Orang tua itu di pukuli dengan keras oleh dua prajurit penjaga, setiap orang di sekitar tidak berani membantu atau membelanya, karena menentang prajurit yang menjalankan tugas akan menjadi hal buruk.
'Hei kalian tidak tahu sopan-santun main pukul orang tua yang sudah renta, jika kalian pemain sinetron Azab, kena kutuk jadi batu, baru tahu rasa.'
Zen menghampiri, meski dianggap salah tapi dia lebih tidak senang melihat orang tua teraniaya.
"Maaf tuan, Bukankah ini sudah berlebihan, dia hanya orang tua yang tidak berdaya." Ucap Zen berdiri di samping mereka.
Prajurit itu tidak senang tombak di tangan pun di arahkan kepada Zen...."Bocah, kau pergilah, atau kau juga mendapat hukuman yang sama dengannya."
Tanpa ada rasa takut, Zen mengarahkan pandangan matanya kepada dua prajurit secara langsung dan berkata.
"Tuan bisakah kalian pergi dan anggap semua masalah sudah selesai." Sekali lagi Zen membalas.
Tapi kali ini, dua prajurit menuruti permintaan Zen dengan patuh dan pergi menuju tempat mereka berjaga tanpa menoleh ke belakang.
"Apa kau baik-baik saja kek." Tanya Zen selagi membantunya berdiri.
"Terimakasih anak muda....haaaaaahhhhh."
Tiba-tiba saja orang tua itu terkejut dia mendorong mundur tubuh Zen dengan wajah penuh keringat dingin dan ekspresi yang ketakutan.
Orang-orang di sekitar mulai memperhatikan.
"Ada apa..."
"Ada apa... Kakek apa mau cari masalah lagi."
"Mata merah.... Itu mata merah..." Tunjuk dia dengan tubuh yang gemetar.
Wajah orang-orang seakan tidak percaya, terlebih lagi mereka mengenal Zen anak dari dokter Remus.
Sebagai anak dari sosok dokter yang dikenal dermawan dan sering mengobati orang-orang di kota Villian secara cuma-cuma, tentu mereka tidak bisa sembarangan menuduh.
"Itu mustahil kakek, bagaimana bisa iblis mata merah ada di sini, mereka sudah di musnahkan puluhan tahun lalu." Ucap mereka yang tidak percaya.
"Tapi itu dia, dia .... Anak itu, dia memiliki mata merah."
Zen perlahan mendekat, dia tidak merasa takut atau ragu untuk bicara..."Ya mungkin memang aku memiliki mata merah."
"Apa!!!." Mereka terkejut.
"Lihat, pagi tadi aku terjatuh dan mataku kemasukan debu, sehingga inilah yang terjadi..." di tunjukan mata kepada semua orang.
"Ahhhh jadi begitu...." Orang-orang bernafas lega.
"Lihat kakek, mata bocah ini hanya kemasukan debu, tapi kau selalu saja membuat keributan." Mereka mulai membela Zen.
"Kau harus percaya, kau harus percaya, mereka iblis mata merah bisa saja membunuh kita semua."
"Sudahlah kakek hentikan omong kosong mu itu. Jika kau terus mengoceh tidak jelas, aku akan membawa mu ke pada penjaga dan kau akan dibuang ke luar kota."
Semakin ketakutan ketika melihat Zen, lelaki tua itu segera berlari pergi.
Memang benar, di dalam sebuah cerita rakyat atau dongeng sebelum tidur anak-anak mereka, di kisahkan iblis mata merah secara khusus adalah kaum Ra'e mampu menghancurkan sebuah kerajaan dalam semalam.
Apa yang bisa dilakukan oleh seorang iblis. Padahal di dalam kerajaan memiliki puluhan ribu prajurit terlatih untuk berperang.
Mata merah... Siapa pun yang melihat mata itu, mereka seperti kehilangan jiwa, menarik pedang di tangan dan mengoyak lehernya sendiri, hingga sepuluh ribu orang tewas dalam semalam.
Tidak ada yang aneh dari dongeng anak kecil itu dan memang semua terjadi secara nyata, dimana kemampuan mata iblis Ra'e mampu mengendalikan makhluk hidup dengan mudah.
"Apa tidak apa-apa membiarkan orang tua itu pergi. Paman." Tanya Zen merasa kurang nyaman.
"Biarkanlah, dia memang selalu mengoceh tidak jelas dan terkadang membuat keributan setiap hari."
Karena tidak ada yang perlu di khawatirkan soal kakek tua setelah melihat mata merah miliknya.
Zen memutuskan untuk pergi ke luar perbatasan.
Di sekitar dinding pembatas kerajaan Villian adalah daerah pertanian dan perkebunan yang berisi tanaman gandum serta buah-buahan. Tujuan Zen bukan ke tempat itu, tidak jauh dari lahan pertanian, terdapat sebuah hutan lebat yang menjadi tempat tinggal para binatang iblis.
Hutan besar Orindo.
Sangat jarang bagi penduduk biasa memasuki hutan tanpa alasan, mereka sadar jika di dalam sana adalah tempat berbahaya. Hanya para Hunter saja mau masuk ke dalam hutan karena sudah menjadi pekerjaan mereka yang berurusan dengan binatang-binatang iblis.
Namun bagi Zen, hutan Orindo ini menjadi tempat yang cocok untuk berlatih, dimana dia bisa menggunakan kekuatan sihir tanpa takut mengganggu tetangga.
Zen pernah sekali mencoba menggunakan sihir angin tingkat lanjut, dan itu berhasil, hanya saja sayatan angin yang dia ciptakan membuat tanaman bunga milik tetangga sebelah rumah menjadi porak-poranda.
Ini membuat Zen tidak nyaman, karena dia kena marah ibunya setelah sembarangan mengeluarkan sihir. Meski hanya sebuah alasan saja, dimana Tifa merasa senang dan juga bangga atas pencapaian Zen untuk sihir tingkat lanjut.
Dan sekarang....
Setelah bertahun-tahun melatih tubuh, Zen di usia 16 tahun memiliki jumlah energi setingkat Raja sihir, tentu akan menjadi keributan besar ketika ada orang lain yang tahu tentang kekuatannya.
Putri Sena sudah menjadi bukti, dia di puja-puja oleh banyak orang, diberi tanggung jawab besar dan harapan sebagai sosok penyelamat dari status sang pahlawan.
'Ah.... Itu menyusahkan.'
Zen sudah membayangkan, dia ingat bagaimana kisah hidupnya di dunia lama. Menjadi karyawan kantor mengharuskan semua tugas pekerjaan selesai tepat waktu. Namun atas semua prestasi memajukan perusahaan itu, Zen tidak mendapat apresiasi dari semua kontribusinya.
Dia dimanfaatkan oleh perusahaan, semua pujian diberi kepada atasannya, sedangkan jika terjadi kesalahan, dilemparkan kepada karyawan. Serajin apa pun Zen bekerja, dia hanya menjadi alas kaki, selalu di maki-maki dan sering kena potong gaji
Sungguh tidak adil.
Zen tidak mau lagi menjalani hidup penuh tekanan batin dan beban mental seperti dulu, dia coba menikmati hidup dengan keinginannya sendiri.
Sayangnya, demi mencapai impian itu, Zen harus menjadi kuat, karena di dunia baru Dios menerapkan hukum rimba, dimana yang kuat akan berkuasa dan mereka yang lemah bukan siapa-siapa.
'Skill pencipta.'
Dari tangan Zen muncul partikel cahaya yang saling berkumpul dan menyatu hingga menyerupai wujud seperti keinginan pemiliknya.
Sebilah pedang terbentuk, hanya menggunakan sedikit imajinasi dan energi sihir, Zen bisa menciptakan senjata tanpa perlu beli di toko. Tentu ini menjadi keberuntungan dimana dia tidak memiliki banyak uang saku untuk sekedar membeli pedang.
"Seperti yang diharapkan dari skill untuk pemberian dewa."
Melepas satu tebasan di batang pohon besar hingga roboh itu sangatlah mudah, ketajaman pedang yang dia ciptakan benar-benar menyerupai pedang mahal dengan harga puluhan keping koin emas.
Zen bisa saja menjual benda-benda apa pun dari skill pencipta, tidak ada batas waktu yang ditetapkan untuk mempertahankan wujud itu. Namun jika dia ingin, pedang dari skill pencipta akan kembali menjadi partikel cahaya dan lenyap begitu saja.
"Aku melihat sesuatu yang menarik di sini...." Sebuah suara terdengar dari belakang punggung Zen.
Zen berbalik, dia melihat seorang wanita berambut merah menyala itu menampakan diri setelah bersembunyi dibalik pohon saat mengawasinya.
Putri Sena Gelael Ars.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments