BAB 19 Mimpi

...Mimpi hanya bunga tidur. Tak perlu takut, hal buruk tak akan terjadi!...

~Disra Auriestella~

Disra datang ke kantor dengan wajah yang lesu. Dia sangat tidak bersemangat karena mimpi buruk yang dialaminya. Hari ini, Raska tidak masuk kerja. Di ganti dengan Juli sebagai mentor Disra.

“Kita ada proyek dengan klien di Thailand. Kemungkinan besar akan mempresentasikan project kita di sana,” terang Juli.

“Siapa saja yang akan ke sana?” tanya Disra.

“Bisa semua dari tim kita atau hanya perwakilan.”

“Oh gitu.”

“Kamu udah punya passport?”

“Belum. Kenapa, Kak?”

“Cepat bikin, siapa tahu kamu juga dibutuhkan untuk datang.”

“Aku ‘kan anak baru, Kak. Kayanya nggak mungkin aku ikut, yang ada nambah-nambah budget perusahaan saja,” keluh Disra.

Ingin sekali dia ke luar negri. Paling jauh hanya ke Bali tempat wisata yang pernah ia kunjungi. Itu pun karena study tour dari sekolah.

“Jadi, maksud loe. Loe enak-enakan aja di sini sedangkan kita kerja sampe ke negri orang?” tanya Juli meninggikan suaranya.

Disra hanya menampakan wajah bersalah. “Bukan gitu maksudku, Kak,” terangnya. “Aku ‘kan anak baru, takutnya jadi beban perusahaan. Kalau dinas begitu, biasanya ‘kan pake budget perusahaan dan ada uang sakunya gitu.”

“Kita itu keluar negri bukan buat jalan-jalan! Kita itu kerja, nggak usah mikirin budget!” terang Juli. “Kalau mau jalan-jalan mah mending ajak keluarga saja,” tambahnya.

“Iya, iya,” gumam Disra.

“Ya udah, besok kamu urus paspor.”

Disra mengerutkan dahinya. Dirinya belum pernah gajian tetapi sudah diminta untuk membuat passport. “Kira-kira, berapa harga urus paspor?”

“Duh, gua lupa. Kayanya nggak sampe satu juta deh,” jelas Juli.

“Perlu visa nggak?”

“Nggak perlu, kita hanya ke Thailand.”

Disra berpikir sejenak. Belum tentu dirinya ikut ke Thailand. Percuma buat paspor jika tak jadi ke luar negri, terlebih lagi keuangannya mulai menipis, khawatir tidak sanggup membayar biaya pembuatan passport. “Kak, aku buatnya kalau udah pasti ikut saja ya.”

“Ya elah, pake nanti-nanti. Tinggal buat saja,” dengus Juli.

“Bukan gitu, aku ‘kan belum tentu ikut,” ujar Disra.

“Udah jangan banyak alasan. Besok bikin passport. Ini perintah Pak Bagas. Lagian, loe pasti mikir biaya pembuatan passport ya? Gratis, semua ditanggung kantor!” seru Juli.

“Gratis? Nanti pas ke kantor imigrasi tinggal bilang ke petugasnya gitu, sebutin nama perusahaan kita?” tanya Disra antusias.

“Dodol! Maksudnya loe minta ke Ila, surat pengajuan pembuatan passport, abis itu tinggal minta tanda tangan Pak Bagas. Kalau udah, kirim ke HRD, tinggal nunggu HRD krim dana ke rek loe! Jadi, bukan tiba-tiba loe dateng ke imigrasi terus minta gratisan!" Seru Juli.

“Oh gitu,” gumam Disra menganggukan kepalanya.

Dia menjalankan perintah dari Juli. Meminta surat pengajuan pada Ila dan kini mengetuk pintu ruang Bagas. “Selamat Siang, Pak Bagas,” sapa Disra.

“Ada apa, Dis?” tanya Bagas.

“Ini, kata Kak Juli, saya diminta untuk pembuatan passport? Saya bawa pengajuan pembuatan passport,” jelas Disra.

“Iya, setiap karyawan wajib punya passport. Meskipun tak berdinas, itu dibutuhkan jika suatu waktu rekan yang harus dinas ke luar negri mengalami kendala yang tidak memungkinkan untuk pergi. Jadi, bisa digantikan dengan rekan yang lain,” jelas Bagas.

“Baik, Pak.” Diasa menyodorkan surat pengajuan pada Bagas.

Bagas menerima surat tersebut, membacanya sekilas lalu menandatangani surat pengajuan tersebut, “Nanti bawa surat ini ke HRD, biasanya paling lama dua hari dana cair. Setelah itu bisa melakukan pembuatan passport. Biar nggak makan waktu bolak-balik ke kantor imigrasi. Kamu daftar online saja dulu. Kalau sudah daftar online, kamu akan dapat jadwal ke kantor imigrasi. Lebih menghemat waktu daripada kalau kamu datang langsung, nggak akan langsung di proses juga, biasanya ada quota perhari-nya,” papar Bagas.

“Baik Pak, terima kasih informasinya,” ucap Disra.

“Bagaimana kerja di sini? Apa betah?” tanya Bagas seraya menyandarkan tubuhnya pada kursi. Dia melihat wajah Disra yang cantik. Namun, bukan cantik paripurna bak model ataupun artis. Bukan juga cantik sosialita, terlebih dengan hidung minimalis, tetapi sedap dipandang.

Bagas mengerutkan dahinya. Berpikir sejenak, apa yang membuat Melvin tergila-gila pada gadis di depannya ini. Pria tampan seperti Melvin ditambah dengan kekayaan yang dimiliki oleh pria itu. Seharusnya bisa mendapatkan wanita yang lebih cantik dari Disra.

“Betah Pak, semua karyawan di sini baik semua,” jelas Disra.

“Bagus kalau begitu, semangat bekerjanya.”

“Terima kasih, Pak. Saya undur diri.”

“Ya, silakan.”

Setelah dari ruangan Bagas, Disra menuju ke HRD dan memberikan surat pengajuan tersebut. pekerjaannya sangat lancar terlebih Juli mengajarinya dengan baik. Meskipun, terkadang Juli mengeluh seperti sedang memiliki seorang murid dan bukan memiliki rekan kerja.

Jarum jam berputar, waktunya ke kampus untuk menjalankan hari sebagai mahasiswa. Beruntung hari ini tak ada mata kuliah keamanan jaringan yang mengharuskan bertemu dengan Melvin.

“Dis, semalem loe baik-baik saja?” tanya Suci.

“Iya, hanya nyeri haid.” Disra melihat sekeliling.

“Pak Melvin ngaterin loe sampe rumah?” tanya Suci.

“Dosennya belum dateng?” tanya Disra mengalihkan pembicaraan. Dia tak ingin membahas Melvin yang akan membuatnya teringat akan kelakuan kurang ajar dosen muda tersebut.

“Belum. Gimana? Loe belum cerita sama gua? Pak Melvin gentle banget ya sampe langsung ngerti keadaan. Sweet banget deh pas dia ngasih blazer ke pinggang loe! Nggak kaya Felix, udah gua jelasin loe lagi mengalami masalah perempuan, dia nggak ngerti-ngerti!” keluh Suci.

“Felix emang gitu,” kekeh Disra. Lebih baik dia membahas Felix dibanding harus membahas Melvin.

“Iya tuh sobat loe lelet banget. Terus gimana sama Pak Melvin, dia ….”

“Dosen udah dateng! Hari ini sistem pakar bukan?” Disra memotong ucapan Suci agar tak membahas tentang Melvin.

Disra memperhatikan dengan serius saat dosen menerangkan materi. Dia jarang belajar di rumah, baginya cukup menyimak baik-baik saat dosen menerangkan.

"Ci, loe mau ke mana? Masih ada satu Matkul (mata kuliah) lagi 'kan?" tanya Disra melihat Suci yang memasukan semua buku ke tasnya.

"Gua mau pulang, nggak ikut matkul kedua. Mau packing, besok gua diajak orang kantor outing."

"Emang mau ke mana?"

"Lombok."

"Wih mantab!"

Disra duduk sendiri saat mata kuliah kedua. Hari ini Felix tidak ada jadwal kuliah. Dalam setiap minggunya, ada satu hari tanpa jadwal kuliah. Begitupun dengan Disra. Namun, jadwalnya berbeda dengan Felix.

Seperti biasa, Disra pulang dengan angkutan umum. Sebuah mobil berhenti di depannya. Disra hanya melirik sekilas pada mobil itu, dia fokus pada jalan, memperhatikan bus yang akan lewat. Sang pengemudi mobil keluar dari dalam mobil dan menghampiri Disra.

"Biar aku antar pulang," ujar Melvin.

Disra hanya menatap malas pada Melvin, beruntung tidak banyak mahasiswa di halte sehingga dirinya tak perlu khawatir dirinya menjadi bahan perbincangan mahasiswa lain.

"Terima kasih, saya bisa pulang sendiri, Pak." Disra menekankan kata 'Pak' sebagai batasan dirinya dengan sang dosen muda.

Melvin menghembuskan napasnya pelan. Dia meraih lengan Disra. "Ikut denganku, kita harus menyelesaikan kesalahan pahaman kemarin."

Disra menepis tangan Melvin. "Tidak ada yang perlu diluruskan. Anggap saja hari kemarin tak pernah terjadi."

"Aku tidak bisa seperti itu," sanggah Melvin.

"Tinggal dilupakan, apa susahnya?"

"Aku tak akan pernah bisa melupakan dan tak akan mau melupakan!" hardik Melvin.

"Terserah Bapak saja! Asalkan berhenti mengganggu saya!"

"Saya tidak pernah mengganggu kamu!"

"Ya, lebih tepatnya melakukan tindakan tidak menyenangkan!"

"Bisakah kita bicara baik-baik? Aku sangat serius denganmu."

"Maksud Bapak apa?"

"Kita bicarakan masalah kita baik-baik."

Disra menghembuskan napas kasar. "Begini saja, bagaimana jika kita saling memaafkan. Saya sudah tidak mempermasalahkan diri saya yang dipecat karena laporan Anda ke surat pembaca dan saya juga akan memaafkan Anda tentang ... yang semalam. Jadi, saya minta tolong pada Bapak untuk tidak menemui saya."

"Tidak mungkin tak bertemu, karena saya yakin kita itu berjodoh!"

Disra membelalakkan matanya mendengar ucapan Melvin. "Apa Bapak waras?" tanyanya tak percaya.

"Ya, aku sangat yakin. Bahkan semalam aku bermimpi menikah denganmu."

Disra semakin membulatkan matanya. "Bagaimana mungkin ki–ta memiliki mimpi yang sama," gumam Disra terbata.

Terpopuler

Comments

jen

jen

bentar lagi dapat undangan, kondangan dmn yaaa acara nya

2025-03-03

2

lihat semua
Episodes
1 BAB 1 Magic Word Tak Berguna
2 BAB 2 Kerja Kuliah
3 BAB 3 Tamat Riwayatmu! Miss Call Angel!
4 BAB 4 Surat Pembaca
5 BAB 5 Dasar Kecoa Bunting! Babi Busuk! Cowok Brengsek!
6 BAB 6 Tanggung Jawab
7 BAB 7 Babi
8 BAB 8 Interview
9 BAB 9 Sekali Interview
10 BAB 10 Hari Pertama Kerja
11 BAB 11 Hidung Minimalis
12 BAB 12 Keganjenan
13 BAB 13 Enkripsi
14 BAB 14 Bebek Jontor
15 BAB 15 All You Can Eat
16 BAB 16 Tembus
17 BAB 17 Ciuman Pertama
18 BAB 18 Sah!
19 BAB 19 Mimpi
20 BAB 20 Ciuman Kedua
21 BAB 21 Cinta Ditolak, Dukun Bertindak!
22 BAB 22 1 Tahun Pacaran
23 BAB 23 Beauty and The Beast
24 BAB 24 Syntax Error
25 BAB 25 Dinas
26 BAB 26 Thailand
27 BAB 27 Bos Besar
28 BAB 28 Jenius
29 BAB 29 Trust
30 BAB 30 Transphobia
31 BAB 31 Makan Malam
32 BAB 32 Jam Tangan
33 BAB 33 Couple Sweater
34 BAB 34 Aturan Persahabatan
35 BAB 35 Pattaya
36 BAB 36 Satu Ranjang
37 BAB 37 Panggilan Telepon
38 BAB 38 Mineral Water
39 BAB 39 E-Commerce
40 BAB 40 Klakson
41 BAB 41 Di bawah pohon mangga
42 BAB 42 Penculikan
43 BAB 43 Room 19
44 BAB 44 Battle Dance
45 BAB 45 Makam
46 BAB 46 Kepergok
47 BAB 47 Tanggung Jawab
48 BAB 48 Persiapan Pernikahan
49 BAB 49 Bawa istrimu pergi
50 BAB 50 Malam Pertama
51 BAB 51 Tragedi Malam Pertama
52 BAB 52 Kabur
53 BAB 53 ASET
54 BAB 54 Bertaubat Bersama
55 BAB 55 Pesugihan
56 BAB 56 Mulutmu Harimaumu
57 BAB 57 Rendah Diri
58 BAB 58 Keistimewaan Hidung Minimalis
59 BAB 59 Video
60 BAB 60 Antara Marah dan Panggilan Alam
61 BAB 61 Persahabatan
62 BAB 62 Publikasi
63 BAB 63 Sistem Pakar
64 BAB 64 Hamil
65 BAB 65 Menuju Pernikahan
66 BAB 66 End
67 Terima Kasih
68 Promo Novel
69 April's Voice
70 Lucid Dream
Episodes

Updated 70 Episodes

1
BAB 1 Magic Word Tak Berguna
2
BAB 2 Kerja Kuliah
3
BAB 3 Tamat Riwayatmu! Miss Call Angel!
4
BAB 4 Surat Pembaca
5
BAB 5 Dasar Kecoa Bunting! Babi Busuk! Cowok Brengsek!
6
BAB 6 Tanggung Jawab
7
BAB 7 Babi
8
BAB 8 Interview
9
BAB 9 Sekali Interview
10
BAB 10 Hari Pertama Kerja
11
BAB 11 Hidung Minimalis
12
BAB 12 Keganjenan
13
BAB 13 Enkripsi
14
BAB 14 Bebek Jontor
15
BAB 15 All You Can Eat
16
BAB 16 Tembus
17
BAB 17 Ciuman Pertama
18
BAB 18 Sah!
19
BAB 19 Mimpi
20
BAB 20 Ciuman Kedua
21
BAB 21 Cinta Ditolak, Dukun Bertindak!
22
BAB 22 1 Tahun Pacaran
23
BAB 23 Beauty and The Beast
24
BAB 24 Syntax Error
25
BAB 25 Dinas
26
BAB 26 Thailand
27
BAB 27 Bos Besar
28
BAB 28 Jenius
29
BAB 29 Trust
30
BAB 30 Transphobia
31
BAB 31 Makan Malam
32
BAB 32 Jam Tangan
33
BAB 33 Couple Sweater
34
BAB 34 Aturan Persahabatan
35
BAB 35 Pattaya
36
BAB 36 Satu Ranjang
37
BAB 37 Panggilan Telepon
38
BAB 38 Mineral Water
39
BAB 39 E-Commerce
40
BAB 40 Klakson
41
BAB 41 Di bawah pohon mangga
42
BAB 42 Penculikan
43
BAB 43 Room 19
44
BAB 44 Battle Dance
45
BAB 45 Makam
46
BAB 46 Kepergok
47
BAB 47 Tanggung Jawab
48
BAB 48 Persiapan Pernikahan
49
BAB 49 Bawa istrimu pergi
50
BAB 50 Malam Pertama
51
BAB 51 Tragedi Malam Pertama
52
BAB 52 Kabur
53
BAB 53 ASET
54
BAB 54 Bertaubat Bersama
55
BAB 55 Pesugihan
56
BAB 56 Mulutmu Harimaumu
57
BAB 57 Rendah Diri
58
BAB 58 Keistimewaan Hidung Minimalis
59
BAB 59 Video
60
BAB 60 Antara Marah dan Panggilan Alam
61
BAB 61 Persahabatan
62
BAB 62 Publikasi
63
BAB 63 Sistem Pakar
64
BAB 64 Hamil
65
BAB 65 Menuju Pernikahan
66
BAB 66 End
67
Terima Kasih
68
Promo Novel
69
April's Voice
70
Lucid Dream

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!