Sena kini kembali ke tempat para murid akademi Zezzanaza, mereka berkumpul di dalam istana kerajaan untuk mendapat jamuan makan dari sang raja.
Nama akademi Zezzanaza adalah sosok besar, dimana hanya ada lima akademi sihir di seluruh benua bagian selatan dan semua akademi memiliki reputasi khusus.
Termasuk dengan adanya Sena dalam akademi, tentu membuat kerajaan Villian mendapat banyak perhatian bagi kerajaan lain.
Hingga ketika Sena kembali satu wanita berjalan mendekat dengan tergesa-gesa. Dia adalah master Ziza, guru pengajar bagi Sena di akademi.
"Putri Sena kemana saja kau selama ini, raja berulang kali menanyakan tentangmu." Ucapnya rumit dan bingung.
"Ada perlu apa raja mencari ku." Terlihat malas Sena menanggapi perkataan dari master Ziza.
"Aku pun tidak tahu. Tapi sepertinya itu hal penting, karena ayah dan ibumu juga ada di sana."
"Haaaah, bagaimana bisa ?."
"Jangan banyak tanya, kau segera masuk dan temui raja." Master Ziza memaksa.
Sena tidak bisa menolak...."Baiklah."
Meski Sena menyandang status sebagai pahlawan utusan Dewa, dia masih harus menaruh hormat di hadapan sang Raja. Dia berjalan anggun menapaki karpet merah dan membungkuk hormat di depan singgasana.
Raja Alberto Do Villian ke 5 itu bersama tiga putranya yang berdiri di sebelah kursi singgasana, tentu Sena mengenal siapa mereka, dimana menjadi keluarga bangsawan memiliki hubungan dengan keluarga kerajaan.
"Sena Gelael Ars datang menghadap kepada sang Raja, ada keperluan apa tuan raja memanggil ku." Berkata Sena dengan sopan.
"Baguslah kau ada di sini putri Sena, aku benar-benar merasa bangga dengan pencapaian mu di akademi Zezzanaza dalam dua tahun." Ucap raja Alberto menganggukkan kepalanya perlahan.
"Terimakasih tuan raja, aku tidak pantas menerima sanjungan anda."
Sena sudah terlalu bosan untuk banyak pujian hadir di dalam hidupnya, mereka hanya ingin cari muka atau pun menyombongkan diri kepada semua orang jika mengenal sosok pahlawan.
Di sisi lain, Ayah Sena, Erdan dan ibunya, Rasmi tersenyum cerah seperti mengharapkan kehadirannya dengan tujuan lain.
"Aku yakin, kau sudah mengenal ketiga putraku ini."
"Tentu Ryan raja, pangeran mahkota Alvardo, pangeran kedua Ernes dan pangeran ketiga Rudha." Ucap Sena.
Memang siapa di kerajaan ini tidak kenal dengan ketiga putra raja itu, mereka benar-benar terkenal, entah perihal wajah rupawan atau pun sifat buruk yang dimiliki.
"Maka ini akan mudah... Putraku Alvaro akan mengambil takhta kerajaan Villian lima tahun lagi, dan aku sedang mencari pasangan untuknya..." Ungkap sang Raja tersenyum sendiri.
Sena tidak menyukai pernyataan raja Alberto itu ..."Lantas apa hubungannya denganku tuan raja."
"Kau adalah kebanggaan kerajaan Villian, pahlawan utusan Dewa dan murid akademi Zezzanaza, aku merasa jika kau pantas untuk menjadi pasangan pangeran mahkota Alvardo." Itu yang raja Alberto inginkan.
Sena sadar jika percakapan ini tertuju ke satu tujuan, pernikahan politik, dimana keluarganya tentu menginginkan status anggota keluarga kerajaan, sehingga menyetujui permintaan raja sebagai calon istri pangeran mahkota Alvardo.
Tapi sayangnya, Sena tidak menyukai lelaki sosok pangeran.
Banyak kabar buruk soal sifat sang pangeran yang gemar bermain-main dengan setiap wanita. Memang bukan hal aneh bagi dunia Dios, seorang penguasa bisa saja memiliki tiga sampai sepuluh selir.
Tolak ukurnya adalah kekayaan, kekuatan dan kekuasaan, selama seorang lelaki memiliki salah satu dari tiga syarat itu, bisa dipastikan ada banyak wanita rela membuka selang*kangan demi hidup terjamin.
Tanpa perlu berpikir lebih banyak, Sena menjawab ...."Maaf tuan raja, aku tidak bisa menerimanya."
Mata Raja Alberto menatap sengit...."Kenapa kau berkata seperti itu ?."
"Aku diberikan tugas oleh dewa untuk menjaga manusia dari ras iblis, sehingga aku tidak ingin mengabaikan tugasku sebagai pahlawan dengan urusan rumah tangga." Sena memberi alasan yang pasti.
Mendengar jawaban Sena, ayah dan ibu Sena menunjukkan ekspresi wajah tidak senang,
"Bukankah kau bisa menjadi istri pangeran dan sebagai pahlawan untuk melindungi manusia secara bersamaan. Putriku." Ayahnya pun mendorong Sena.
"Apa kau dengar itu putri Sena, tuan Erdan setuju dan apa yang dia ucapkan adalah benar."
"Tapi...." Sena masih berusaha menolak.
"Apa kau merasa keberatan putri Sena ?."
"Aku mohon waktu untuk memikirkan semua ini, aku memiliki tugas yang harus diselesaikan dan juga masih menjadi murid akademi Zezzanaza." Sena tidak punya pilihan lain kecuali mengulur waktu.
"Aku mengerti, aku pun tidak ingin membebani semua tanggung jawab yang kau tanggung, karena itu...untuk sekarang, aku biarkan kau memikirkannya." Raja Alberto coba memahami.
"Terimakasih tuan raja."
Tapi belum selesai Putri Sena bangkit, sang ayah datang untuk membungkuk di hadapan Raja, dimana dia tidak ingin melepas kesempatan besar yang ada di hadapannya.
"Maaf tuan raja, meski pun anda memberi waktu untuk Sena memikirkan lamaran pangeran mahkota, alangkah baiknya, kita bisa memulai ini dengan pertunangan." Ucap Erdan.
"Itu ide yang bagus, aku setuju."
Sena seakan tidak diberikan pilihan lain, meski dalam jangka waktu pertunangan semua bisa terjadi, namun itu adalah awal dimana Sena harus memprioritaskan hubungannya bersama pangeran Alvardo.
Memang Sena tahu jika sang ayah, Erdan, tipikal orang yang rakus untuk mendapatkan harta kekayaan demi hidup makmur. Padahal perut gemuk miliknya itu sudah menunjukan seberapa banyak kebahagiaan dia punya.
Di sisi lain, sang ibu Rasmi, sebelas dua belas dengan Erdan, dia mengepalkan tangannya seperti memberi semangat kepada suaminya agar tidak kehilangan kesempatan besar ini.
Hidup di dalam keluarga yang mementingkan harta, martabat dan kekuasaan daripada hidup anaknya sendiri, menjadi penyesalan terbesar bagi Sena.
Di tempat lain.....
Rumah keluarga Mivea.
Makan malam Zen, Tifa dan juga Remus terasa begitu nikmat, bukan karena makanan yang tersaji di atas meja, dimana itu sedikit hambar dan ada rasa asin samar-samar.
Sebagian besar bumbu dapur di dunia baru hanya berupa gula, garam dan merica. Itu pun masih sangat sulit mereka dapatkan karena harga yang mahal serta keterbatasan stok dari para pedagang.
Tapi lebih dari itu, selama 16 tahun Zen hidup di dunia Baru Dios, dia merasakan sebagaimana keluarga harmonis dengan sedikit ketegangan dan ada banyak kasih sayang.
Sedangkan di masa lalunya dulu, perihal perekonomian keluarga yang serba sulit membuat banyak masalah hadir, meski begitu perasaan rindu akan kampung halaman tentu masih ada.
Hanya saja, Zen harus menerima kenyataan bahwa semua keinginannya itu tidak mungkin terkabulkan. Jadi dia hanya perlu menikmati hidup di tempat baru dengan keluarga yang baru pula.
"Ayah ibu, aku ingin bertanya." Ucap Zen.
"Tentang apa itu ?." Balas Tifa.
"Dulu ibu pernah berkata tentang menjadi murid akademi Zezzanaza. Apa aku bisa menolaknya ?." Itu yang ingin Zen katakan.
"Ibu ingin tahu kenapa kau menolak untuk masuk ke akademi ?."
"Ya aku pikir, aku bisa menjadi dokter seperti ayah atau menjadi Hunter, tanpa perlu belajar di akademi."
Tifa menganggukkan kepalanya perlahan...."Sebenarnya ibu tidak bisa memaksamu untuk memilih jalan hidup sebagai apa pun itu, hanya saja, ibu berharap kau memiliki banyak pengalaman, wawasan ilmu yang lebih tinggi dan masa depan cerah di dalam akademi."
"Bukankah menjadi dokter juga tidak buruk." Zen menambahkan alasannya.
"Memang benar, tapi ibu tidak mau kau terikat di kota ini, jadilah orang hebat, jelajahi dunia dan menemukan saudara-saudara kaum Ra'e untuk bersatu kembali." Tifa menjawab penuh harapan.
Itu menjadi harapan Ayah dan ibunya, kaum Ra'e hanya tersisa sedikit di dunia Dios, kehidupan mereka sangat terancam, karenanya sang ibu ingin Zen menjadi penolong bagi kaum Ra'e.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments