Aku duduk di salah satu kursi bar di dapur rumah kediaman keluarga Airlangga. Aku sedang menunggu Bi Susi menyiapkan beberapa makanan yang Natasha ingin aku bawa untuk Ghiffa. Diam-diam aku terperangah. Apartemen Ghiffa saja sudah sangat mewah bagiku. Namun dapur ini jauh lebih mewah dan luas. Kalau Ghiffa melihat ekspresi wajahku saat ini, dia pasti akan mengatakan kalau aku norak.
"Ayana, nanti kamu tinggal goreng atau panggang aja ini dagingnya tiap Tuan Ghiffa mau makan." Pesan Bi Susi sembari memasukkan berbagai daging sapi, daging ayam, dan seafood yang sudah dimarinasi ke beberapa wadah.
"Siap, Bi. Ini Bibi yang marinasi sendiri?" Tanyaku.
"Iya dong. Tuan Ghiffa suka banget sama masakan bibi. Cuma semenjak pindah Tuan Ghiffa jadi jarang makan masakan bibi. Padahal kalau makan masakan bibi bisa nambah sampai tiga piring." Ucapnya bangga.
Aku mengangguk paham. "Bi, kenapa sih Tuan Ghiffa bisa pindah dari sini? Padahal dia segala harus dilayanin tapi harus tinggal sendirian gitu di apartemen. Apa Tuan Ghiffa pengen tinggal sendiri gitu supaya bisa lebih bebas?"
"Tuan Ghiffa pengennya juga tinggal disini. Kamu sendiri tahu 'kan Tuan Ghiffa itu gak bisa hidup sendirian. Orang dari kecil dimanja banget sama nyonya. Cuma Tuan Ghiffa itu gak akur sama kakaknya. Makanya sampai harus pindah. "
"Bi..."
Sontak aku dan Bi Susi menoleh ke arah pintu dapur. Seorang pria muda berdiri di sana. Wajahnya terasa familiar. Hidung mancung, rahang tegas, tubuh menjulang tinggi dan kulit putih cerah membuatku sedikit menahan nafas. Pria ini mirip dengan Ghiffa. Memang tidak mirip sekali, namun ada raut wajah Ghiffa pada pria itu. Hanya kalau Ghiffa tampan khas remaja laki-laki. Pria ini terlihat lebih dewasa, terutama dengan kumis dan jambang tipis yang menghiasi wajahnya yang menambah kesan maskulin.
"Iya, Tuan. " Sahut Bi Susi.
"Tolong, bawakan susu coklat panas ya. Saya tunggu di kamar. " Ucap pria itu ramah seraya melonggarkan dasinya.
"Siap, Tuan. Kayak biasa 'kan? " Bi Susi memastikan.
"Iya bi, kayak biasa." Tanyanya ramah, ia melihat ke arahku. "Ini siapa?"
Sontak aku berdiri, "Saya Ayana, Tuan. Saya asisten di apartemennya Tuan Ghiffa."
Wajahnya yang ramah sedikit mendingin, "oh. Ganti lagi yang ngurusin dia? "
Tanpa mendengar sahutan dariku, pria itu keluar dari dapur. Aneh sekali. Wajahnya yang ramah, tiba-tiba saja berubah dingin.
"Siapa itu, Bi? " Tanyaku pada Bi susi.
"Tuan Ghaza. Kakaknya Tuan Ghiffa, anak pertamanya Tuan Musa dan alm. Nyonya Diani. "
"Pantesan mirip banget sama Tuan Ghiffa. Eh, Tuan Ghaza bukan anaknya Nyonya Natasha? " Tanyaku.
"Bukan. Sini deh, " Bi Susi mendekatkan wajahnya padaku. Akupun mendekat pada bi Susi, "Nyonya Natasha dateng kesini waktu lagi hamil 5 bulan."
"Hah?!" Refleks aku berteriak.
"Ssstt.." Bi Susi meletakkan telunjuknya di bibirnya. "Nyonya Natasha itu dulu kerja jadi resepsionis di kantornya Tuan Musa. Mereka ketemu di acara kantor dan ngelakuin 'itu'. Eh taunya Nyonya Natasha hamil. Pas Nyonya dateng kesini, tadinya Nyonya gak diterima. Tuan gak mau ngaku kalau itu anaknya. Tapi akhirnya, Nyonya Natasha diizinkan tinggal disini tapi tinggalnya di kamar tamu. Pas Nyonya Natasha melahirkan, baru dilakukan tes DNA dan ternyata anaknya bener anaknya Tuan Musa. Tuan Musa akhirnya nikahin Nyonya Natasha."
Aku menjauhkan diriku dari bi Susi dengan perasaan syok. Awal kehidupan dari tuan mudaku itu sungguh seperti kisah yang aku lihat di sinetron atau novel.
"Terus kenapa bisa jadi kayak musuhan gitu antara Tuan Ghaza dan Tuan Ghifa?" Tanyaku.
"Kalau itu bibi juga kurang tahu. Padahal Tuan Ghaza biasa aja sama Nyonya Natasha, yah bukan yang deket banget. Tapi gak mempermasalahkan Tuan Musa nikah lagi gitu. Cuma kalau sama Tuan Ghiffa, kayak yang benci banget." ucap Bi Susi.
"Bi, udah nyiapin makanan buat Ghiffanya?" Tiba-tiba saja Nyonya Natasha masuk ke dalam dapur, membuat aku dan Bi Susi yang sedang bergosip mengenai dirinya sontak terdiam dengan jantung yang berdegup kencang.
Namun sepertinya Nyonya Natasha tidak mendengarkan, karena ia bersikap biasa saja.
"Udah, Bu. Ini tinggal ditutup wadah-wadahnya. Saya mau bikinin susu coklat dulu buat Tuan Ghaza ya, Bu." Izin Bi Susi mulai meracik susu coklat pesanan sang majikan.
"Ya udah kalau gitu biar aku aja ya Bi yang beresin." Aku mulai menutup satu persatu wadah itu.
"Kalau udah gitu kamu segera pulang aja ya, Ayana." Titah Nyonya Natasha, "Oh iya, Bi Susi makan untuk suami saya udah?"
"Sudah, Nyonya. Saya antarkan dulu susu coklatnya ke Tuan Ghaza ya, Bu. Setelah ini saya bawakan makanan untuk Tuan Besar." Ucap Bi Susi.
"Gini aja, Ayana sebelum pulang kamu antarkan susu coklatnya ke Ghaza, ya. Biar Bi Susi nyiapin makanan." Titah Nyonya Natasha.
"Baik, Nyonya." Patuhku dan Bi Susi bersamaan. Kemudian Nyonya Natasha pergi dari dapur.
Bi Susi menyerahkan nampan dengan segelas susu coklat itu padaku, "Nih. Kamu anterin ya ke kamarnya Tuan Ghaza. Kamu naik tangga terus nanti belok ke kanan, ada kamar yang paling kiri dekat balkon. Itu kamarnya Tuan Ghaza."
"Siap, Bi. Aku ke atas dulu ya." Ucapku dengan nampan di tanganku.
Aku mulai menaiki tangga dan mengikuti instruksi dari Bi Susi dan sampai di satu kamar paling kiri. Akupun mengetuk pintu dan terdengar sahutan dari dalam.
Aku membuka pintu dan melihat Tuan Ghaza sudah mengganti pakaiannya, membuatnya terlihat jauh sebih santai. Ia menggunakan celana training berwarna abu gelap dan kaos navy dengan tangan panjang. Ia sibuk berada di meja kerjanya dengan laptopnya.
"Silahkan, Tuan." Ucapku seraya menyimpan segelas susu coklat di depannya.
"Kamu yang nganterin?" Tanyanya menatapku sekilas.
"Iya Tuan, Bi Susi tadi sedang menyiapkan makanan untuk Tuan Musa. Jadi saya yang mengantarkan." Ucapku sopan, "Permisi, Tuan."
Aku pun membalikkan badanku tidak menunggu Ghaza menyahut, kemudian berjalan menuju pintu.
"Kamu kelas berapa?" Tanya Ghaza tiba-tiba.
Sontak aku membalikkan badanku, "Saya sudah kuliah, Tuan. Semester tiga."
"Saya kira kamu masih SMP." Sudah sering aku mendengar orang mengatakannya. Akupun hanya tersenyum kecut dan berniat pergi dari sana.
"Kamu mahasiswa tapi jadi ART?"
Aku menghentikan langkahku yang akan menuju pintu kemudian menjawab, "Iya Tuan. Saya keponakannya Bi Dini. Kebetulan saya memang kuliah di Jakarta dan saya membutuhkan pekerjaan. Jadi saya menggantikan Bi Dini bekerja di sini."
"Kamu kuliah dimana? Jurusan apa?" Tanyanya.
Ghaza terlihat penasaran.
"Saya Kuliah di Universitas Z, Tuan. Jurusan agribisnis."
"Agribisnis?"
"Iya, Tuan. Orang tua saya petani sayur jadi saya berencana kembali ke kampung saya setelah kuliah nanti dan mulai mengembangkan ladang sayuran disana." Jelasku.
Ghaza terlihat tertarik saat aku mengetahui jurusanku. Tiba-tiba saja pintu kamar Ghaza yang terbuka, terbuka lebih keras sampai ujung handle pintu itu membanting tembok dan menimbulkan suara yang keras. Seseorang telah membukanya dengan cara yang kasar.
Tentu saja, pelakunya adalah Ghiffa.
Sorot mata Ghiffa penuh kebencian menatap pada kakaknya, Ghaza, lalu ia menatapku dengan marah. Sontak Ghiffa mencengkram tanganku, "Ayo pergi dari sini."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Natha
naga naganye
ada yang cemburu nih🤣🤣🤣🤣
2024-08-31
2
Erni Fitriana
o'oooooooooo
2024-06-04
1
nanda salsa
nnnenwnwnwnwnwn
2024-03-30
1