"Arumi!" Cicit Bowo yang memanggil nama Arumi.
Arumi yang melihat Bowo segera membuang pandangannya. Ia kembali memusatkan pandangannya pada deretan daging yang terpajang di etelase. Arumi segera mengambilnya dan meletakkannya di troli.
Arumi terlihat ingin cepat-cepat beranjak pergi, dia ingin menghindari Bowo dan juga ibunya. Ia tak mau lagi sakit hati dengan sikap Bowo yang terkesan tak mau memperjuangkan cinta mereka. Ia juga tak mau lagi mendengar caci maki ibunda Bowo yang merendahkan dirinya tanpa memandang tempat.
Ternyata cicitan suara Bowo yang memanggil Arumi terdengar oleh Barra yang berdiri tak jauh dari mereka. Saat itu jarak Barra tak berada di dekat Arumi, karena ia sibuk dengan ponselnya.
Panggilan suara Bowo pada Arumi ini, berhasil mencuri perhatian Barra. Manik mata Barra terus saja memperhatikan cara Bowo dan Ibunya yang sedang menatap Arumi. Ia juga melihat pergerakan Arumi yang terkesan tergesa-gesa dalam mengambil daging yang akan menjadi stok persediaan mereka di apartemen. Sungguh sikap ketiganya membuat Barra menaruh curiga.
"Aishh... mengapa dia terlihat buru-buru sekali saat memilih daging? Sepertinya ada yag tidak beres diantara mereka. Kenapa Pria ini menatapanya dengan tatapan memuja seperti itu dan ini, kenapa ibu-ibu di dekatnya melihat Arumi dengan tatapan tak suka. Owh.... aku tahu, pasti hubungan mereka terhalang restu. Pantas saja waktu itu dia tak bisa menjawab pertanyaan ku." Gumam Barra di dalam hatinya.
Merasa Arumi seakan sedang membutuhkan bantuannya. Barra dengan seenaknya datang mendekati Arumi. Ia merangkul pinggang Arumi dan berdiri tepat di sampingnya.
"Sudah semuanya kah sayang? Maaf ya aku tidak membantu mu, tadi aku sedang balas pesan Client bisnis ku. Jangan marah ya!" Ucap Barra dengan begitu manis.
Apa yang dilakukan Barra ini berhasil membuat Arumi terkejut. Arumi membulatkan mata dengan sikap Barra yang seenaknya merangkul pinggangnya. Jujur saja Arumi baru pertama kali diperlakukan seperti ini oleh seorang pria. Karena saat bersama Bowo, mereka sama sekali tidak melakukan sentuhan fisik apapun.
Cup!
Tiba-tiba saja Barra mencium pipinya. Kelakuan Barra benar-benar semakin menjadi-jadi. Selesai mencium pipi Arumi, Barra pun berbisik di telinga Arumi.
"Berpura-puralah menjadi pasangan kekasih yang sangat bahagia di depan mereka,sekarang. Saat ini saya sedang berusaha menyelamatkan diri kamu dari mereka." Bisik Barra dengan suara yang begitu pelan lalu tersenyum dan mengedipkan kedua matanya pada Arumi. Agar Arumi setuju.
"Apa menyelamatkan katanya? Apa-apaan dia ini, main sosor-sosor saja, kemarin kening sekarang pipi. Oh... astaga banyak hal yang ia ambil dari diriku ini ya Tuhan. Dia ini memang pencuri ciuman ku yang sangat ulung." Gumam Arumi di dalam hatinya.
Plak! [Arumi memukul pelan pipi Presdirnya itu].
Kali ini dia sedikit beruntung, karena bisa membalas kekurang ajaran Barra mencuri ciuman pertamanya, dengan memukul wajah presdirnya sendiri. Meskipun pukulan yang diberikan Arumi begitu pelan tidak terlalu kencang, namun masih terasa cukup sakit di pipi Barra rasakan. Padahal jujur saja, Arumo sangat ingin sekali memukul pipi Barra, hingga gigi Barra rontok semua dibuatnya.
"Nakal ya kamu, cium aku di muka umum." Balas Arumi yang mulai memainkan perannya.
Arumi tersenyum manis setelah memukul Barra dan telah menyelesaikan perkataannya. Berbeda dengan Barra, ia malah tersenyum kecut saat wajahnya sampai menoleh kesamping karena pukulan pelan namun cukup menyakitkan yang diberikan Arumi padanya.
Arumi yang tahu jika Barra tak suka ia memukul wajahnya, segera mendaratkan bibirnya di pipi Barra yang ia pukul. Ia tak mau Presdirnya itu marah dan berakhir memecat dirinya.
Cup! [Satu ciuman mendarat di pipi Barra]. Untuk melakukannya Arumi mengumpulkan keberanian yang cukup besar. Ia menekan rasa malunya kuat-kuat pada dirinya hanya untuk membalas ciuman di pipi Barra.
"Impaskan sayang," ucap Arumi yang tersenyum manis pada Barra.
Barra pun membalas senyuman yang diberikan Arumi padanya. Jujur Barra merasa terkejut, dengan Arumi yang memberi balasan pada kecupannya. Tak hanya terkejut, Barra pun merasakan ada gelenyar aneh saat Arumi mencium pipinya itu. Sementara Arumi berusaha menormalkan detup jantungnya yang begitu bergemuruh.
"Hemmm... kamu juga nakal ya! Aku akan melanjutkannya lagi nanti di apartemen hum," ucap Barra yang kemudian mencubit gemas pipi Arumi.
Arumi yang menganggap perkataan Barra hanya sebuah bualan pun tersenyum geli. Keduanya kembali memilih daging bersama saat Barra mulai menunjuk dadmging pilihannya untuk Arumi masak nanti di apartemen.
Mereka sadari betul, jika interaksi keduanya terus saja diperhatikan oleh sepasang ibu dan anak yang berada di dekat mereka. Seolah tidak menganggap keberadaan mereka, Barra dan Arumi pun berjalan berlalu begitu saja setelah selesai memilih daging di sana.
"Lihatlah Nak! Firasat seorang ibu itu tidak pernah salah. Dia bukan wanita baik-baik. Kakaknya menikahi anak Pak Toto hanya karena harta, begitu pula dengan dirinya. Dia ingin menjadi istrimu karena harta. Jadi carilah wanita lain yang lebih cantik dari dirinya! Kamu bisa lihat sendiri bukan, bagaimana sikap murahan dia terhadap pria kaya itu tadi. Pastinya dia sudah menjajakan dirinya pada pria tersebut hanya demi kekayaan." Ucap Ibunda Bowo yang bernama Tati itu, dengan suara yang sengaja di keraskan agar Arumi dan Barra mendengarnya.
Sesak sekali dada Arumi saat mendengar ucapan Bu Tati yang tertuju padanya. Bu Tati memang sangat tak menyukai dirinya. Entah apa yang membuatnya tak suka pada dirinya. Padahal selama ia berpacaran dengan Bowo, tak pernah sekalipun dirinya bersikap tidak sopan pada ibu pria yang dulu sangat ia cintai itu.
"Abaikan, jangan dengarkan!" Ucap Barra saat melihat buliran air mata jatuh dari kelopak mata Arumi.
Setelah selesai berbelanja, tibalah mereka di meja kasir. Arumi sangat merutuki hari ini yang ia anggap sebagai kesialan. Bagaimana tidak, ia lagi-lagi harus bertemu dengan keduanya. Mereka antri di meja kasir yang berbeda, namun posisi mereka saling bersebrangan. Mata Bowo terus saja memandangi Arumi yang mulai jengah dan terganggu dengan tatapan itu.
"Jangan tatap aku dengan tatapan seperti itu Kak Bowo! Tatapan mu sungguh mengelikan." Umpat Arumi di dalam hatinya.
Ia terus membuang pandangannya kearah lain. Ketika Bowo menatapnya penuh cinta dan memuja, namun tak mau berjuang untuk kisah cinta mereka. Barra yang lagi-lagi sibuk dengan ponselnya pun dikejutkan dengan sikap Arumi yang kembali menempel padanya.
"Sayang, bantu aku angkat barang-barangnya dari troli. Jangan main handphone terus!" Ucap Arumi dengan suara yang begitu manja.
Suara Arumi yang terdengar begitu manja ini, persis sama seperti suara Pinkan yang sering kali merengek padanya, untuk tidak terus sibuk dengan ponselnya sendiri. Sehingga Barra menganggap suara Arumi yang manja barusan itu adalah suara Pinkan.
"Tunggu sebentar sayang, aku sedang membalas pesan dari Tuan Frans." Jawab Barra yang masih fokus dengan ponselnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
@💞Lophe💝💗💓🤵👰
Ibunda Bowo itu sangat merendahkan Arumi sementara Bowo hanya diam saja
2023-06-28
1
🍒⃞⃟🦅🥑⃟uyulpuyosibocah
Barra aneh, udh jlas² tuh pinkan ga bnr msh. ja cinta sma dia
2023-06-09
0
@Risa Virgo Always Beautiful
Jadi ibunya Bowo pernah mencaci maki Arumi
2023-05-25
0