"Misya sudah mati?"
"Ya, auranya tidak bisa kurasakan beberapa saat lalu. Bahkan bila dia terluka, seharusnya masih bisa terasa. Namun aku tidak bisa merasakannya sedikit pun. Dia pasti sudah mati."
Pria dengan tubuh kekar tersenyum miring setelah mendengar ucapan rekannya, "Ada ataupun tidak adanya dia, itu tidak penting. Biar bagaimanapun kita kemari untuk meningkatkan kekuatan masing masing."
"Kau memang ada benarnya. Namun yang kukhawatirkan bukan itu. Aku memikirkan siapa yang sudah membunuhnya. Bagaimanapun dia sudah memakan 2 jantung manusia, seharusnya dia sudah jauh lebih kuat," ucap pria berjubah hitam. Ia memiliki sebuah pedang yang tersarung di pinggangnya sebagai senjata.
"Apa kau berpikir bila yang sudah melenyapkannya adalah 'mereka'?"
"Kupikir begitu. Karena tidak ada yang bisa memburu dan membunuh iblis yang masuk ke dunia ini kecuali 'mereka', para blizt. Awalnya aku tidak begitu percaya bila kekuatan yang mereka miliki sangat kuat seperti yang dirumorkan. Tapi mengetahui Misya sudah mati, kupikir itu bukanlah ucapan semata," pria yang menggunakan jubah berekspresi serius. Ia bernama Andre.
"Hmph! Sekuat apapun mereka, akan kuhancurkan semuanya dengan tinjuku!" ucap pria berbadan kekar dengan percaya diri. Ia bernama Flat.
"Kalau begitu, pertama tama kita harus menjauh dari wilayah ini. Sebelum kita bertambah kuat sepenuhnya, kita harus menjauh dari mereka."
Pada pagi harinya, Rafa bersiap siap untuk berangkat sekolah. Sebelum pergi, ia menyiapkan makanan untuk dirinya dan kedua beban di rumahnya.
"Hm.. tidak biasanya mereka diam seperti ini. Biasanya mereka akan langsung kemari tanpa kupanggil," gumam Rafa. Ia yang penasaran pun segera pergi ke lantai atas.
"Sudah waktunya makan, kalian cepatlah kemari," ucap Rafa di depan pintu. Jawaban tidak juga ia dapatkan dari dalam. Ia pun berniat langsung masuk ke dalam. Namun niatnya terhenti saat Nevan keluar dan berdiri menutupi pintu.
Pemuda itu tersenyum canggung ketika menatap Rafa, "H-hai, apa yang kau lakukan di sini?"
Rafa mengerutkan kening. Ekspresi Nevan terlihat sangat aneh, seperti sedang menyembunyikan sesuatu, "Ada apa? Kau menyembunyikan sesuatu?"
"Eh? A-apa? Tidak. Aku tidak menyembunyikan apapun. Kau kemari untuk mengajak aku dan Leon makan, 'kan? Kami akan makan di kamar saja nanti. Jadi kau bisa langsung berangkat ke sekolah. Aku yang akan mencuci piring."
"Tidak biasanya kau mau melakukan hal seperti itu tanpa kusuruh. Apa kau sedang sakit sekarang?" tanya Rafa dengan kening berkerut. Ia yakin ada sesuatu yang disembunyikan. Namun ia tidak tahu apa itu.
"Tidak, aku sehat. Aku baik baik saja. Sudah, sekarang kau harus segera berangkat. Jika tidak, kau akan terlambat nanti," Nevan mencoba mengalihkan perhatian Rafa agar dia tidak mempedulikan dirinya dan Leon. Ia tidak mau bila Rafa sampai melihat keadaan Leon saat ini.
"Baiklah kalau begitu, aku serahkan padamu," Rafa berlalu dari depan Nevan.
Nevan langsung bernapas lega saat Rafa mulai pergi.
"Ah, ngomong ngomong.."
Saat Rafa mengatakan itu, Nevan kembali tegang. Ia menatap saudaranya dengan kaku, "Ya? Kenapa?"
"Kapan kau akan kembali? Apa sekolah mu ditutup? Kau terus saja libur selama 2 minggu ini. Kau benar benar tidak sedang bolos, 'kan?" lanjut Rafa.
"Tentu saja tidak! Kau pikir aku adalah orang yang suka melakukan hal itu?!" Nevan memalingkan wajahnya ke arah lain atas reaksi kesalnya.
"Baiklah, bila kau akan masuk sekolah, kau harus segera pulang."
Nevan menghela nafasnya setelah merasa lega. Ia pun masuk kembali ke dalam kamar. Leon masih terbaring di tempat tidur dengan keadaan yang masih sama. Ia harus segera membereskan tempat tidurnya agar tidak ada bekas darah.
"Untuk sekarang dia sepertinya baik baik saja. Aku tidak perlu mencemaskannya," batin Nevan.
Selama beberapa hari ini, Rafa selalu dilarang masuk ke dalam kamar Leon. Bahkan selama beberapa hari ini, ia tidak pernah melihat anak itu. Ia jadi khawatir dengan keadaannya.
Rafa selalu mengalah dengan Nevan yang menghalanginya. Tapi hari ini, ia harus melihat keadaan Leon walaupun saudaranya terus melarang. Ia sudah tidak tahan. Saudaranya seperti menyembunyikan sesuatu darinya.
"Menyingkir dari sana, Nev!"
"Apa yang ingin kau lakukan? Aku sudah mengatakan kami akan makan nanti. Jadi kau berangkat saja sekarang, agar kau tidak terlambat," alih Nevan.
"Sekarang tanggal merah. Aku libur. Aku memiliki banyak waktu di rumah. Sekarang menyingkirlah!" Ucap Rafa dengan ekspresi menahan marah.
Nevan melihat ke belakang. Pintunya tertutup dengan rapat, jadi Rafa tidak akan bisa melihat keadaan Leon dari sini. Namun bila dia masuk dan mengetahui keadaannya, entah reaksi seperti apa yang akan dia tunjukkan, "Memangnya apa yang ingin kau lihat? Dia masih tidur."
"Selama beberapa hari ini kau terus saja menyembunyikan sesuatu. Kau pikir aku tidak tahu?" Rafa menyingkirkan Nevan ke pinggir dan langsung membuka pintu hingga tanpa sengaja sedikit terdobrak ke dinding.
Brakk
Nevan terkejut saat Rafa sudah masuk ke dalam. Ia segera menyusul untuk menjelaskannya pada Rafa, "I-ini tidak seperti yang kau lihat, dia hanya sedang tertidur."
"Ada apa?"
Nevan segera melihat ke arah Leon saat mendengar suaranya. Ia berkedip beberapa kali ketika melihat anak itu sudah sadar. Untunglah beberapa hari sebelumnya ia sudah membersihkan sprei dan menggantikan pakaian Leon, jadi tidak ada noda darah.
"Kau sudah bangun? Maaf membangunkanmu. Aku hanya khawatir sesuatu terjadi padamu, karena akhir akhir ini aku tidak pernah melihatmu keluar," Rafa menggaruk pipinya. Ternyata ia tidak perlu mengkhawatirkan apapun. Karena pada kenyataannya, Leon masih berada di sini dalam keadaan sehat.
Leon mengangguk pelan untuk merespon pemuda itu. Ia sebenarnya baru saja sadar belum lama sejak Nevan mencoba menghadang Rafa tadi.
"Kalau begitu, kau cuci muka lebih dahulu. Setelahnya, kita akan makan bersama di bawah. Aku akan menunggu di meja makan," ucap Rafa.
"Baiklah, aku akan menyusul." Balas Leon.
"Kau lihat? Dia masih tidur. Lalu karenamu dia bangun. Kau harus minta maaf karena sebelumnya menuduhku menyembunyikan sesuatu," Nevan mendengus dengan rasa percaya diri, seolah Rafa benar benar menjadi pihak yang bersalah.
Rafa hanya menatap Nevan dengan tajam tanpa mengatakan apapun sambil berlalu keluar. Hal itu membuat Nevan sedikit takut dengan saudaranya.
Setelah Rafa menghilang dari pandangan, Nevan segera menatap Leon kembali, "Bagaimana keadaanmu? Apa sudah lebih baik sekarang?"
Leon mencoba mengepal ngepalkan tangannya. Ia merasa sedikit lemas, namun kini lebih baik dibanding sebelumnya. "Iya."
Tidak ada yang membahas kejadian sebelumnya saat ini. Mereka terlihat seperti biasanya, namun hubungan mereka sedikit meregang. Dilihat dari mereka yang makan dengan tenang, tidak seperti biasanya yang selalu diawali dengan keributan.
Rafa sendiri ingin menanyakannya. Namun sepertinya ia harus membiarkan mereka menyelesaikan masalah mereka sendiri tanpa mencampurinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments