Tidak ada yang salah untuk permintaan Tifa dan Remus. Bagi mereka berdua takdir Kaum Ra'e begitu memprihatinkan, puluhan tahun harus bersembunyi demi menyelamatkan hidup.
Bahkan sedikit hati, Zen ingin mencari perhitungan kepada Raja iblis karena sudah membuat kaum Ra'e hancur. Mungkin itu sebabnya, sewaktu melihat kekuatan Zen kecil, Tifa berencana mengirim Zen untuk membunuh raja iblis.
Meski pun hanya sekedar bercanda, tapi itu menakutkan.
Dia tidak bisa membayangkan bertarung melawan makhluk seukuran raja iblis, penguasa dari ras iblis, tentu sosoknya menjadi superior, bos terakhir yang biasa hadir dalam video game.
"Aku tidak ingin melawannya, tapi tetap saja, mungkin suatu hari nanti aku harus bicara mengenai masalah kaum Ra'e." Pikir Zen rumit.
Selain masalah perihal raja iblis, Zen juga memiliki tujuan lain untuk masa depannya mulai sekarang. Di dunia baru Dios terdapat empat benua besar, tempat tinggal Zen berada di ujung benua Selatan.
Dia masihlah seperti katak dalam tempurung, hanya mengenal dunia di kota kerajaan Villian saja, sedangkan menghabiskan hidup di satu tempat akan sangat membosankan.
"Tidak buruk juga dengan rencana menjelajahi dunia Dios. Sebelum itu aku harus lulus dari akademi Zezzanaza. Rencana panjang yang mungkin selesai untuk waktu lama."
Keesokan harinya, seperti biasa, Zen berlatih di dalam hutan besar Orindo sendirian. Mengeluarkan bermacam-macam energi sihir dan terus memperkuat energi agar berkembang menjadi lebih kuat.
Namun belum selesai untuk Zen berlatih, satu sosok melompat dari atas ketinggian pohon dan turun tepat di belakang punggungnya.
"Hei akhirnya aku menemukanmu." Ucapnya menyapa.
Suara wanita itu menarik perhatian Zen karena terdengar merdu di telinga..."Oh, putri Sena, sedang apa disini ?."
"Kenapa kau memanggilku putri, aku tidak menyukai sanjungan yang berlebihan. Dan juga kau harusnya lebih tua dariku." Balasnya sengit.
"Kalau di ukur dari usia kehidupan sebelumnya memang benar, tapi untuk sekarang kau satu tahun lebih tua, aku harus bersikap sopan." Zen tidak bisa bersikap sembarangan kepada anak bangsawan seperti Sena.
"Ayolah, aku tidak ingin menjadi temanmu kalau kau terlalu sopan, itu membuatku risih." Itu yang dia harapkan.
"Ok, ok, baiklah, jadi apa yang kau lakukan disini."
"Hmmm apa kau tidak bosan hanya dengan berlatih saja."
"Aku terbiasa berburu meskipun aku bukan Hunter." Jawab Zen.
"Berburu kah.... Sepertinya itu menarik." Raut wajah Sena terlintas sesuatu yang tidak biasa.
Tanpa menunggu persetujuan apakah Zen berniat untuk melakukan pemburuan atau tidak, Sean menarik paksa tangannya dan membawa masuk kedalam hutan yang lebih jauh.
Cukup sadar dengan raut ekspresi di wajah Sean yang penuh senyum, dia bersemangat, bahkan terlalu bersemangat untuk memburu binatang iblis.
"Apa sebenarnya kau terlalu bosan dengan Murid akademi Zezzanaza di istana kerajaan." Ucap Zen mengartikan sikap Sena sekarang.
"Bisa dibilang begitu, tapi secara khusus aku merasa senang saat bicara denganmu... Lebih seperti kawan lama yang bertemu kembali."
"Ya aku juga merasakan hal yang sama." Balas Zen memahaminya.
Mereka berdua tertawa bersama-sama.
Bagian dalam hutan besar Orindo adalah habitat bagi binatang iblis kategori D sampai A, seperti Rusa batu, serigala merah, burung Dotu (sejenis burung hantu namun ukurannya lima kali lebih besar) dan beruang cakar perak. Mereka menjadi binatang buruan bagi para Hunter, begitu juga dengan dagingnya pun cukup enak untuk di konsumsi.
Tapi yang lebih penting adalah batu jiwa atau inti kehidupan di dalam tubuh binatang iblis itu sendiri, memiliki nilai jual mahal, mengingat bahwa batu jiwa bisa digunakan sebagai peningkat kekuatan energi atau pun digunakan menjadi bahan senjata dan ramuan.
Untuk batu kristal jiwa seukuran ibu jari saja bisa ditukar dengan lima keping koin emas dan akan semakin mahal ketika ukurannya lebih besar lagi.
Zen dan Sena berjalan saling beriringan, keduanya tidak terlalu waspada untuk mengintai wilayah sekitar hutan besar Orindo. Memang apa yang perlu di takutkan, Sean adalah murid akademi Zezzanaza setingkat raja sihir, dan Zen pun tidak lebih lemah darinya.
Jika itu hanya sekelas serigala merah atau beruang cakar perak, tidak berarti apa pun, hanya perlu satu tembakan energi sihir dan semua selesai.
Sedangkan yang perlu diwaspadai bagi mereka berdua adalah binatang iblis kategori B ke atas. Salah satunya memang ada di hutan besar Orindo, itu adalah Giant red Scorpion. Masuk kedalam binatang iblis kategori A, memiliki racun berbahaya, kecepatan tinggi dan cengkraman capit besar itu sepuluh kali lebih kuat dari rahang Singa.
Informasi yang dimiliki Guild Hunter, dibutuhkan satu kelompok Hunter kelas gold untuk membunuh satu Giant red Scorpion. Jika binatang iblis berbahaya seperti itu masuk kedalam kota, mungkin menjadi masalah besar dengan banyak korban jiwa.
"Sungguh aku tidak ingin bertemu binatang buas yang berbahaya." Keluh Zen lemas.
Sena tidak mengharapkan itu..."Berdoa saja, tapi nyatanya binatang iblis tertarik dengan aura energi dari manusia, sehingga semakin besar aura yang keluar semakin menarik perhatian mereka."
"Apa kau berniat bertarung melawannya."
"Jika aku beruntung." Singkat saja.
Tapi Zen berbeda ..."Bagiku itu bukan keberuntungan."
Belum seperempat hari Zen dan Sean memasuki hutan lebih dalam, mereka berdua sudah membunuh lebih dari sepuluh binatang iblis, tiga rusa batu, tiga beruang cakar perak dan empat serigala merah.
"Ini sangat menguntungkan. Setidaknya kita bisa mendapat 18 koin emas untuk sekali perjalanan." Senyum Sean menikmati kegiatannya berburu.
"Ok sepertinya sudah cukup, ayo kita kembali." Pinta Zen.
"Bicara apa kau, ini baru permulaan."
"Jika kau membunuh banyak binatang iblis aku takut mereka akan punah."
"Itu tidak mungkin, perkembangbiakan binatang iblis sangat cepat, meski kita membunuh seratus setiap harinya, mereka akan masih memiliki banyak spesies yang bermunculan. Kita bahkan belum bertemu Giant red Scorpion." Jelas saja, itu tujuan Sena mengajaknya pergi ke dalam hutan besar Orindo.
"Pada akhirnya kau berharap bisa bertarung melawannya."
"Kenapa tidak, aku pikir itu pengalaman yang sangat menarik."
"Menarik untuk mu sendiri. Tapi tidak denganku." Balas Zen tersenyum pahit.
"Bukankah kau berkata sudah biasa berburu. Harusnya tidak masalah dengan ini."
"Aku berburu hanya untuk berlatih. Itu pun melawan binatang iblis kategori rendah. Lagi pula, aku tipe orang yang tidak menyukai rasa sakit. Jadi aku beranggapan, jika menjadi kuat tidak akan ada orang yang berani menyakiti ku." Ungkap Zen untuk tujuannya.
"Kau benar-benar menyia-nyiakan semua kekuatanmu, dasar pengecut." Sindir Sena tanpa belas kasih.
Meski Zen sedikit kesal untuk balasan Sean yang mengejek, tapi bukan berarti dia harus marah. Sebagai orang dewasa di masa lalunya, Zen hanya tidak ingin memancing keributan sehingga akan menimbulkan masalah.
"Terserah kau saja."
Lima puluh kilometer dari perbatasan kota kerajaan Villian, Zen dan Sean benar-benar berada di tengah hutan, melihat ke kiri atau pun kanan semua tampak sama, hanya pohon-pohon besar mengitari sekeliling mereka.
Suasana pun terasa sangat tenang, hanya suara burung Dotu yang bersahutan dari atas pohon. Sinar cahaya langit pun tidak mampu menembus rimbunnya pepohonan tengah hutan.
Lebih dari itu, wilayah ini adalah zona berbahaya yang selalu di hindari oleh para Hunter.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments