"Kak Arumi. Pakai dukun mana bisa nikah sama pangeran tampan dan kaya dalam waktu singkat begini? Wah, Kak Bowo bakal patah hati nih," Tanya Anaya di dalam kamar Arumi.
Anaya ini ditugaskan untuk menemani sang Kakak di dalam kamarnya, sembari menunggu Pak Penghulu datang.
"Adik Si*lan, ngomong jangan suka benar gitu dong Nay, malu kan kakak ketahuan kartunya." Tawa keduanya pecah seketika itu juga.
Anaya pandai sekali memecahkan ketagangan yang sedang dirasakan sang Kakak, dengan menuduhnya menggunakan dukun untuk mendapatkan seorang Barra. Padahal Arumi sama sekali tak pernah menggunakan pelet cinta dari seorang dukun untuk mendapatkan seorang Barra yang menurutnya pria merepotkan dan menyebalkan karena sifatnya yang pemaksa.
"Kak, kayanya uang jajan gue bakal naik nih. Secara gue punya kakak ipar Sultan." Tutur Anaya dengan mengedipkan sebelah matanya kearah Arumi.
"Cih, belum apa-apa udah matre aja. Sekolah yang benar. Jangan uang jajan saja yang kamu pikirin Nay!"
"Sekolah Nay, sudah benar kok Kak, buktinya selalu dapat beasiswa kan? Jajan itu perlu kak, sangat penting untuk nutrisi otak Nay yang mulai lemot kalau saldo rekening Nay udah menipis."
"Ya-ya Nay. Apa kata kamu saja? Yang pasti Kakak gak janji, kakak sama dia nikah bukan karena sama-sama cinta. Jadi jangan terlalu berharap lebih. Dia itu punya pacar Nay. Nanti kalau kita ada waktu senggang Kakak cerita sama kamu ya." Sahut Arumi yang selalu menjadikan sang adik teman curhatnya.
Tidak ada yang Anaya tidak ketahui tentang Arumi dan begitu juga sebaliknya. Mereka saling terbuka satu sama lain. Sepasang kakak beradik yang kompak.
"Apa mempelai pengantin wanitanya sudah siap?" Tanya Pak penghulu pada pria yang duduk di sampingnya, siapa lagi jika bukan Abimanyu.
Jujur Abimanyu saat ini terlihat gugup dan tegang, karena ini adalah kali pertama ia menikahkan putrinya pada seorang pria yang tak ia kenali dan bukan dari kalangan biasa seperti dirinya. Entah harus bahagia atau bersedih yang pasti semua rasa itu sudah bercampur aduk di benaknya saat ini.
"Sebentar, saya panggilkan dulu." Jawab Tuan Brandon yang berdiri menghampiri Arumi dan Anaya di dalam kamar Arumi.
Terlihat jelas Taun Brandon sangat semangat menikahkan Barra dengan Arumi. Buktinya ia mau jalan sendiri memanggil calon menantunya itu. Hal yang tak pernah dilakukan seorang Tuan Brandon. Bisa-bisanya di suruh oleh orang lain. Sungguh beruntung penghulu itu. Berkesempatan menyuruh seorang Tuan Brandon yang berkuasa hanya karena menanyakan kesiapan dari sang calon menantu.
Setelah memanggil Arumi. Tuan Brandon keluar dari kamar Arumi, dengan diikuti oleh Arumi dan Anaya yang berjalan mengekori dirinya. Mata Barra terperangah melihat Arumi yang tampil berbeda hari ini. Senyum sumringah berhasil terbit di wajah tampan Barra yang mengenakan tuxedo berwarna senada dengan kebaya putih yang dikenakan Arumi.
"Cantik. Ku akui hari ini dia tampil lebih cantik dari biasanya. Bukan hanya lebih tapi sangat cantik." Gumam Barra yang memuji kecantikan Arumi di dalam hatinya.
Tak hanya hatinya yang mengagumi kecantikan Arumi. Matanya pun menatap kagum calon istrinya ini, calon istri yang sedang berjalan mendekati dirinya, dan duduk di samping dirinya.
Arumi hanya menunduk ketika manik mata Barra terus saja menatap dirinya dengan tatapan kagum.
"Jangan terus menunduk, calon suami mu di sini bukan di bawah sana!" Gumam Barra yang kembali mendoangakkan pandangan Arumi.
Ia menarik dagu Arumi dengan jari telunjuknya. Barra mensejajarkan wajah Arumi dengan dirinya. Kedua manik mata sepasang calon pengantin ini bertemu. Mereka saling menatap satu sama lain. Tatapan Barra kali ini begitu dalam menatap wajah Arumi yang selalu memberikan keteduhan hati untuknya.
"Cantik. Kamu sangat cantik hari ini Arumi." Puji Barra pada Arumi yang berhasil membuat wajah Arumi bersemu merah, karena malu.
"Ekhmmm...." Tuan Brandon sengaja berdehem dengan keras. Suara deheman Tuan Brandon berhasil memutuskan tatapan keduanya.
"Cih, seberapa kuat kau menyembunyikan pernikahan ini, jika istri mu yang cantik ini akan di rebutkan pria yang lebih tampan dari mu, bocah tengik." Cicit Tuan Brandon yang menggerutui putranya sendiri.
Miranda yang dapat mendengarnya suara cicitan suaminya itu, tak hanya meberikan melirik tajam pada suaminya, tapi juga memberi pelajaran agar mulut suaminya itu bisa diam.
Plak! [Miranda memukul paha suaminya]
"Auuu...!" Pekik Tuan Brandon seketika itu juga.
Ia mengusap pahanya yang terasa perih dan panas. Suara pekikan Tuan Brandon ini berhasil membuat dia menjadi pusat perhatin orang-orang yang ada di apartemen Barra dan Arumi.
"Diam!" Cicit Miranda sembari tersenyum dengan merapatkan barisan giginya yang putih dan tertata rapih itu.
"Sakit Mom," rengik Tuan Brandon yang malah makin membuat mata Miranda membola.
"Diam atau mau ditambah lagi?" Ancam Miranda yang membuat sang penguasa ciut dan menunduk.
"Ya, ini sudah diam Mom." Jawab Tuan Brandom dengan menundukkan kepalanya.
"Cih, aki-aki itu pasti habis menggerutui ku dan diberi pelajaran oleh Mommy. Rasakan!!" Gumam Barra yang sedikit tersenyum mengejek kearah sang Daddy.
"Bocah tengik, beraninya kamu memberikan senyum mengejek pada Daddy mu ini. Lihat saja nanti, jika kamu macam-macam dengan Arumi, akan ku buat hidup mu menderita." Gumam Tuan Brandon yang tak terima putranya mengejek dirinya.
Tak lama kemudian, Pak Penghulu mengawali proses pernikahan antara Barra dan Arumi. Ia memukai prosesi ini dengan mengucapkan kalimat basmalah.
Kemudian Pak penghulu menuntun tangan Abimanyu dan disambut oleh tangan Barra. Kedua tangan pria dihadapan Arumi yang tak saling mengenal pun saling berjabatan.
"Saya terima nikah dan kawinnya Arumi Samaira binti Abimanyu Atmaja dengan Mas Kawin tersebut dibayar tunai."
"Bagaimana para saksi sah?" Tanya pak penghulu pada kedua saksi dari kedua belah pihak.
"Sah." Jawab kedua saksi secara serempak.
"Sah," suara anak buah Tuan Brandon yang ikut bersuara meramaikan prosesi akad nikah Barra.
"Alhamdulillah Sah," ucap Pak penghulu yang kemudian melanjutkan dengan memanjatkan doa untuk sepasang pengantin baru di hadapannya ini.
Akhirnya Barra menikahi Arumi tanpa diketahui banyak orang, termasuk asisten pribadinya Kevin. Sesuai permintaan Barra yang tak ingin pernikahannya dengan Arumi diketahui orang banyak alias di rahasiakan.
Arabella dan Miranda menangis haru, melihat kedua anaknya telah menikah hari ini. Tangis sedih dan bahagia dari dua sosok ibu yang berharap pernikahan keduanya akan berjalan lancar, bahagia dan langgeng.
Barra di tuntun Pak penghulu untuk memasangkan cincin nikah di jari manis Arumi. Cincin nikah bermatakan berlian yang dikenakan di jari Arumi ini adalah cincin yang sudah di siapkan oleh Tuan Brandon jauh-jauh hari sebelumnya.
Setelah Barra selesai memasangkan cincin di jari manis Arumi, kini giliran Arumi memasangkan cincin nikah di jari manis Barra. Ketika Arumi sudah selesai memasangkan cincin di jari manis Barra. Pak Penghulu menuntun Arumi untuk mencium punggung tangan Barra. Arumi pun melakukannya. Tiba-tiba hati Barra berdesir. Ada rasa gelenyar aneh yang kini ia rasakan.
"Sudah boleh dicium ya Mas Barra, istrinya." Ucap Pak penghulu seakan sedang meledek Barra. Ketika Arumi sudah selesai mencium punggung suaminya dengan waktu yang cukup lama, karena permintaan sang fotografer.
Barra yang memang tak tahan sejak tadi pun langsung nyoros, tak perduli dengan masih banyaknya orang di sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
Sry Handayani
soang
2024-10-30
0
@💞Lophe💝💗💓🤵👰
Anaya pandai memecahkan ketegangan yang di rasakan Arumi
2023-06-28
0
🍒⃞⃟🦅🥑⃟uyulpuyosibocah
ska dgn gya Anaya👍🏻
2023-06-09
0