"Maafin aku ya. Aku takut kamu gak bisa nerima aku kalau aku masih SMA. Makanya aku gak bilang."
Ya Tuhan, Zayyan. Aku menghela nafasku. Jelaslah, jika ia masih SMA Aku tidak akan menerimanya menjadi pacarku. Bagaimana aku bisa berpacaran dengan cowok yang lebih muda dariku? Terlebih dengan cowok yang masih bersekolah.
Namun kini aku sudah terlanjur menyukai Zayyan. Tidak bisa aku menyalahkannya.
"Terus kamu kerja di coffee shop itu juga bohong?" Tanyaku.
"Enggak, kalau itu bener, 'kok. Aku emang sambil part time disana. Pulang sekolah aku kerja disana. Aku ini beda sama anak-anak disini, Ayana. Aku bisa sekolah di sini karena beasiswa."
Tunggu. 'Ayana'? Biasanya Zayyan memanggilku 'Yang'. Setelah kami resmi pacaran, itulah panggilan dia padaku. Kalaupun memanggil nama, ia akan memanggil 'Ay', bukan 'Ayana'.
"Beasiswa?" Tanyaku.
"Iya. Aku masuk 5 besar terus, sejak kelas 10." Ucap Zayyan sedikit malu.
Okay, aku baru tahu tentang ini. Dan Zayyan biasanya akan narsis dan bangga terhadap pencapaiannya, namun kali ini dia malah terlihat malu-malu. Entah mengapa aku merasa suaranya juga sedikit berbeda. Apa mungkin karena bertemu langsung ya? Waktu pertama bertemu dengannya aku juga merasa suaranya berbeda. Suara Zayyan biasanya agak berat, namun kali ini suaranya lebih tinggi dan lembut.
"Wah keren banget pacarku. Jadi sekarang kamu kelas berapa?"
"Aku kelas 12." Ucapnya singkat.
"Sama kayak Ghiffa, dong?" Tanyaku. "Tapi, kamu kok bisa diem aja pas Ghiffa lemparin bola ke kamu terus kamu dipukul kayak gini?"
"Aku..." Zayyan terlihat berpikir, dia seperti bingung akan menjawab apa. "Aku juga gak tahu."
Zayyan seperti menyembunyikan sesuatu.
"Kok gak tahu? Kamu tuh harusnya lawan, Ga. Jangan diem aja."
"Buat apa? Gimana kalau beasiswa aku dicabut? Aku gak akan bisa sekolah lagi disini." Ucapnya sedih.
Zayyan yang aku tahu selalu percaya diri, kini malah terlihat murung dan pasrah.
"Kenapa kamu bisa sekolah disini pake jalur beasiswa?"
"Waktu SMP aku dapet tawaran buat lanjut kesini. Aku ambil aja karena ini kesempatan bagus banget. Lulusan SMA Centauri rata-rata bisa lanjut ke universitas yang bagus. Alumninya juga sukses-sukses, jadi aku gak mau ngelewatin kesempatan aku buat ngubah nasib keluarga aku."
Ternyata seperti itu, aku semakin terpesona padanya. Dia memang selalu memikirkan keluarganya.
"Kamu kok bisa ada di sini? Kamu kok pakai name tag karyawan SMA Centauri?" Tanyanya.
"Iya, Ga. Aku kerja disini. Aku harus ngawasin majikanku itu."
"Majikan? Siapa emang?"
Perasaan aku sudah pernah mengatakannya, bahkan aku sering cerita padanya tentang kelakuan Ghiffa yang buat aku sakit kepala. Tentunya bagian dia minta aku cium setiap hari tidak aku ceritakan. Bisa terjadi perang dunia ketiga kalau itu terjadi. Tapi kenapa sekarang Zayyan malah bertanya? Apa dia lupa?
"Ghiffa, Ga. Masa kamu lupa sih, 'kan aku sering cerita tentang dia. Eh tapi aku juga gak nyangka kamu ternyata kenal sama dia. Kamu kok gak pernah cerita?" Protesku.
"Oh iya. Maaf aku lupa, Ayana." dia memanggilku itu lagi. Juga, entah perasaanku atau bukan, Zayyan terlihat terkejut.
"Aku diminta sama Nyonya Natasha buat ngawasin dia. Gak ngerti lagi deh, gak cukup gitu aku serumah sama dia. Setiap hari ladenin dia marah-marah, ngedumel, komentarin kerjaan aku, sekarang aku harus awasin dia di sekolah juga."
"Kamu serumah sama Ghiffa?!" Teriaknya.
"Kamu 'kan udah tahu. Aku sering cerita sama kamu tentang dia 'kan. Aku cerita supaya kamu gak salah paham."
Sebenarnya Zayyan mendengarku tidak sih jika aku bercerita padanya tentang majikanku itu? Juga kalau Zayyan sekolah di SMA Centauri seharusnya ia mengetahui ini 'kan? Aku pernah bercerita padanya bahwa majikanku itu bernama Al-ghiffari Airlangga dan bersekolah di SMA Centauri. Seharusnya dia sudah tahu 'kan? Apalagi dia sering menjadi objek bulinya Ghiffa.
"Ah, iya. Aku lupa. Maaf ya." Ucapnya.
Lupa terus, itu sudah ia katakan berapa kali sejak tadi? Kenapa aku menjadi curiga ada yang tidak beres dengan Zayyan?
"Aku kira kamu itu masih SMP." Zayyan berbicara lebih seperti bergumam.
Apa? Kenapa dia berbicara seakan baru bertemu denganku? Itu yang sering aku dengar dari orang-orang yang baru pertama melihatku. Aku sering dikira masih SMP, karena tubuhku yang pendek. Lalu aku juga tidak pernah menggunakan make up. Maka dari itu aku selalu terlihat lebih muda dari usiaku, bahkan hampir selalu dianggap masih remaja tanggung.
Ditambah ini Zayyan. Pacarku. Dia sudah mengenalku semenjak beberapa bulan lalu. Walaupun kami baru bertemu sebulan yang lalu, tapi 'kan rasanya sangat aneh jika ia mengira aku masih anak SMP sekarang.
"Ah, maksud aku kamu itu imut kayak biasanya, kayak anak SMP." Zayyan sedikit kegalapan.
"Ini pertama kalinya loh kamu bilang aku imut," ujarku sumringah.
Zayyan kembali gelagapan, "Masa sih, aku lupa." kemudian tertawa canggung.
Zayyan mendadak jadi pelupa seperti ini, sih?
"Oh iya," aku menatapnya dengan cemberut, "Kamu kenapa sih suka gak mau kalau aku ajak ketemu. Ada aja alesan kamu. Motor kamu diservice, sibuk kerjalah, apalah. Beberapa hari lagi kita satu bulan loh."
"Iya, maaf ya. Kamu tahu 'kan sekarang, aku sekolah terus kerja juga. Jadi aku jarang bisa ketemu kamu."
"Tapi lusa tanggal 17, kita main pokoknya, ya. Please?" Aku memohon.
Zayyan terlihat berpikir, "Nanti aku kabarin ya."
Seketika aku kecewa mendengar ucapan Zayyan. Bagaimana bisa dia menjawab seperti itu di saat aku meminta kami merayakan satu bulan kami berpacaran?
"Jangan kecewa, ya. Aku pasti kabarin kok. Aku harus tanya dulu, soalnya tanggal 17 itu 'kan sabtu. Aku sering dapet lemburan. Lumayan soalnya uangnya."
Setahuku Zayyan tidak bekerja di hari Sabtu.
"Kok kamu gak pernah bilang? Setahu aku kamu gak kerja 'kan di hari Sabtu."
"Ah? Iya maaf, baru-baru ini kok. Aku kerja di hari Sabtunya." Zayyan tertawa canggung. Lagi.
"Oh," ucapku ragu. Apakah masih ada hal yang tidak aku ketahui tentang Zayyan? Sepertinya banyak. Dia banyak merahasiakan sesuatu dariku.
"Ayana, jangan marah ya." Ucapnya.
Sudahlah, aku seharusnya merasa senang. Karena mulai sekarang aku akan sering bertemu dengannya.
Ini kesempatanku, aku tersenyum penuh arti. "Kamu gak mau aku marah 'kan? Kalau gitu..." Aku melihat ke sekeliling, tidak ada orang. Sekitaran UKS juga cukup sepi, dan aku melihat CCTV juga tidak ada yang mengarah ke tempat kami duduk. Aku meraih tangannya dan menautkan jari-jariku diantara jari-jarinya.
Aku tersenyum padanya. Sudah lama aku ingin bersentuhan seperti ini dengan pacarku.
Zayyan terlihat sangat terkejut. Namun kemudian tersenyum juga padaku.
Aku menyandarkan kepalaku pada bahunya seraya berkata, "Aku seneng deh, karena sekarang kita bakal sering ketemu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Natha
Zayyan lebih brengseknya...
manfaatkan keadaan melanjutkan kebohongan
2024-08-31
2
Erni Fitriana
🤣🤣🤣🤣atiati...ketimpuk bola basket lgiiiiiii
2024-06-04
1
meE😊😊
mnt d timpuk ni si zayyan..
2023-08-08
2