"Buatkan aku satu lagi!" Perintah Barra pada Arumi. Ini adalah omlet ke empat yang di minta Barra pada Arumi.
"Dia lapar atau suka sih?" Gumam Arumi di dalam hatinya.
Tanpa menjawab perintah Barra, Arumi kembali memasakkan omlet keempat untuk Barra. Setelah piring keempatnya tandas. Barra menengguk susu jahe buatan Arumi. Mata Barra mendelik saat meminum susu dengan rasa berbeda. Jujur ini adalah pertama kalinya Barra merasakan susu dengan rasa jahe.
"Biar gak enek Pak, kebanyakan makan omlet bisa jeckpot nanti di mobil." Ucap Arumi sembari merapikan piring bekas makan Barra.
"Enak. Besok buatkan lagi." Balas Barra setelah menengguk habis minuman yang dibuat oleh Arumi.
"Ayo berangkat!" Ajak Barra pada Arumi yang baru saja melepas epronnya.
Arumi kembali mengenakan blazernya dan membuntuti langkah kaki Barra. Barra menghentikan langkah kakinya, ia berdiri tepat di depan pintu mobil. Menunggu Arumi membukakan pintu untuknya, tapi Arumi yang tidak sadar hanya ikut berdiri di belakang tubuh tegap dan kekar milik Barra.
"Buka pintunya!! Kenapa kamu diam saja di belakang tubuhku?" Perintah Barra dengan wajah angkuhnya, namun wajah angkuhnya itu tak bisa menutupi wajah sayup dan terlihat sedang menahan kantuk.
"Owhh... minta di bukain, bilang dong dari tadi Pak, mana saya tahu Bapak minta di bukain." Sahut Arumi yang sudah tak bisa memasang wajah sabarnya lagi.
Barra melirik sinis pada Arumi yang berani menyahuti perintahnya. Saat Arumi sudah membukakan pintu mobil, Barra yang masuk ke dalam mobil, masih saja melihat arumi dengan tatapan sinisnya. Jujur Arumi adalah karyawati pertama yang berani menyahuti perintahnya. Indri saja yang sudah bertahun-tahun bekerja dengan Barra, selalu menjaga mulutnya untuk tidak melawan perintah Barra, sang Presdir.
"Ini pekerjaan jadi sekertaris apa jadi pengasuh sih? Miris banget nyari uang sampai kaya begini banget, kalau dia cuma butuh pengasuh harusnya dia cari baby sister bukan sekertaris. " Rutuk Arumi di dalam hatinya, saat ia membukakan pintu dan menunggu Barra masuk ke dalam mobil.
Kesal. Tentu saja Arumi kesal. Hilang sudah kesabarannya menghadapi Barra yang banyak maunya dan sikap manjanya yang selalu ingin dilayani. Pantas saja Indri mengundurkan diri menjadi sekertarisnya. Semanja ini Presdir yang dielu-elukan kaum wanita seantero perusahaan ternyata.
Brukk!! [Arumi membanting pintu mobil Barra].
"What's? Dia banting pintu? Wajah cantiknya tidak sesuai dengan kelakuan minusnya yang kasar ini. Aku kira dia wanita yang lemah lembut ternyata dia tak jauh beda dengan preman pasar." Ucap Barra yang terkejut Arumi membanting pintu mobilnya.
Arumi berlari kecil ke arah pintu pengemudinya dengan wajah ditekuk. Dan masuk ke dalam mobil dengan memasang wajah masamnya.
"Arumi, apa kamu tadi membanting pintu mobil saya dengan sengaja? Kamu kesal saya suruh bukakan pintu untuk saya? Ingat Arumi saya ini atasan kamu?" Tanya Barra dengan menarik lengan Arumi yang sudah ingin melajukan mobil yang dikemudikan dirinya.
"Iya saya banting pintu mobil Bapak dengan sengaja, saya memang merasa kesal dengan Bapak dan saya ingat sekali Bapak adalah atasan saya yang paling banyak maunya, banyak nyuruhnya dan perintah Bapak tuh aneh-aneh saja asal Bapak tahu saja." Jawab Arumi yang mampu ia katakan di dalam hatinya saja.
"Apa terdengar seperti dibanting?" Arumi malah balik bertanya dengan tampang pura-pura bodohnya. Ya dia menutupi kekesalannya dengan tampang pura-pura bodohnya.
"Ahh... kamu tidak sengaja rupanya. Ya sudah, lupakan." Jawab Barra yang malah mulai merebahkan tubuhnya kembali.
"Bantal. Mana bantal, Arumi?" Barra meminta bantal pada Arumi yang sudah mau menginjak pedal gas mobil yang ia kemudikan.
Arumi menengok kearah Barra yang sudah merebahkan dirinya di kursi duduknya. Ia menatap kesal sang Presdir yang lagi-lagi banyak permintaannya.
"Aishhh.... apa lagi sih dia ini, Pakai tanya mana bantal. Mana sempat aku membelinya. Pulang saja sudah tengah malam, mana ada toko yang masih buka. Lagi pula jika aku membawanya dari rumah ku, mana mau dia memakai bantalku yang sudah tepos seperti bokongku ini." Rutuk Arumi di dalam hatinya.
"Hei, kenapa kamu melihat ku seperti itu Arumi? Aku bertanya mana bantal dan selimut yang aku pesan pada mu kemarin. Apa kamu tak membawanya? Apa kamu melupakan barang pesanan ku itu?" Protes Barra pada Arumi.
Ia masih saja menanyakan bantal dan selimut yang ia pesan pada Arumi. Melihat Arumi diam tak menjawab pertanyaannya. Barra bangkit kembali dan menatap tajam wajah Arumi.
"Apa-apaan dia, baru tidak membawa bantal dan selimut saja dia sudah bertaring, apalagi aku melakukan kesalahan yang lain? Menyebalkan sekali sorot matanya yang tajam itu." Gerutu Arumi ketika ia melihat Barra menatap tajam dirinya.
"Pak Barra yang terhormat, mohon maaf saya tidak membawa barang yang bapak pesan itu, bukan karena saya melupakan pesanan Bapak, tapi sadarkah Bapak jika saya pulang sudah larut malam dari rumah Bapak yang mewah ini, karena bapak sangat sulit dibangunkan semalam." Jawab Arumi yang membuat Barra terdiam dan membanting tubuhnya ke kursi duduknya. Ia kembali merebahkan tubuhnya di kursi samping pengemudi.
"Ambil bantal dan selimut ku di kamar, tanyakan pada bibi dimana kamarku!" Perintah Barra.
Tuing!! [Mata Arumi membola seketika].
"Apa dia bilang tadi? Tanya Bibi dimana letak kamarnya? Sialan, dia benar-benar ngerjain aku. Tadi dia bilang Bibi mendadak pulang kampung. Jangan bilang jika Bibi punya pintu Doraemon yang bisa berpindah tempat dengan cepat dan ajaib." Gerutu Arumi yang keluar dan menghentak-hentakkan kakinya.
"Arghhhh...." Arumi menahan kekesalannya ketika melihat jam sudah menunjukkan pukul depan pagi. Ini pertama kali dalam hidupnya Arumi datang terlambat ke kantor.
Ia berjalan ke dalam rumah Barra dan bertemu dengan Bi Ipah yang sedang mengelap piring yang Arumi cuci tadi. Arumi berjalan menghampiri Bu Ipah dan menyapanya.
"Bi, dimana kamar Pak Barra?" Tanya Arumi dari belakang tubuh Bi Ipah, yang berhasil mengejutkan Bi Ipah.
"Kodok loncat, eh lo kodok loncat. Ampun lo kodok ngegetin, bener lo kodok kan? Eh bukan kodok, cewek kodok." Ucap Bi Ipah yang hampir tak berhenti latah, jika Arumi tak menutup mulutnya dengan tangannya dan Bi Ipah tak mengikutinya, mungkin Bi Ipah pun tak akan berhenti latah sampai siang nanti.
"Bi, dimana kamar Pak Barra?" Arumi mengulang pertanyaannya.
"Di atas Non, Non mau ngapain? Pak Barra gak suka kamarnya di masukin orang asing." Jawab Bi Ipah.
"Mau ambil bantal dan selimut, kalau bibi berkenan bibi saja yang ambilkan kalau begitu."
"Ah, gak mau. Takut salah. Ayo Bibi anterin Non." Tolak Bi Ipah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
Ꮶ͢ᮉ᳟◉ⳤıⷶяᷡѧͩϰͬѧͤ◉⒋ⷨ͢⚤𝐀⃝🥀🤍📴
hati² yaa pak barra jangan kasar² sama.arumi ntar di banting loh klw Arumi mode preman pasar 🙈
2023-06-26
2
🦂⃟ᴍɪʟᷤᴀᷤʜᷫ ᶜᵘᵗᵉ ✹⃝⃝⃝s̊S
gregeten bnget sama barra...pngen aku tempol aja😀😊😁
2023-06-26
0
🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️
dia mulai ketagihan masakan mu loh Arumi 😅
2023-06-21
0