Seakan tidak menerima tawar menawar meski Zen sudah menolak keinginan putri Sena dalam bertarung. Pedang di tangan bergerak maju dengan kecepatan tinggi seperti ingin membunuhnya.
Inilah yang membuat Sena di nobatkan sebagai pahlawan utusan Dewa, teknik pedang tingkat tinggi dan Skill sembilan senjata.
Meski kemampuan sihir Sena setingkat raja Sihir, tapi itu hanya karena kejeniusannya dalam mempelajari ilmu sihir, ditambah lagi setiap pahlawan yang para dewa kirim, mendapat anugrah berupa kapasitas energi di atas rata-rata.
Namun karena Zen tidak berniat untuk melawan dan kemampuan pedang Sena sangat tinggi, itu membuatnya kewalahan, hingga satu sayatan membekas di lengan.
"Darah hitam.... Kau ras iblis." Ucap Sena terkejut.
Zen tidak punya pilihan, ketika Sena melihat darah yang keluar dari luka itu maka identitasnya pun sudah terbongkar.
"Baiklah, aku akan mengatakan semuanya."
"Tidak perlu lagi kau bicara kebohongan, kau ras iblis yang coba menyamar sebagai manusia." Sena menolak untuk mendengar penjelasan Zen.
"Ya itu tidak salah, tapi aku memiliki alasan kenapa melakukannya."
"Kau coba menipuku lagi, tidak akan berguna." Sena sudah siap menghunuskan pedang ke arah Zen.
"APA KAU BISA BERHENTI SAMPAI AKU MENJELASKANNYA." Ucap Zen mengeluarkan mata merah yang membuat Sena berhenti bergerak.
Zen melepas ikatan pengendali jiwa mata Ra'e, namun tidak dengan tubuh Sena. Dia tetap diam, hanya kesadarannya saja dilepaskan untuk bisa mendengar penjelasan.
"Apa ini ?, kenapa aku tidak bisa bergerak."
"Baiklah, aku ingin kau tenang." Zen masih berusaha menahan diri dan bersikap lembut.
Sedangkan Sena berusaha keras memberontak, tapi itu percuma...."Bagaimana bisa aku tetap tenang, kau adalah ancaman manusia, aku tidak mungkin bisa melepaskan mu."
"Tapi situasi sekarang berbeda, kau terlalu lemah sehingga mustahil melepaskan diri. Jika aku mau, aku bisa membunuhmu sekarang dan mengirim jiwamu kembali untuk bertemu dewa Tianmus." Balas Zen mengancam.
Sena pun tahu bahwa lelaki di hadapannya tidaklah lemah, kekuatan yang dia miliki seakan tidak berguna di hadapan Zen.
"Kenapa ras iblis seperti mu ada di kota ini." Sekali lagi teriakan Sena membuat kesabaran Zen hilang.
Dia berdiri dan menatap langsung ke arah matanya...."Ras iblis, Ras iblis, kau mengatakan itu seperti ras iblis adalah musuh, pada kenyataannya tugas pahlawan utusan Dewa adalah untuk menjaga keseimbangan dunia ini, jadi kau tidak bisa menghakimi ras iblis hanya dari sudut pandang mu. Apa aku salah ?."
"Memang apa yang kau tahu tentang kami para pahlawan, sedangkan ras iblis sudah banyak membuat kerusakan." Sena tidak mau menerima perkataan Zen.
"Sudah aku katakan, aku tahu tentang kalian, karena aku sendiri juga di utus oleh dewa Tianmus." Ungkap Zen atas dirinya sendiri.
"Para pahlawan hanya terlahir sebagai manusia, sedangkan kau adalah ras iblis, bagaimana mungkin aku percaya."
"Baiklah.... Nama asliku adalah Ryan, lahir di Indonesia, bekerja sebagai karyawan tetap perusahaan kontraktor di Jakarta, makanan kesukaanku rendang, soto, bakso dan sate, I Love Sate... Hmmm nama presiden saat itu... Sepertinya tidak penting, intinya aku juga seseorang yang direnkarnasikan oleh dewa Tianmus ke dunia ini." Ucap Zen panjang lebar agar Sena bisa mengerti.
Rasa tidak percaya muncul di wajahnya ketika mendengar semua penjelasan Zen menggunakan bahasa Indonesia, tapi tentu itu juga membuatnya bingung.
"Ini tidak mungkin."
"Kenapa tidak mungkin ?."
"Aku mendapatkan informasi dari dewa Tianmus, jika semua pahlawan terlahir sebagai manusia, tapi kenapa kau berbeda." Itu yang Sena pahami dari informasi yang ditanamkan dalam pikirannya.
"Mungkin karena aku bukan salah satu dari sepuluh pahlawan yang para dewa itu utus. Apa kau ingat setelah dewa Tianmus memberi kalian gift, ada satu jiwa yang tidak masuk hitungan."
"Jadi itu kau..." Sena kini paham, namun setelahnya dia tertawa terbahak-bahak.
"Ya itu aku... Kenapa aku merasa seperti sedang di hina oleh mu sekarang."
"Tidak, bukan begitu, aku ingat kau tampak kebingungan dan kehadiran mu seperti tidak diharapkan oleh para dewa."
"Maaf saja jika aku tidak diharapkan, tapi mau bagaimana lagi, mereka berkata kalau jiwa yang sudah mereka ambil sebagai calon pahlawan, tidak bisa di retur. Aku seperti orang bodoh dan tidak tahu jalan pulang." Balas Zen tersenyum lemas.
"Baiklah sekarang lepaskan aku, aku tidak akan menyerang mu." Sena meminta.
"Apa kau berjanji."
"Aku janji."
"Ok."
Zen melepas ikatan pengendali mata Ra'e terhadap Sena, dan dia kini bisa menggerakkan tubuhnya lagi.
"Tapi kenapa kau terlahir sebagai ras iblis." Sena masih belum bisa memahami.
"Entahlah, mungkin mereka menurunkan jiwaku secara sembarang dan siapa sangka lahir di dalam rahim dari ras iblis." Asal saja Zen menjawab.
"Kalau begitu, kenapa ras iblis ada di kota ini."
Pertanyaan Sena tentu mengarah kepada asal usul keluarga Zen. Dimana jika dia lahir sebagai ras iblis, tentu ayah dan ibunya pun adalah ras iblis.
"Aku dan keluargaku yang sekarang berbeda dari ras iblis lain, kami disebut kaum Ra'e, manusia iblis, wujud kami menyerupai manusia tapi darah kami adalah keturunan iblis." Jawab Zen memberi penjelasan.
"Ya aku mendengar cerita itu."
Zen pun menceritakan semua kebenaran yang terjadi di kehidupan para kaum Ra'e, mereka terasingkan dari ras iblis dan dimusuhi oleh manusia.
Kaum Ra'e yang tersisa setelah pembantaian raja iblis puluhan tahun lalu, membuat Zen dan keluarganya harus menyembunyikan identitas agar bisa melanjutkan hidup.
"Tapi kami tidak memakan manusia seperti dalam cerita dongeng itu, sungguh mengada-ada, memang mereka pikir aku ini kanibal."
Sena berpikir...."Ya jika menurut pandangan manusia, ras iblis seperti mu memakan kami, bukanlah kanibal. Kecuali kau memakan sebangsa mu sendiri."
"Itu benar juga. Tapi tetap saja aku tidak mau."
Sedikit pembicaraan antara mereka berdua benar-benar seperti kawan lama yang menceritakan sebuah nostalgia, padahal sebelum ini, hampir saja Sena membunuhnya.
"Aku mohon kepadamu, tolong rahasiakan ini, meski aku dan keluargaku adalah ras iblis, tapi tidak ada niat sedikit pun mencelakai manusia." Zen meminta dengan sungguh-sungguh.
"Aku bisa janjikan itu." Sena menerimanya.
"Terimakasih."
Bagi Zen keselamatan keluarganya di kota kerajaan Villian ini adalah hal utama, mereka sudah menjalani hidup penuh kesulitan sebagai Kaum Ra'e. Tentu jika ada yang tahu soal identitas mereka akan menjadi hal buruk.
"Tapi....apa kau tidak berniat menggunakan kekuatan mu untuk menjadi pahlawan."
"Sepertinya tidak cocok, aku lebih memilih hidup sederhana tanpa perlu terlibat dalam urusan yang merepotkan." Jawab Zen.
"Sungguh sangat di sayangkan."
"Tidak juga, aku sekarang bisa menjadi dokter seperti yang aku cita-cita sejak kecil." Kecil di sini berarti dalam hidup Zen di dunia masa lalunya.
"Kau ingin menjadi dokter, lalu apa gunanya kekuatan sihir penyembuhan."
"Itu jelas berbeda."
"Bagaimana dengan bersekolah di akademi Zezzanaza ?, Apa kau tidak tertarik ?." Sena seperti memberi penawaran.
Zen pun mengangguk paham...."Sebenarnya itu yang ibuku inginkan."
"Kalau begitu, kau bisa mendaftarkan diri ke akademi, aku lihat kemampuan mu cukup memungkinkan untuk di terima."
"Kita lihat saja nanti."
Keduanya berjalan pergi dari dalam hutan dan kembali ke kota, arah tujuan mereka sama, meski pun lokasinya berbeda. Jika Zen tinggal di wilayah timur perbatasan luar kerajaan, sedangkan Sena ada di pusat kota, tempat tinggal para bangsawan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
🗝️~>{β¤¢iW@}💨
hahah
2024-05-10
0