Mengilas

Kota Ampangan wilayah Selatan

Rumah yang terlihat sangat megah dulu adalah sebuah rumah berbentuk rumah adat. Menurut pandangan orang awam. Arun sosok menantu yang sangat berbakti, hingga kabar angin sampai di telinganya bahwa dia menumpang pada anaknya itu. Tapi siapa yang mengira kekayaan Rina lebih besar dari Arun. Rita adalah anak satu-satunya. Seluruh harta warisan miliknya di turunkan untuk Rita dan Riky.

Bekas bangunan bersejarah itu dahulu di huni oleh anak pengusaha kaya raya sekaligus tuan takur. Rina merenovasi bergaya bangunan modern lengkap dengan kolam renang, halaman yang sangat luas, garasi dan beberapa ekor satwa langka.

Masa silam Rina dalam kenangannya

Perampasan rumah yang di tuakan itu hanya dia yang tau. Setelah ibunya Sarimah berhasil menduduki posisi kedua, wanita itu juga berhasil merampas hak segala harta untuk anak istri pertama. Layangan surat gugatan cerai dari istri pertama membuat Sarimah meninggalkan dunia dengan tenang. Dia menuliskan surat wasiat secara utuh bahwa seluruh hartanya tanpa terkecuali untuk Rina semata.

Namun, rasa bersalah Rina pada Hani membuat dia tidak mau memutuskan tali persaudaraan. Membawa Bilqis sebagai penyambung ikatan mereka. Di dalam hati kecil Rina juga mengkhawatirkan jika sewaktu-waktu Hani menuntun haknya.

......................

Kembali ke rumah besar tempat hidup menumpang di rumah orang. Sore ini kedatangan mereka di sambut Bara dan Wijaya menunjukkan wajah bahagia melihatnya. Keduanya membantu pak Yosep mengangkat koper.

“Hei kalian ngapain kesini. Balik gih, ntar nyak kalian cariin. Si Bilqis mau istirahat besok sekolah!” usir Rita.

Caci makian keluar dari wanita itu, dia tidak memperdulikan sebab dari perkataan yang dia ucapkan. Riky berdiri di depan pintu berharap ibunya menyapa. Sosok wanita tidak berhati itu melengos, sebelumnya dia memberi aba-aba pada Bilqis supaya menjauhi dua pria di depannya.

“Kamu nggak boleh gitu sama tamu Ta. Ayo nak Barka dan Wijaya masuk, nenek hari ini buat kue kering.”

“Hehe, nggak usah repot-repot nek. Sudah mau magrib, kami pamit pulang, ucap Wijaya.

Barka terpaksa mengikuti perkataan kakaknya. Dia menekuk wajah duduk di kursi belakang. Kekerasan pada Rita tidak menyurutkan keduanya mendekati Bilqis. Kompetisi kakak beradik itu di gugurkan oleh WIjaya.

“Kak, dimana-mana itu kakak yang ngalah sama adiknya!”

“Kamu fokus sekolah aja Bar. Kakak janji dah bakal bahagiakan Bilqis.”

Adu otot keduanya di perkeruh dengan dering ponsel whatapp yang tertulis nama Bilqis. Nyala handphone Wijaya memenangkan perdebatan mereka sepanjang perjalanan terdiam beribu kata.

Kak Wijaya maafin kak Rita ya. Hari ini kami capek banget. Next time main ke ruma bareng Barka lagi ya kak

Emoticon senyum itu sukses membuat senyum-senyum sendiri.

......................

RIna duduk di tepi kasur, dia membantu merapikan baju-baju yang berantakan. Anak yang tidak pernah mendapat didikan dan arahkan sedari kecil itu seolah mengikuti jalan pikirannya sendiri.

“Ta, apa tunggu ibu terbujur kaku dulu baru kamu mau dengerin nasehat ibu?”

“Ibu ngomong apa sih? Aku lagi males berdebat. Ibu istirahat di kamar aja.”

“U_u_ma” Riky menggerakkan rahang mulutnya.

“Bi Sumi! Huffhh!” teriak Rita.

“Ya non?” kain serbet menggantung di pundaknya. Wajah bercucuran keringat mendengar kepulangan sang majikan. Dia paham Rita tidak suka ada setitik pun debu yang menempel di perabotan antiknya.

“Kamu udah kasih makan dan minum obat Riky belum?”

“Sudah nyonya”

“Anak itu kok masih kelaparan? Jangan bohong kamu bi!” bentaknya.

“Sudah jangan teriak-teriak, malu di dengar tetangga.”

Rina menarik tangan Riky keluar kamar, anak itu menangis melihat ibunya tidak memperdulikannya. Kotak tempat obat khusus Riky habis total, cemilan kesukaannya, susu yang biasa dia minum juga kosong. Rina mengeluarkan satu ikat uang ratusan di dalam laci. Sambil menemani Riky, dia menulis daftar belanjaan yang harus di beli besok. Semua belanjaan khusus untuk Riky, sis dua lembar uang berwarna merah. Bilqis di panggil masuk ke dalam kamar.

“Aduh, jangan nek. Uang pemberian bang Arun beberapa minggu lalu masih banyak” ucap Bilqis.

“Sudah simpan buat tambahan jajan”

“Terimakasih banyak nek.”

“Besok kamu beli kebutuhan yang ada di dalam kertas ini ya. Pak Yosep akan mengantar kamu berbelanja sepulang sekolah.”

“Ya nek..”

Langit biru, gumpalan awan putih membentang, polusi udara di perkotaan dan kemacetan. Pak Yosep mengambil jalur potong agar Bilqis tidak terlambat ke sekolah. Tepat masuk ke dalam kelas, bel suara menandakan apel upacara pagi mempercepat langkahnya. Senyum para siswa dan siswi saling bersenda gurau di tengah barisan. Para pemimpin barisan menyiap barisan, membubarkan gerombolan siswi yang berjongkok di bagian belakang.

Tertib upacara bendera di mulai. Para murid mendongakkan kepala memberi hormat menghadap kepada sang merah putih. Hari ini adalah hari Kartini. Tepatnya tanggal 21 April 1980. Pertunjukan yang di suguhkan dari kakak kelas menyemangati para murid lain berkumpul mencari posisi yang pas di dekat lapangan. Di bawah sang mentari pagi, baju-baju khas bergaya emansipasi wanita yang apik dengan sanggul berhias berbagai macam tusuk konde berjalan bagai foto model di atas cat walk.

Biilqis tidak menyangka ada Hera yang ikut memakai pakaian Kartini. Melihat Bilqis, dia tersenyum melambaikan tangan. Wajah gugupnya tidka bisa di tutupi. Beberapa siswi yang memakai pakaian pelopor pejuang pendidikan wanita itu menari saat gamelan di iringi properti tarian yang di susun para siswa di sekitarnya.

Lemah gemulai, lekukan tubuh menyamakan gerakan musik. Jari jemari lentik, mimic wajah yang tersenyum dan ketukan tarian. Salah satu tarian yang di angkat itu bertemakan kreasi yang tidak jauh dari perjuangan perempuan untuk bersekolah dan belajar. Cuaca yang semakin panas tidka menyurutkan niat murid lain mempertunjukkan keaktifan partisipasi kelasnya.

Drama perjuangan wanita di mulai menggunakan property busana, tata rias dan benda lainnya. Nada bicara sosok wanita yang memperjuangkan haknya agar lebih maju. Ketegasan dalam bersikap dan kemauan untuk merubah masa depan. Mereka menjiwai masing-masing peran. Isak tangis kesedihan, suka duka dan air kehidupan berpadu di dalamnya. Mereka menjiwai peran masing-masing.

Barka menyodorkan sebotol minuman jus jeruk. Bilqis mengambil uang dua puluh ribuan membayarnya.

“Nggak usah” ucap Barka ikut duduk di belakangnya.

“Loh, punya kami mana? Kok si Bilqis aja yang di kasih gratisan?” ucap Siris.

Bilqis melirik candaan teman sebangkunya yang selalu jahil dengannya itu. Dia cepat-cepat meneguk sampai bagian setengah botol lalu di sodorkan padanya.

“Nih bagi dua”

“Ogah! Yuk kita beli sendiri Fat” ajak Sirik menarik tangannya.

Barka tertawa cekikikan, Bilqis mengamati tawanya itu mirip dengan kuntilanak. “Bar, kamu nggak lagi kesambet kan?”

Terpopuler

Comments

Senam santai klub 🍸👯🎶

Senam santai klub 🍸👯🎶

like

2023-04-29

0

Area zona

Area zona

fans sama si bilqis

2023-04-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!