The Bad Boy And His Nanny
Aku berdiri di depan sebuah apartemen mewah dengan dua puluh lantai. Aku menengadahkan kepalaku mencoba melihat ke puncak apartemen itu.
"Wah, tinggi banget. Aku beneran bakal tinggal disini?" Gumamku, masih belum bisa mempercayainya.
Aku tinggal di sini bukan untuk menjadi penghuni. Tapi aku akan menjadi asisten rumah tangga. Ya, pembantu. Aku bertugas membersihkan apartemen milik seseorang, kemudian aku akan dibayar atas jasaku itu.
Setelah lulus SMA beberapa tahun lalu, aku diterima di salah satu Universitas di Jakarta. Aku adalah orang pertama di keluarga besarku yang melanjutkan sekolah hingga ke perguruan tinggi. Aku mendapatkan beasiswa yang akan menanggung semua biaya kuliahku hingga aku lulus nanti. Aku sangat bersyukur dan bangga, diterima di sebuah Universitas ternama dan di ibukota pula.
Namun biaya untuk kebutuhan sehari-hari harus aku cari sendiri. Maka dari itu aku bekerja paruh waktu untuk bisa menyewa kamar kost juga memenuhi kebutuhanku sehari-hari. Orang tuaku tidak memiliki banyak biaya untuk memenuhi semua kebutuhanku di kota besar ini. Apalagi, aku punya dua orang adik yang masih bersekolah. Jadilah aku disini seorang diri menimba ilmu sambil membanting tulangku demi bertahan hidup.
Aku bekerja paruh waktu di sebuah minimarket selama beberapa bulan terakhir. Namun di semester baru ini aku jadwal kuliahku bentrok dengan jadwal shiftku di minimarket itu. Akhirnya aku terpaksa berhenti dan harus mencari pekerjaan lain. Namun ternyata mendapatkan pekerjaan di ibukota tidak semudah itu.
Aku masih ingat bagaimana aku sangat putus asa saat itu, tidak punya pekerjaan dan uangku semakin menipis. Sering kali terlintas dalam pikiranku apa aku berhenti kuliah saja dan kembali ke kampung halamanku? Namun aku kembali menepis pikiran-pikiran itu disaat memikirkan orang tua dan adik-adikku.
"Teteh gak apa-apa, Mah. Teteh masih punya uang, kok. Ini juga baru beli makan sama fried chicken." dustaku pada ibuku. Aku mengapit HPku diantara bahu dan telingaku sementara tanganku sibuk mengupas kentang yang dikirimkan minggu lalu oleh orang tuaku yang merupakan petani sayur.
"Udah, Mama simpen uangnya buat bekel sekolah Annis sama Asha, ya. Mama sama Bapak gak usah mikirin Teteh." Aku menolak saat ibuku mengatakan akan mengirimkan uang untukku. Lebih baik uang orang tuaku difokuskan untuk kepentingan sekolah adik-adikku, Annisa dan Ashanti.
Sebenarnya aku membutuhkan uang itu, jujur aku sudah bosan makan kentang dan sayuran kukus. Selama beberapa hari terakhir itulah yang aku makan untuk menghilangkan rasa laparku. Tapi mau bagaimana lagi, aku harus berhemat.
Hingga suatu hari Bi Dini, kerabat dari ayahku yang bekerja sebagai asisten rumah tangga pada sebuah keluarga kaya raya, menawarkanku sebuah pekerjaan. Bi Dini terpaksa pulang ke kampung halaman kami karena suaminya sakit keras. Ia tidak bisa berhenti dari pekerjaannya jika tidak menemukan orang yang menggantikannya.
Karena sama-sama berada di kota besar ini, aku merasa berkewajiban membantu bibiku itu dan aku memang sangat membutuhkan pekerjaan agar aku bisa tetap berada disini dan menyelesaikan kuliahku. Akhirnya disinilah aku, menggantikan Bi Dini menjadi asisten rumah tangga di salah satu unit Apartemen ini.
Aku akan tinggal untuk menjadi ART di apartemen yang ditinggali oleh seorang tuan muda yang masih duduk di bangku kelas 12 yang bernama Alghiffari Airlangga. Dia adalah putra kedua dari direktur utama PT Melcia Properti, perusahan yang memiliki beberapa real estate di kota-kota besar di Indonesia, termasuk apartemen yang sedang aku tatap ini.
Kabar baiknya, mereka adalah orang yang sangat kaya raya. Otomatis gaji ARTnya juga bisa dikatakan lumayan. Kabar buruknya, putra kedua mereka memiliki sikap yang sangat menyebalkan. Dia sangat tempramental. Setidaknya itulah yang sering bibiku katakan. Aku tidak tahu seburuk apa tabiat majikanku itu, yang pasti aku semakin tidak semangat untuk melakukan pekerjaan baruku ini.
Dengan malas aku melangkahkan kaki memasuki apartemen mewah itu. Aku masih tidak percaya, aku datang ke Jakarta untuk memperbaiki nasib keluargaku, namun aku disini malah bekerja sebagai ART, pekerjaan yang sama dengan yang dilakoni Bi Dini yang hanya lulusan SMP. Harga diriku sedikit terluka karenanya.
Tapi aku berusaha positif thinking. Semoga ini adalah salah satu bentuk perjuanganku sebelum aku menjadi orang sukses nanti. Semoga saja.
Kini aku berada di depan pintu sebuah unit di lantai dua puluh. Aku memasukkan kode akses dan seketika pintu itupun terbuka. Bibiku memang sudah memberikanku kode akses untuk pintu apartemen itu, dan mengatakan aku langsung masuk saja karena di jam segini majikanku itu memang masih belum pulang dari sekolahnya.
Aku terperangah melihat betapa nyaman dan mewahnya apartemen yang didesain dengan dominasi warna abu itu. Apartemen itu sangat nyaman dan luas untuk ditinggali seorang diri. Dapur, ruang tengah, dan juga ruang makan berada di satu ruangan. Ada dua buah kamar yang saling berhadapan dan aku melihat sebuah lorong kecil di sisi dapur. Aku berjalan kesana dan mendapati sebuah kamar kecil tanpa jendela dengan kasur kecil, lemari, dan meja rias yang bisa juga difungsikan menjadi meja belajar. Sudah pasti ini adalah kamarku.
Aku segera membereskan barang-barangku, memasukkan pakaianku ke dalam lemari kecil itu. Pun, Buku-buku dan laptop aku letakkan di meja rias itu.
"Bi!!" Terdengar teriakan dari luar sana.
Aku segera bergegas keluar kamar untuk menemui pemilik suara itu, yang aku yakin adalah majikanku, Alghiffari Airlangga.
"Iya, Tuan." Jawabku, dengan segera menghampiri seorang remaja laki-laki dengan seragam putih abu yang duduk di sofa ruang tengah, sedang membuka sepatunya. Cowok itu mendongak dan betapa tercengangnya aku.
Alghiffari sungguh cowok paling tampan yang pernah aku lihat. Aku melihat wajah dengan garis wajah yang begitu tegas dan sorot mata tajam dengan manik mata hitam yang bersinar seakan terdapat kerlipan bintang di sana. Hidungnya bangir sempurna. Kulitnya putih cerah tanpa cela.
Cowok dengan wajah nyaris sempurna itu bangkit dari sofa, seakan ingin menampakkan betapa menjulangnya dirinya. Aku hanya setinggi bahunya, aku kira. Dada bidang dan badan tegap sempurna itu berdiri kokoh di hadapanku.
Alghiffari menatapku dengan tatapannya yang bingung, "Lo siapa?"
Dengan segera aku menyadarkan diriku dan menjawab pertanyaan bernada dingin itu, "saya Ayana, Tuan. Keponakannya Bi Dini, kebetulan Bi Dini sudah berhenti jadi say...."
"Bikinin gue minum." Potongnya sembari melangkah menuju kamarnya. Sepertinya ia sama sekali tak peduli siapa asisten rumah tangganya, selama ada orang yang melayaninya tidak ada masalah baginya.
"Baik, Tuan. Tuan mau dibuatkan apa?" Tanyaku dengan sopan.
Alghiffari menghentikan langkahnya dan membalikkan tubuhnya ke arahku, "lo gak dikasih tahu sama bibi lo, kesukaan gue apa?!" Bentaknya. Kedua alis tebalnya bertemu.
Aku mendengus dalam hati. Bentakan pertama di kurang dari 5 menit pertama bekerja. Terbukti sudah ucapan bibiku yang mengatakan majikanku ini memang sangat tidak ramah. Rasa kagumku terhadap ketampanannya memudar karena bentakannya itu.
"Maaf, Tuan. Saya tidak tahu." Cicitku seraya menundukkan kepalaku, aku sama sekali tidak ingin mencari masalah dengan remaja yang sama sekali tidak manis ini.
"Bikinin gue lemonade! Inget itu! Kalau gue baru pulang dari manapun bikinin gue lemonade, pake gula dikit aja. Ngerti lo?!" Ucapnya masih dengan nada tinggi.
"Baik, Tuan."
Aku segera berjalan menuju dapur. Pantas saja sikapnya begitu asam, minuman favoritnya saja minuman sari buah lemon dengan sedikit gula, aku mendengus dalam hati.
Tring.
Seketika moodku berubah saat mendengar satu notifikasi masuk. Aku menoleh ke arah layar HP yang aku letakkan di konter meja dapur. Reflek kedua ujung bibirku tertarik ke atas, menerbitkan sebuah senyum di bibirku. Sebuah pesan dari seseorang yang aku beri nama Hyuga telah membuat moodku yang buruk berubah begitu saja. Hanya satu kalimat yang dikirimkannya, namun mampu membuat hatiku terlonjak bahagia.
[Hyuga] : Ay, lagi apa?
- - -
Ayana Pitaloka
Alghiffari Airlangga
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments
Erni Fitriana
cuzzzzz ksrya selanjutnya yg kubaca
2024-06-04
1
Winters
woahhh kakak yang baik
2023-05-27
1
Winters
wah pasti km pinter sampai dpt beasiswa
2023-05-27
1