Pagi-pagi sekali, Arumi sudah pergi dari apartemennya. Ia sudah membuat janji dengan Anaya adiknya. Ia membawa mobil milik Barra untuk mengambil barang-barang miliknya di bawa Anaya dari rumah.
Kedua orang tua Arumi mengetahui jika Anya membawa barang-barang anak kedua mereka. Mereka tidak sama sekali melarang keputusan Arumi untuk pergi dari rumah mereka. Karena mereka sudah menganggap Arumi sudah dewasa dan bisa dipercaya untuk hidup di luar sana.
Apalagi kondisi keluarga mereka sedang ada perang dingin antara Adnan dan juga Arumi. Semenjak penolakan keluarga Bowo kekasih Arumi pada Arumi. Hubungan Arumi sama dengan Barra, menggantung tidak jelas dengan kekasih mereka masing-masing. Bowo laki-laki yang sangat payah. Ia tidak berjuang apalagi memiliki keberanian untuk membela Arumi saat kedua orang tuanya menolak dan mempermalukan Arumi di depan rumah mereka.
"Kak, kemarin kak Bowo menjemputku di sekolah." Ucap Anaya saat membantu sang kakak memasukkan barang-barangnya ke dalam bagasi mobil Barra.
"Terus?" Sahut Arumi singkat.
"Dia nanyain kabar Kakak,"
"Owhh... " Sahut Arumi yang tidak tertarik dengan pembahasan itu.
"Dia minta tolong aku, supaya kakak lepas blokiran nomornya. Ia ingin kembali berkomunikasi dengan kakak." Ucap Anaya yang menyampaikan pesan Bowo.
Arumi diam tak menanggapinya, hingga supir taksi online itu menghampiri mereka dan mengatakan jika sudah semua barangnya ia turunkan. Untuk mengucapkan rasa terima kasihnya Arumi mengeluarkan uang lebih sebasar dua ratus ribu rupiah, sebagai upah lelah membantu menurun naikkan barang-barang Arumi.
"Tadi pas kamu naikin barang ke taksi online itu, ada yang lihat ga?" Tanya Arumi pada Anaya.
"Gak ada, kak. Masih gelap banget. Mana ada orang yang keluar rumah kecuali keluarga kita yang kebangetan rajin." Jawab Anaya yang mendengus kesal.
"Hahaha... sudah jangan kesal begitu. Kamu akan tahu kenapa Ayah dan Ibu membiasakan kita bangun pagi lebih awal dari ayam jantan berkokok nanti, ketika kamu sudah menyelesaikan dunia sekolah mu, dunia nyaman mu itu." Arumi merangkul adiknya dan berjalan kearah sisi kiri mobilnya.
Ia membuka pintu dan mempersilahkan adiknya itu untuk masuk. Setelah Arumi masuk ke dalam mobilnya. Arumi melajukan kendaraannya ke taman kota. Mereka berdua berencana sarapan bersama terlebih dahulu disana, sebelum pulang ke kediaman masing-masing.
"Kak jangan lupa hp baru," ucap Anya yang mengingatkan sang Kakak.
"Sudah Kakak transfer ke rekening mu semalam." Jawab Arumi sembari melepas sabuk pengamannya.
"Serius, berapa?"
"Sepuluh,"
"Owh... mmmm... makasih kakak ku sayang, semangatlah bekerja untuk kesejahteraan adikmu ini ya." Ucap Anaya yang serta merta memeluk dan mencium pipi sang kakak.
"Ishhh... kamu tuh baik kalau ada maunya." Balas Arumi yang berusaha melepaskan pelukan sang Adik.
Hehehe... [Tawa Anaya dengan cengiran kudanya].
Keduanya turun untuk sarapan bubur bersama. Setelah selesai sarapan bubur. Anaya pamit pulang, ia izin pada Arumi untuk menggunakan sepeda motor metic tuanya untuk berangkat ke sekolah. Karena mulai hari senin esok, dia sudah tidak mungkin di antar lagi oleh sang kakak. Arumi pun mengizinkannya.
Keduanya pun berpisah, sebelum pulang Arumi membungkuskan satu mangkok bubur ayam berikut dengan berbagai macam sate, sebagai pelengkapnya untuk Barra yang mungkin sudah bangun ataupun juga belum.
Sesampainya di apartemen, ia dapati Barra sudah duduk di sofa dengan wajah ditekuknya.
"Dari mana kamu?" Tanya Barra yang pandangannya tetap menatap televisi.
"Habis ambil barang-barang saya Pak." Jawab Arumi jujur apa adanya.
"Kamu pulang ke rumah?" Tanya Barra lagi. Ingintahi dan perduli tapi gengsi. Ia bicara dengan wajah datar dan tatapan matanya yang begitu dingin.
"Nggak, ketemu dijalan sama Anaya, adik saya." Jawab Arumi singkat.
"Mana barangnya?" Tanya Barra lagi yang tak melihat Arumi membawa barang-barangnya.
Ia hanya membawa sebuah plastik yang berisi tempat makan plastik yang ada bubur ayam di dalamnya, yang rasanya sangat lezat menurut Arumi dan Anaya.
"Masi di mobil. Saya mau nyiapin sarapan Bapak dulu." Jawab Arumi yang begitu perhatian pada Barra. Ia berjalan ke arah dapur yang langkah kakinya langsung di ekori oleh Barra yang sudah lapar.
"Mau di pindahin ke mangkuk atau langsung makan di sini?" Tanya Aruminpada Barra yang sudah duduk di kursi meja makan.
"Di sini saja, mana sendoknya?" Barra terlihat bersemangat untuk menyantap bubur yang dibawa Arumi, karena wanginya sungguh menggugah selera.
Arumi mengambilkan sendok dan memberikannya pada Barra. Barra langsung menyantapnya dengan lahap.
"Sepertinya lebih enak lagi, jika langsung makan di tempatnya." Ucap Barra pada Arumi yang sedang mencuci piring bekas mereka makan semalam.
"Hemmm...iya." sahut Arumi singkat.
Setelah selesai mencuci piring, Arumi pamit pada Barra untuk mengambil barang-barangnya di mobil. Barra mengizinkan tanpa ada niat membantunya. Dengan meminjam troli pada pihak apartemen. Arumi dengan mudah membawa barang-barangnya dengan sekali angkut.
Setibanya di unit, ia segera membereskan barang-barangnya di kamar hingga selesai. Saat ia merebahkan tubuhnya yang lelah. Barra masuk ke kamar Arumi tanpa permisi.
Ia duduk di tepi ranjang Arumi tanpa menatap Arumi yang sedang berbaring. Barra menjaga pandangannya agar tak tergoda dengan tubuh indah Arumi. Ia seakan masih berusaha setia dengan Pinkan yang telah mengkhianatinya.
"Sepertinya kita perlu belanja keperluan dapur, saya ingin kamu memasak untuk saya, walau hanya sebuah omlet." Ucap Barra yang artinya ia mengajak Arumi untuk berbelanja.
"Berikan saya waktu istirahat sebentar, tiga puluh menit sudah cukup untuk saya istirahat, Pak." Balas Arumi yang tak membuat Barra keluar dari kamarnya. Ia tetap diam dan duduk di tepi ranjang Arumi sembari memandangi perubahan kamar Arumi yang sudah di tata oleh Arumi sendiri.
Setelah tiga puluh menit berlalu, Arumi sudah bangun dari tidurnya. Ia pun bersiap untuk pergi. Arumi tetap menyetir kendaraan milik Barra yang sudah diberikan padanya itu, dan Barra tetap duduk dengan tenang sembari memainkan ponselnya selama ia berada di dalam perjalanan bersama Arumi.
Sesampainya di supermarket terbesar di kota ini, Arumi segara menarik troli dan mendorongnya. Ia mengambil bahan-bahan yang dibutuhkan untuk dirinya memasak. Barra terus memgeekori kemanapun Arumi melangkahkan kakinya di supermarket. Mereka kadang terlibat perbincangan itu pun, seputar bahan makanan yang ingin mereka beli.
Sewaktu mereka berdua ada di tempat daging, Arumi tanpa sengaja bertemu dengan ibunda Bowo, Tante Ratna. Tante Ranta memandang Arumi dengan sebelah mata, terlihat sekali jika dia tak menyukai Arumi. Sebenarnya ingin sekali Arumi sekedar menyapanya namun melihat cara beliau memandang Arumi. Keinginannya itu ia urungkan. Arumi lebih memilih beberapa jenis daging untuk dia masak untuk beberapa hari ke depan.
Tanpa disangka, ketika Arumi memilih daging, Bowo datang menghampiri Ibundanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
@💞Lophe💝💗💓🤵👰
Arumi kamu terlihat sangat menyayangi adik kamu
2023-06-28
1
🍒⃞⃟🦅🥑⃟uyulpuyosibocah
orgtua Bowo it trllu smbong, mnlai org hny dri khdpan
2023-06-09
0
@Risa Virgo Always Beautiful
Arumi kamu sangat menyayangi adik kamu yaitu Anaya
2023-05-25
0