Aku dan Ghiffa berada di lift. Kami akan pergi ke sekolahnya bersama-sama. Aku berdiri agak di belakang dan dia berada di depan sebelah kananku. Beberapa kali ia seperti melirik ke arahku. Entah betul melirik atau tidak aku tidak yakin.
Beberapa saat kemudian kami sampai di basement. Ghiffa berjalan ke sebuah mobil berwarna merah. Mobilnya bagus sekali. Hanya ada dua pintu dan dua kursi, untuk pengemudi dan 1 penumpang. Aku bertanya-tanya, kenapa ada mobil yang sangat tidak efisien seperti itu? Kalau hanya untuk dua orang, apa bedanya dengan motor? Jika aku memiliki mobil suatu hari nanti, aku akan beli yang besar yang bisa memuat banyak orang agar seluruh keluargaku bisa masuk ke dalamnya.
"Lo ngapain sih ngelamun? Ayo cepetan masuk!" Ghiffa yang sudah masuk ke kursi kemudi segera mengeluarkan kepalanya untuk berbicara padaku. Aku segera memasuki kursi penumpang sebelum majikanku ini kembali mengomel.
Aku kembali tercengang, di dalam mobil itu bahkan lebih menakjubkan lagi. Mobil ini pasti mahal sekali. Tidak henti-hentinya aku merasa takjub mengagumi desain interior dari mobil yang didominasi warna hitam dan merah marun itu.
"Lo mau cengo sampai kapan? Tahu gitu lo pake angkutan umum aja sana." Ghiffa mendumel dari kursi kemudinya.
Aku menatapnya dengan bingung, aku sudah duduk dengan nyaman bukan di kursi ini? Kenapa dia belum melajukan mobilnya?
"Cepetan pakai sabuk pengamannya biar gue bisa jalanin mobilnya!" Ucapnya tak sabar.
Ah, jadi itu. Akupun segera meraih sabuk pengaman di sisi sebelah kiri dan memasukkan penguncinya pada lubang di sebelah kananku, namun entah kenapa penguncinya itu sulit masuk.
Ghiffa segera membantuku, "lo udik banget sih, pasang sabuk pengaman aja gak bisa." Tentu bantuannya itu tidak luput dari omelannya.
"Maaf, Tuan. Saya memang belum pernah naik mobil." Ucapku dengan polosnya, itu memang benar. Aku tidak pernah naik mobil, keluargaku tidak ada yang memiliki mobil.
"Hah?" Ghiffa mulai melajukan mobilnya. "Lo tinggal di planet mana gak pernah naik mobil?"
Sial sekali mulut majikanku ini, umpatku dalam hati.
"Pernah sih, Tuan. Tapi bukan mobil bagus seperti ini, paling saya pernah naik angkot dan mobil kol buntung, itu juga saya naiknya di belakang."
"Kol buntung? Mobil apaan tuh?" Tanya Ghiffa.
"Itu Tuan mobil yang dipakai buat bawa barang. Yang belakangnya gak ada apa-apanya."
"Itu namanya mobil pick up!" Protesnya.
"Kalau di daerah saya namanya kol buntung, Tuan."
"Lo beneran orang kampung banget sih. Cara ngomong lo aja gitu." Cemooh Ghiffa.
Aku memang tidak bisa melepaskan logat bahasa Sundaku saat aku berbicara. Aku mendengus, "iya emang saya orang kampung, Tuan. Tuan benar sekali." Ucapku dengan nada tidak suka. Memangnya kenapa kalau aku berasal dari kampung?
"Orang tua lo kerja apa?" Tanya Ghiffa. Dia mulai penasaran padaku atau bagaimana?
"Petani, Tuan. Bapak sama ibu saya menanam kentang dan wortel, dan juga sayuran lain."
"Oh.." Ujarnya singkat.
Aku tidak memperpanjang obrolan. Aku membuka ponselku dan membuka ruang obrolanku dengan Hyuga, eh Zayyan.
Seketika aku tersenyum. Namanya bagus sekali. Zayyan. Seperti pribadinya yang hangat aku yakin saat nanti bertemu dia juga akan sangat menyenangkan. Bagaimana ini aku benar-benar deg-degan! Aku takut dia tidak menyukaiku saat bertemu dengannya nanti. Aku galau sekali.
[Ayana] : Okay, Zayyan. Nanti kita ketemu di Cafe X ya.
Tepat saat itu kami berada di lampu merah. Setelah mengetiknya akupun mengirimkannya pada Zayyan. Tiba-tiba saja ponsel Ghiffa bergetar dan dia meraihnya. Wajah Ghiffa seperti menahan senyum.
Ada apa sih dengan majikanku ini? Dia sepertinya menerima pesan dari seseorang yang disukainya atau semacamnya. Karena kini ia tersenyum salah tingkah sambil memandang layar ponsel yang digenggamnya. Namun aku tidak ingin memikirkannya. Aku pun melihat ke luar jendela, membayangkan pertemuanku nanti sore dengan Zayyan.
***
Kini aku berada di ruang BK, bersama dengan Ghiffa, teman Ghiffa dan orang tuanya, guru kesiswaan, guru BK dan juga walikelas dari Ghiffa. Masalah yang dibuatnya kali ini adalah ia memukul seorang temannya di toilet sekolah kemarin. Aku hanya manggut-manggut saat guru-guru Ghiffa membeberkan segala kenakalan yang pernah dilakukannya. Ini adalah ketiga kalinya ia dipanggil ke BK di kelas 12. Padahal tahun ajaran baru saja dimulai.
Seharusnya ia diskors, tapi sepertinya skors tidak membuat Ghiffa jera. Maka dari itu kali ini dia dihukum untuk membersihkan lapangan basket indoor di sekolahnya.
"Lo ikut gue ke lapangan." Ucap Ghiffa ketika keluar dari ruang BK.
"Mau apa, Tuan?" Tanyaku.
"Ya lo harus bantuin gue bersihin lapangan basket. Gila aja gue harus ngersihin itu berdua doang sama si Nino." Ghiffa mulai melangkahkan kakinya ke arah lapangan basket.
"Nggak, Tuan." Ucapku dengan tegas. "Itu hukuman untuk Tuan, agar Tuan jera dan tidak melakukan kekacauan lagi." Aku memberanikan diri. Aku sudah mendapat izin dari Nyonya Natasha untuk mengurus Ghiffa, berarti Ghiffa adalah tanggung jawabku sekarang. Maka mulai sekarang aku harus bisa mengendalikan majikanku ini.
Ghiffa menghentikan langkahnya dan berbalik ke arahku, "Lo berani..."
"Ghiffa!" Bu Listia, guru BK yang tadi kami temui menangkap basah dirinya yang akan berteriak kepadaku. Ghiffa melihat ke arahnya dengan wajah tidak suka.
"Kamu tidak boleh seperti itu pada orang yang lebih tua! Kamu sekarang segera ke lapangan. Nanti ibu akan mengecek kesana!" Tegur Bu Listia.
Ghiffa menatap tidak suka pada guru itu tanpa berkata apa-apa. Iapun berjalan kembali menuju lapangan basket seorang diri.
Ya Tuhan, pada gurunya sendiri saja ia berani memberikan tatapan kebencian seperti itu. Anak ini sepertinya harus dibawa ke Ustadz Solihin, seorang tokoh masyarakat di kampungku yang suka meruqyah orang-orang yang berperilaku meresahkan seperti Ghiffa.
Guru itu menggeleng-gelengkan kepalanya, merasa tidak habis pikir. "Jujur saya udah pusing ngurusin anak itu. Eh, kamu jangan bilang sama Bu Natasya dan Pak Musa ya." Ucap Bu Listia menyesal setelah keceplosan.
"Gak apa-apa, Bu. Tenang aja saya gak akan bilang sama majikan saya. Bu, apa jika Tuan Ghiffa terus berbuat onar, ia bisa dikeluarkan?" Tanyaku sedikit cemas, mengingat kenakalan yang dibuat Ghiffa sudah sangat banyak.
"Jika tidak ada perubahan terus, seharusnya bisa. Apalagi jika dia melakukan hal yang lebih buruk dari ini. Tapi kami gak bisa apa-apa karena orang tuanya penyumbang dana yang besar untuk sekolah ini. Kamu tahu, sekolah ini sekolah swasta yang berisi anak-anak dari orang-orang dari kalangan atas. Dan orang tua Ghiffa banyak menyumbangkan uangnya untuk yayasan."
"Makanya, dia jadi seberani itu ya, Bu." Ujarku.
"Begitulah. Ghiffa adalah PR terbesar kami. Selain pembuat onar, sikapnya pada guru-guru juga sangat buruk. Dia tidak bisa bersikap sopan pada siapapun. Berdebat dengan guru saja dia berani. Bahkan siswapun banyak yang tidak menyukainya."
Aku kira dengan wajah Ghiffa yang sesempurna itu dia akan memiliki banyak fans, ternyata tidak. Sungguh mengejutkan.
"Siswa juga tidak menyukainya? Apa dia tidak memiliki teman bu?" Tanyaku penasaran.
"Yah teman-temannya sama seperti dia, satu circlelah, biasa. Anak-anak selalu mencari teman yang satu frekuensi dengannya, bukan? Siswa perempuan banyak yang mengaguminya, karena kamu tahu, Ghiffa salah satu siswa paling ganteng. Tapi tidak ada yang berani mendekatinya. Karena dia terkenal kasar dan tidak suka jika ada orang yang mendekatinya. Padahal jika dia tidak seperti itu, dia pasti akan menjadi idola di sekolah ini. Udah ganteng, tajir, pintar, dan atlet futsal juga."
"Tuan Ghiffa pintar dan juga atlet, Bu?" Tanyaku tidak percaya.
"Waktu awal kelas 10 di semester pertama, dia ranking 1. Dia juga andalan tim futsal. Namun saat semester kedua dia berubah. Nilainya anjlok, keluar dari tim futsal dan masuk ke tim basket. Tapi di tim basket dia terus membuat masalah. Hingga akhirnya dia tidak aktif lagi di futsal ataupun basket. Entah ada masalah apa dengan anak itu."
Aku tidak menyangka sama sekali kehidupan Ghiffa di sekolah seperti itu.
"Aduh saya jadi ngajak kamu ngobrol gini. Maaf ya. Kamu mau pulang sekarang?" tanya guru BK Ghiffa yang bernama Bu Listia.
"Gak apa-apa, Bu. Justru saya jadi tau seperti apa Tuan Ghiffa. Nyonya Natasha sendiri sekarang menitipkan Tuan Ghiffa pada saya. Jadi kalau ada apa-apa, tolong ibu hubungi saya ya, Bu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Erni Fitriana
ghiffa...ghiffa😱😱😱😱
2024-06-04
0
vaniii_luvluvʕ •ᴥ•ʔ💞💗💘
tuhkan makin kesini si hyuga
2023-09-21
1
meE😊😊
km org kmpung mana ay? aku jg asli sunda..
udh bw ksni aja s ghiffa y d sni jg tkoh masyarakt ku nm y ust solihin🤭🤭
2023-08-08
1