Malam harinya, aku terus menggerak-gerakkan tubuhku, mencari posisi yang nyaman agar bisa terlelap. Namun kantuk tidak juga kunjung menghampiri kedua mataku. Sudah dua jam aku seperti ini.
"Aku gak bisa tidur. Kenapa sih aku terus keinget kejadian tadi siang?" Aku bermonolog dengan frustasi, seraya bangkit dari posisi berbaringku.
Kepalaku terus memutar kejadian di danau itu. Tubuhku seketika panas dingin, reflek tanganku menyentuh bibirku. Sekelebat terbersit begitu saja saat bibir Ghiffa menempel di bibirku.
Siang tadi...
Beberapa saat aku tertegun. Sorot mata Ghiffa seakan menusuk hingga ke jantungku. Entah mengapa aku tidak bisa mengalihkan pandanganku dari Ghiffa. Aku bertanya-tanya, kenapa Ghiffa tidak mau aku bertemu lagi dengan Tuan Gazha?
Akhirnya aku mendapatkan kembali kendali akan diriku. Aku mengerjapkan mata beberapa kali mencoba menghilangkan rasa gugupku, dan menetralkan laju jantungku. "Saya gak ketemu sama Tuan Ghaza. Saya hanya mengantarkan susu coklat untuknya, Tuan." Terangku kemudian.
"Apapun alasan lo, jangan pernah berduaan kaya tadi." Tegasnya.
"Saya gak bermaksud berduaan, Tuan. Tuan Ghaza hanya bertanya pada saya, dan saya menjawabnya."
Entah mengapa aku harus menjelaskan ini pada Ghiffa, seperti dia sedang cemburu saja jatuhnya.
"Dengerin," tangan Ghiffa menyentuh daguku, membuatku menatap lagi ke arahnya, tatapan kami bertemu kembali, "Pokoknya, gue gak mau lihat lo sama dia lagi. Kalau lo ketemu dia, lo harus segera pergi. Kalau lo disuruh nyokap gue ke rumah, lo bilang sama gue. Kalau gue gak ada kayak tadi. Lo tunggu sampai gue dateng. Cari alasan ke nyokap gue biar lo bisa nunggu sampai gue dateng. Ngerti?"
Ada apa dengan tuan mudaku ini? Mengapa sikapnya begitu posesif? Sikap Ghiffa membuat benakku berkelana. Apa benar Ghiffa cemburu? Namun segera aku menghalau pikiran itu. Tidak mungkin 'kan hal itu terjadi pada majikanku ini terhadapku, asisten rumah tangganya?
"Kenapa harus begitu, Tuan?" Tanyaku masih kebingungan.
Ghiffa bungkam. Tidak menjawabku. Tangannya yang memegang daguku beralih ke pipiku. Tubuhku mematung, aku kembali kehilangan kendali akan diriku. Sentuhan Ghiffa pada pipiku seakan mengalirkan sesuatu yang membuatku tidak mampu menggerakkan tubuhku sama sekali. Tiba-tiba saja wajah Ghiffa mendekat, tatapannya hangat menatap mataku, kemudian berpindah ke bibirku. Seketika aku merasakan sesuatu yang lembut dan hangat di bibirku.
Sesuatu itu... bibir Ghiffa.
Otakku seperti error untuk beberapa saat. Ujung hidung Ghiffa terasa menyentuh pipiku, dikala bibir Ghiffa menyentuh bibirku. Dan semua itu terjadi begitu saja.
Tak lama, Ghiffa menjauh. Menatapku sekilas, dan kemudian, "ayo pulang. Gue laper." Ujarnya singkat, seraya bangkit dari sebelahku dan berjalan menuju motornya.
Aku masih mematung pada posisiku. Bertanya pada diriku sendiri, apa yang baru saja terjadi? Apa barusan aku baru saja mengalami salah satu scene yang sering aku lihat di drama korea yang pernah aku tonton?
Ghiffa menciumku.
Apa benar itu yang terjadi? Apa benar begitu? Lalu kenapa? Bukankah dia sudah memiliki seorang pacar?
Dan aku...
Ya Tuhan, Zayyan! Tanpa sadar aku sudah mengkhianatinya! Seharusnya saat ini yang paling layak mendapatkan ciuman dariku adalah Zayyan karena dia adalah pacarku. Ditambah lagi itu adalah ciuman pertamaku. Harusnya Zayyan yang menerimanya.
Zayyan, maafkan aku.
Seketika aku marah pada Ghiffa. Aku mengerling marah padanya, beranjak dari dudukku dan menghampirinya. Tak lupa aku bawa rantang berisi bahan masakan itu.
"Tuan!" Aku dikuasai amarahku, "kenapa Tuan ngelakuin itu?"
Ghiffa mulai menyalakan motornya setelah sebelumnya ia menggunakan helm full facenya. Ia mengulurkan helm untuk aku pakai, "Ngelakuin apa?" Tanyanya tanpa rasa bersalah.
Aku tidak mampu menanyakannya. Aku terlalu malu. Sekarang saja saat aku menatap mata Ghiffa yang menatapku dibalik helm fullfacenya, membuat memori beberapa menit yang lalu kembali berputar di dalam benakku. Seketika membuat wajahku memanas. Aku yakin pipiku semerah tomat sekarang.
Aku pun memutuskan untuk berjalan meninggalkan Ghiffa. Aku tidak bisa bersikap biasa saja padanya setelah apa yang baru saja ia lakukan padaku. Aku tidak bisa menghadapinya!
"Ayana! Mau kemana?" Teriak Ghiffa, sedangkan aku terus melangkahkan kakiku secepat yang aku bisa. Aku tidak mungkin pulang bersamanya. Duduk di jok belakang seperti tadi setelah dia menciumku, sungguh tidak bisa!
Aku terus berjalan tidak menggubrisnya yang terus meneriakkan namaku. Aku juga tidak memedulikan peringatan yang begitu saja muncul di kepalaku: Ayana, dia majikan kamu, dia bisa saja memecat kamu setelah ini!
Masa bodoh! Aku akan mendapatkan pekerjaan lain jika aku dipecat, optimis saja dulu.
Namun sepertinya Tuhan tidak mengizinkan aku untuk berjalan menyusuri perumahan elit yang untuk mencapai gerbangnya saja bisa memakan jarak berkilo-kilo meter. Seekor anj*ng tiba-tiba saja menghampiriku. Ia terlihat sangat kelaparan dan terus menggonggong ke arahku. Sepertinya ia mencium bau daging dari rantang yang aku bawa.
Aku mencoba mengusirnya, namun hewan itu semakin mendekatiku dan mencoba meraih rantang yang aku pegang, "Hey pergi dasar guguk!" Usirku pada hewan itu.
Namun dia menggonggong semakin keras dan membuatku takut. Aku pun sontak berlari ke arah danau lagi. Aku menoleh ke belakang dan hewan itu mengejarku! Aku berlari semakin kencang, sekuat tenaga mencoba lepas dari hewan yang terus mengejarku itu.
Aku melihat Ghiffa masih berada disana, di atas motornya.
"TUAN TOLONG!" Teriakku.
Ghiffa malah tertawa melihatku yang berlari dengan ekspresi takutku. Dia kembali ke mode tuan muda menyebalkan.
Aku sedikit melempar rantang yang aku bawa pada Ghiffa, dan reflek Ghiffa menangkapnya. Aku menumpukan kedua tanganku pada kedua pundaknya, satu kakiku naik ke step motornya dan seketika aku sudah duduk di belakang Ghiffa.
"Tuan cepetan pergi! Itu guguknya ngejar saya!" Ujarku panik dengan nafas menderu. Kakiku terus menendang-nendang ke arah hewan yang belum menyerah untuk membegal daging yang aku bawa.
Ghiffa memberikan helm dan rantangnya padaku, segera ia melajukan motornya.
"Cepetan, Tuan!!" Teriakku saat hewan itu hampir saja menggigit sepatuku, namun gagal karena Ghiffa segera melajukan motornya.
Ghiffa semakin kencang menarik pedal gas di tangannya dan jarak kami dengan hewan itupun semakin jauh, hingga akhirnya hewan itupun menyerah dan berhenti mengejar.
Aku menghela nafas lega.
"Gak jadi lo mau pulang sambil jalan?" Sindir Ghiffa. Ia memerhatikan ekspresi wajahku dari spion sebelah kiri.
Aku menekuk wajahku. "Ya udah, turunin saya di sini aja, Tuan." Ucapku lesu.
Namun sebelah tangan Ghiffa meraih tanganku dan menyimpannya di perutnya. "Pegangan. Gue gak akan nurunin lo."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Erni Fitriana
suka nih jangan jangan
2024-06-04
1
meE😊😊
ini mh art mrangkap jd pacar🤭🤭
2023-08-08
1
rista_su
penasaran
2023-06-17
1