“Ayo, ibu mau kemana?” tanya karyawan wanita memakai hijab berwana orange.
“Mau nonton, kenapa?” sahut Imelda jujur.
“Wah, ibu mau nonton. Ikut boleh bu?” sambung karyawan lelakinya.
“Ikut, enak aja. Emang pekerjaan kalian sudah selesai semua?”
“Sudah dong, bu! Gimana, kami boleh ikut tidak? Kebetulan malam ini ada film yang sudah lama kami tunggu-tunggu!”
“Benar, ada film romansa yang begitu menyayat hati. Kami boleh ikutan nonton ya, bu!”
“Ibu tenang aja, kami nonton tidak minta duit ibu kok. Kami pakai uang masing-masing!"
Kemeriahan karyawan Imelda ingin meminta izin agar di perbolehkan ikut nonton bersama terus terdengar hingga membuat Putra harus melangkah terlebih dahulu meninggalkan Imelda.
“Sudah ajak aja!” ucap Putra sembari terus melangkah menuju parkiran mobil.
“Baiklah, kalian semua boleh ikut, tapi bayar masing-masing!” celetuk Imelda, kedua kakinya berlari kecil menuju mobil tempat Putra sudah menunggunya.
“Baik bu!” sahut para karyawan serentak.
Mobil dinaiki Putra dan Imelda perlahan melaju meninggalkan gedung perusahaan, diikuti para karyawan beriringan dari belakang naik sepeda motor masing-masing menuju gedung bioskop.
Sejenak di dalam mobil suasana terasa canggung. Putra terlihat diam dengan raut wajah datarnya, sedangkan Imelda berulang kali melirik ke wajah datar itu.
‘Gimana nih, apakah Putra sedang marah padaku. Aih, pasti dalam hatinya ia, ingin mengajak aku seorang saja. Bukan ramai seperti ini. Gimana ini,’ batin Imelda, tangannya menggenggam rok miliknya.
“Kenapa?” tanya Putra menyadari sikap gugup Imelda.
“Anu…apakah kamu marah padaku?” sahut Imelda balik bertanya.
“Tidak!”
“Kalau tidak, kenapa kamu terus diam seperti ini?” tanya Imelda penasaran.
“Tadinya aku hanya ingin mengajak kamu nonton berdua sebagai pemintaan maafku karena telah membatalkan ajakan kamu waktu itu. Tapi….” ucapan Putra terhenti, saat sorot matanya melirik ke kaca sen sebelah kiri. Terlihat para karyawan beriringan dengan canda-tawa di masing-masing wajah mereka. “Tapi, setelah melihat wajah karyawan begitu semangat ingin ikut, aku pun tak bisa menolaknya. Mungkin memang kita tidak diperbolehkan untuk nonton berdua,” lajut Putra, pandangannya kembali fokus ke jalan.
“Maafkan sikap karyawanku, ya!” maaf Imelda tulus.
“Tenanglah, aku tidak mengatakan jika ingin mendengar kata maaf dari bibirmu. Terpenting penting saat ini yang harus aku lihat adalah melihat kamu senang,” sahut Putra membuat Imelda salah paham.
“Terimakasih,” gumam Imelda.
20 menit kemudian mobil dan iring-iringan sepeda motor karyawan telah memasuki gedung parkiran bioskop. 20 karyawan lainnya mengikuti langkah kaki Imelda dan Putra dari belakang menuju gedung bioskop. Begitu sampai di tempat pemesanan tiket dan kursi, agar meja pemesanan tidak di penuhi para karyawan, Putra memutuskan untuk mewakili para karyawan mengambil tiket dan kursi.
2 jam menunggu, akhirnya film mereka segera di mulai. Putra, Imelda, dan 20 karyawan lainnya segera masuk dan duduk di kursi mereka masing-masing. Ada 15 menit menunggu, akhirnya film mereka di mulai.
Niat hati ingin duduk berduaan dengan Putra, Imelda malah di tarik karyawan wanita untuk duduk bersama dengan mereka. Akhirnya, sepanjang film di putar, Imelda hanya bisa melirik ke Putra tanpa menikmati filmnya.
2 jam kemudian, pemutaran film sudah selesai. Putra dan Imelda berpisah dengan 20 karyawannya di parkiran. Baru saja keluar dari gedung parkiran bioskop, Imelda menawarkan ajakan makan malam bersama di luar.
“Putra,” panggil Imelda, Putra melirik sekilas lalu kembali fokus ke jalan raya.
“Iya!”
“Kamu lapar?” tanya Imelda.
“Iya, apakah kamu ingin makan?” sahut Putra balik bertanya.
“Iya, gimana kalau kita makan di luar. Kali ini aku yang traktir,” usul Imelda sebagai permintaan maafnya.
“Sebenarnya aku kurang suka makan di luar.”
“Jadi, kamu mau makan malam di mana?” tanya Imelda bingung.
“Aku akan makan di rumah saja,” sahut Putra dengan pandangan masih fokus ke jalan.
“Gimana kalau aku yang masakkan makan malam buat kamu!”
“Tidak usah, aku tidak ingin membawa wanita ke rumahku,” tolak Putra lembut.
“Loh, kenapa?”
“Aku tidak enak dengan ibu-ibu di kompleks itu. Kalau aku menerima kamu masuk ke dalam rumahku, sudah pasti mereka juga akan ikut masuk. Itu sungguh membuat aku pusing,” jelas Putra, tangannya mulai memijit pelipisnya terasa berdenyut memikirkan kehebohan dari emak-emak di kompleks.
“Baiklah, aku akan masak dari rumah saja. Setelah masakan itu selesai, aku akan mengantarkannya ke rumah kamu!” ucap Imelda lesu.
Sejenak Putra melirik ke wajah kecewa Imelda, diam-diam ia menarik nafas, dan mulai berkata.
“Tidak perlu, selesai mandi dan sholat aku akan langsung ke rumah kamu,” sahut Putra membuat hati Imelda senang.
“Benarkah?!”
“Iya!”
“Baiklah, aku akan masakan makanan enak buat kamu malam ini!”
Setelah menempuh perjalanan 1 jam lamanya menuju kompleks rumah mereka. Akhirnya mobil Imelda sudah masuk ke dalam gerbang rumah. Putra pun segera pamit pulang untuk melaksanakan ibadah sholat Isya. Imelda sendiri berjalan ke depan kompleks, ingin membeli bahan di mini market tak jauh dari gang rumahnya.
Baru saja separuh jalan ke depan, Imelda harus menghentikan langkah kakinya saat bertemu dengan Maya.
“Eh, jeng Maya,” sapa Imelda ramah.
Maya menghentikan langkah kakinya.
“Mau kemana kamu berpakaian rapih?” tanya Maya penasaran.
“Ini, aku baru pulang kerja dan ingin pergi ke mini market depan untuk membeli bahan makanan yang kurang,” sahut Imelda tak menutupi hal apa pun.
“Tumben, mau ada tamu?” tanya Maya semakin penasaran.
“Putra katanya ingin berkunjung makan malam ke rumah selesai sholat,” sahut Imelda.
“Ouh, kalau gitu aku jalan duluan, ya!” pamit Maya.
“Iya, jeng,” sahut Imelda, ia pun melangkah kembali.
Tak ingin membiarkan Imelda hanya berduaan di dalam rumah. Maya segera mencari cara agar bisa menggagalkan makan malam Imelda dengan Putra. Sepanjang jalan ia terus berpikir dan berpikir, hingga langkah kakinya membawanya terhenti di depan teras rumah Putra.
“Aku harus melakukannya!” gumam Maya, kaki kanannya mulai naik ke atas teras rumah.
.
.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
꧁☠︎𝕱𝖗𝖊𝖊$9𝖕𝖊𝖓𝖉𝖔𝖘𝖆²꧂
rencana apa yg akan dilancarkan Maya...
semoga gagal..
dahlah putra go to home Imelda saja...
cuekin aja itu simaya 😂
2023-04-19
0
🔵◡̈⃝︎☀MENTARY⃟🌻
Makin Seru Kk
Ry Benci Pakpol Mampir
2023-04-19
1