Imelda berpikir sikap Putra berubah karena ulah para wanita di kompleksnya. Akan tetapi, sikap Putra berubah karena ia sedang memikirkan teman-teman dari Desa baru saja pulang wisata ke Berastagi akan singgah ke rumahnya. Bagaimana jika teman-temannya melihat lingkungan tempat ia tinggal, pasti pikiran buruk menyerang teman-teman nantinya.
Lamunan Putra buyar saat seseorang mengetuk pintu ruangannya.
Tok tok tok
“Masuk,” sahut Putra dari dalam.
“Permisi, sa-saya ingin mengantarkan dokumen ini,” ucap seorang wanita memakai kacamata tebal dari depan pintu.
“Oh, silahkan letakkan saja di sana,” sambut Putra mengulurkan tangannya ke meja kerja miliknya.
Wanita memakai kacamata tebal, mulai melangkah masuk ke dalam ruangan Putra, sebut saja namanya Mimi.
“I-ini,” ucap Mimi setelah meletakkan dokumen di atas tumpukan dokumen lainnya.
“Terimakasih, ya,” terimakasih Putra dengan suara jantannya, membuat jantung Mimi berdebar tak karuan.
“Sa-sama-sama!” sahut Mimi langsung berlari keluar ruangan Putra dengan menutup pintu sangat kuat.
Bam!
“Kenapa dengan gadis kacamata tebal itu?” gumam Putra menatap pintu ruangannya.
Mendengar suara pintu ruangan milik Putra tertutup dengan kuat, Imelda berada di ruangannya langsung berlari memasuki ruangan Putra.
“Kamu kenapa?” tanya Imelda melangkah masuk dengan cemas, menatap Putra duduk di kursi kerjanya.
“Kenapa?” gumam Putra mengernyitkan dahinya.
“Iya, aku dengar tadi suara pintu kamu di tutup dengan kuat. Apa ada seseorang sedang mencoba menyerang mu?” tanya Imelda sudah berdiri di samping kursi kerjanya.
“A-anda sangat dekat dengan ku,” ucap Putra sedikit gugup saat Imelda sangat dekat dengannya.
“Aku ingin memeriksa apakah kamu baik-baik saja,” cetus Imelda cemas, saking cemasnya, Imelda sampai memeriksa hampir seluruh tubuh Putra dari luar. Namun, Putra segera menahan tangan Imelda saat ingin membuka kancing kemejanya.
“Apa yang akan Anda lakukan?” tanya Putra menatap nanar bola mata hitam pekat Imelda.
Bukannya menjawab, Imelda malah terpaku melihat bibir merah muda Putra, pandangan itu kini perlahan turun ke leher, melihat jakun tegap bersembunyi di balik kulit.
‘Sangat dekat! Hembusan nafas dari obat kumur berbau mint menyongsong masuk ke dalam pikiranku. Bibirnya, matanya, kulit wajahnya halus dan kenyal sangat-sangat ingin aku sentuh. Eh…tunggu dulu, sebenarnya apa yang sedang aku lakukan? Apa saat ini kesadaranku mulai hilang dan…apa aku ingin melahapnya? TIDAK!’ batin Imelda. Kedua kakinya spontan mundur ke belakang.
“Anda kenapa?” tanya Putra kembali dengan mode datarnya.
“A-aku hanya mencemaskan kamu,” sahut Imelda menahan malu.
“Aku baik-baik saja. Emang aku kenapa?” tanya Putra.
“Ta-tadi aku mendengar suara pintu kamu..”
“Oh, itu tadi gadis memakai kacamata tebal tiba-tiba saja berlari saat menatap wajahku. Apa wajahku terlihat buruk?” tanya Putra sembari beranjak dari duduknya, mendekati wajahnya dengan wajah Imelda, sehingga rona di kedua pipinya muncul dengan sangat jelas.
“Ti-tidak!” sahut Imelda gugup, ia pun menundukkan pandangannya agar wajah meronanya tidak terlihat oleh Putra.
“Lantas kenapa dia berlari?” tanya Putra polos, ia pun kembali duduk.
“I-itu…mungkin karena kamu tampan,” gumam Imelda di dengar oleh Putra.
“Oh, dulu waktu aku di Desa, para wanita dan ibu-ibu lain juga pernah mengatakan hal seperti itu,” jelas Putra mengingat ucapan wanita di Desa tempat ia tinggal.
“Ka-kalau gitu aku keluar dulu, ya,” pamit Imelda mulai melangkah keluar dari ruangan Putra.
Putra kembali mengerjakan tugasnya, begitu juga dengan Imelda.
.
Waktu terus berlalu.
Karena mendapatkan telepon dari teman-temannya, Putra membatalkan acara nonton bioskop bersama dengan Imelda. Pukul 17:20 sore, Putra dan Imelda akhirnya sudah sampai di kompleks rumah. Baru saja keluar dari gerbang rumah Imelda, Putra sudah di sambut meriah oleh teman-temannya.
“Putra!” teriak 3 orang lelaki dan 1 orang wanita berlari ke arah Putra dengan tas camping masih melingkar di masing-masing bahu.
“Sudah lama?” tanya Putra datar, kedua kaki terus melangkah menghampiri temannya.
“Sudah dong,” sahut seorang lelaki berambut lurus gondrong.
“Putra, ini rumahmu?” tanya seorang wanita yaitu Fuji.
“Bukan, ini rumah bos tempat aku bekerja. Kalau rumahku di sebrang sana,” sahut Putra mengarahkan tangannya lurus ke sebrang jalan. Terlihat rumah dengan tingkat satu berwarna merah muda.
“Bephahahaha! Nggak salah nih, lihat rumah kamu?” tanya seorang pria bertubuh gempal, Randy, tertawa mengejek.
“Nggak, aku ngontrak di sana. Emang kenapa?” sahut Putra datar.
“Loh, ngontrak? Tapi kamu jual rumah di Desa…” ucapan Fuji terhenti saat Putra melangkah terlebih dahulu menyebrang ke rumahnya.
“Ayo, masuk!” ajak Putra terus melangkah.
“I-iya!” sahut keempat temannya berlari kecil mengikuti langkah kaki Putra.
Saat Putra dan keempat temannya masuk ke dalam rumah, para wanita ternyata dari tadi sedang bersembunyi di masing-masing pagar rumah mereka. Bahkan janda-janda itu menguping pembicaraan Putra dengan keempat temannya sehingga saat ini para janda berkumpul di depan gerbang rumah Imelda.
“Bsss! Kalian lihat tadi ada seorang wanita muda terus tertawa di hadapan brondong kita ‘kan?” cetus Maya mulai memprovokasi.
“Iya, siapa mereka itu, ya?” sambung janda lainnya.
“Tapi, kalau ku lihat-lihat sepertinya teman-teman brondong kita terlihat tidak terlalu kampungan. Mereka juga sepertinya baru saja pulang dari camping.”
“Kalian lihat tadi yang gemuk. Aduh…aduh, jika aku bisa tidur dengannya, mungkin seumur hidupku tidak akan pernah membeli kasur,” sambung Rihana terpikat dengan Randy.
“Yang gemuk itu memang empuk, tapi terkadang lonceng mereka selalu bersembunyi,” sambung Maya membuat Rihana tersinggung.
“Sirik aja kau janda!” cetus Rihana menatap Maya suram.
“Aku nggak sirik. Aku hanya ingin memperingatkan kamu aja jika lonceng orang gemuk itu sering bersembunyi!” jelas Maya tidak mau kalah.
“Siapa bilang? Jika dia menikah samaku, maka akan ku bawa ia pergi ke tempat Mak erot. Di tarek-tarek sedikit aja uda panjang laginya itu!” sahut Rihana.
“Idih, masa kau rela lonceng pasanganmu di tarek sama nenek-nenek. Kalau aku punya pasangan, mending aku yang tarek sendiri biar bunyinya dahsyat saat bertemu!” protes Maya tak ingin diam.
Perdebatan Rihana dan Maya membuat para janda di sana hanya bisa menatap mereka berdua. Ada juga sedang mengipas-ngipas baju seragam kerjanya karena merasa gerah. 3 orang janda lainnya malah memanggil abang bakso kojek baru saja melintas di depan mereka. Para janda-janda lainnya malah memilih untuk menonton perdebatan Maya dan Rihana.
Mendengar perdebatan cukup hebat sampai terdengar ke rumah Putra. Putra pun keluar, mencoba mendekati kumpulan janda.
“Maaf, kenapa dengan ibu-ibu di sini, ya?” tanya Putra berdiri di samping Maya.
“Eh, begini. Kamu pasti lelah sehabis pulang bekerja. Dan…” Maya melirik ke rumah Putra, “Aku lihat kamu ada tamu. Boleh tidak aku bantuin kamu untuk menyajikan makanan, siapa tahu kamu repot menyajikannya sendiri,” lanjut Maya mengalihkan pembicaraan ke arah lainnya.
“Tidah perlu repot-repot. Kami semua sudah terbiasa menyajikan makanan tersendiri. Kalau memang tidak ada masalah, aku balik masuk dulu,” tolak Putra sambil pamitan.
Maya, Rihana, dan 9 janda lainnya saling menyikut, alis dan bibir mereka saling bergerak seolah memberi isyarat.
.
.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
~~N..M~~~
mulai deh
2023-06-16
0
꧁☠︎𝕱𝖗𝖊𝖊$9𝖕𝖊𝖓𝖉𝖔𝖘𝖆²꧂
bech... tambah ngelantur tuh para janda 😆😆
2023-04-07
0