Di sebuah bangunan Mansion yang begitu mewah, tepatnya disebuah ruang kerja. Tuan besar Brandon tengah berbincang serius dengan putranya, mengenai bisnisnya dengan Perusahaan Bolen. Ternyata orang tua Barra ini telah mengetahui kejadian yang baru saja terjadi dengan cepat.
"Jangan kau campuri urusan pribadimu dengan urusan bisnis ini Nak! Sudah Daddy katakan sejak awal. Pinkan bukanlah wanita yang baik untukmu. Lupakan dia! Carilah wanita baik-baik yang bisa mengimbangi setiap langkah mu!" Barra hanya tertunduk diam dan mendengarkan sang Daddy berbicara menasehati dirinya.
"Jika kau tidak mau bertemu dengan Tuan Marco untuk sementara waktu, biarkan bisnis ini di handle sementara waktu oleh asisten mu, Kevin!" Ucap Tuan Brandon lagi.
"Daddy. Kenapa Daddy seakan tak mau mengerti bagaimana perasaan ku? Aku tak ingin menjalani bisnis dengan orang yang sudah mengambil wanita yang aku cintai." Barra akhirnya bersuara, ia bersuara memprotes keputusan sang Daddy.
"Jangan bersikap seperti pecundang Barra! Kamu ini laki-laki bersikaplah gentle! Hadapi, jangan menghindar! Buktikan bahwa kamu bisa hidup tanpa wanita itu. Jangan tunjukkan sisi lemah mu pada lawan mu! Saat ini Tuan Marco memang patner bisnis kita, belum tentu dengan esok hari. Bisa jadi dia akan jadi musuh kita, dan dia sangat tahu kelemahan mu, karena sikapmu yang seperti ini. Mau jadi apa perusahaan ini jika punya Presdir loyo dan lemah seperti mu." Pungkas Tuan Brandon yang membuat Barra tertekan.
Barra merasa sang Daddy tak memahami perasaannya. Tanpa berkata-kata lagi. Barra pun meninggalkan sang Daddy di ruang kerjanya. Ia melangkahkan kakinya dengan malas ke kamar pribadinya di mansion kedua orang tuanya.
"Dad, kenapa lagi putra kita?" Tanya Miranda pada suaminya yang baru saja membaringkan tubuhnya di ranjang.
"Biasa masalah bisnis dan hati yang ia campur adukan." Jawab Tuan Brandon yang menatap langit-langit kamar tidurnya.
"Apa ini tentang Pinkan lagi?" Tanya Miranda yang menatap lekat guratan kekhawatiran di wajah suaminya.
"Ya, wanita itu lagi. Entah bagaimana cara membuatnya sadar, jika wanita itu bukanlah wanita baik-baik. Kali ini dia tak sengaja bertemu dengan Pinkan yang sedang bersama Tuan Marco. Entah besok, putra kita akan bertemu Pinkan dengan pria mana lagi." Jawab Brandon yang cemas memikirkan nasib putranya.
"Wanita itu pasti sudah memiliki agendanya sendiri Dad, apa tak sebaiknya kita nikahkan saja putra kita." Balas Miranda dengan ide cemerlangnya.
"Daddy juga berpikir seperti itu, ingin menikahkan Barra, tapi dengan siapa? Daddy tak mau menikahkan Barra dengan putri teman bisnis Daddy, karena pastinya pernikahannya nanti bukan karena cinta tapi karena kesepakatan bisnis." Sahut Tuan Brandon.
"Sayangnya Indri sudah menikah dengan Kevin, jika saja dia belum menikah pasti Mommy akan menikahkan dia dengan Indri."
"Iya Mommy benar, dulu Daddy pun berpikir akan menikahkan mereka tapi jodoh itu memang sudah diatur oleh yang maha kuasa Mom. Kita hanya bisa berencana tapi tetap Tuhan juga yang menentukan."
"Ya, Mommy berharap Barra bisa menikah secepatnya dengan wanita yang baik-baik dan bisa menyayangi dia apa adanya bukan karena ada apanya." Ucap Miranda dengan harapannya.
"Mommy tenang saja, kita sebentar lagi akan memiliki menantu. Faden sudah mengatur semuanya dengan baik. Dia sudah membantu Daddy menyeleksi wanita-wanita muda untuk menjadi calon istri putra kita. Kita hanya tinggal menunggu waktu yang tepat untuk menikahkan mereka." Balas Tuan Brandon yang tersenyum penuh arti dan dibalas pelukan oleh sang istri.
"Siapapun istri putra ku, aku tak akan permasalahkan, asal dia bisa menyanyangi dan mencintai putraku dengan tulus, aku pun akan menerimanya, Dad." Ucap Miranda saat di dalam pelukkan sang suami.
Keduanya pun terlelap setelah perbincangam mereka tentang Barra berakhir. Sementara Barra di dalam kamarnya merasa gusar dan gelisah. Hatinya yang kesal karena patah hati, makin tak bisa membuat matanya terpejam.
Ia pun kembali keluar dari kamarnya, ia mencari supir pribadi yang ada di Mansion. Ia pergi diantar supir ke club malam. Ia ingin menghabiskan waktu malamnya ini untuk bermabuk-mabukkan.
Sedangkan Arumi yang masih di jalan, memutuskan untuk makan di pinggir jalan terlebih dahulu, perutnya baru terasa lapar, dan ia pun menyadari jia dirinya belum sempat makan malam. Ia belum sampai di rumah hingga selarut malam seperti ini, karena tak bisa melewati jalan yang biasanya ia lalui.
Jalanan yang biasa ia lalui ternyata sedang ada perbaikan jalan. Sebenarnya bisa saja ia melewati jalanan tersebut, jika ia menaiki skuter matic tuanya itu, namun sayangnya ia kini membawa mobil mewah Barra. Hingga akhirnya ia harus berjalan memutar kembali. Sewaktu ia sedang menikmati sate padang, ia pun terlibat percakapan dengan si penjual Sate.
"Uda, maaf. Tahu jalan yang cepat untuk ke jalan kekemanggisan tidak?" Tanya Arumi tanpa rasa segan.
"Wah, kalau jalan kearah sana semua lagi ada perbaikan jalan. Mbanya kayanya harus muter lewat jalan Salak." Jawab sang penjual itu yang membuat Arumi tertunduk lesu.
"Ternyata hanya jalan itu satu-satunya." Gumamnya seorang diri.
Ia segera membayar, makanannya yang sudah tandas ke dalam perutnya. Dua piring sate padang, sudah membuat perutnya ratanya terasa kenyang.
"Akhirnya full tank juga nih perut. Jangan ngantuk dan jangan bego ya, biar kita gak nyasar dan cepat sampe di rumah. Udah kangen sama kasur, bantal dan guling kesayangan gue nih di rumah huuu.." ucap Arumi di dalam mobil sembari mengunakan sabuk pengamannya.
Arumi pun kembali melajukan kendaraannya. Ia menyetir dengan melawan rasa kantuk yang mulai menyerangnya.
"Duh jangan pengen merem dulu dong! Masi jauh nih. Untung besok hari sabtu, coba kalau hari senin, bisa menderita punya hutang tidur kaya gini. Sabar dulu mata ya sabar." Gumam Arumi yang berusaha menahan kantuknya di kondisi jalan yang masih macet saja ditengah malam seperti ini. Sepertinya kemacetan ini efek dari pengalihan jalan yang sedang diperbaiki. Sehingga kepadatan kendaraan menumpuk di satu jalan.
Brakkkk! [ Tiba-tiba saja Arumi seperti menabrak sesuatu di depan mobil milik Barra yang ia kendarai ini].
"Aduhh mobil orang ini, ampun deh. Gue nabrak apaan ya? Apa ada sesuatu yang jatuh?" Tanya Arumi pada dirinya sendiri.
Arumi segera bergegas membuka sabuk pengamannya dan keluar melihat keadaan bagian depan mobil Barra.
Baru saja ia keluar dari mobil Barra, ia di kejutkan denga penampilan berantakan Barra yang tengah berlari kearah mobilnya.
"Pak Barra," cicit Arumi memanggil nama Bossnya itu.
Bugh...Bugh...Bugh [Suara pukulan yang terus dilayangkan Barra pada pria yang sudah tersungkur di depan mobil Barra yang dibawa oleh Arumi.
Arumi terkejut saat melihat ada pria yang sudah tersungkur di atas aspal, namun masih di pukuli oleh Barra, hingga wajahnya babak belur tak berbentuk lagi. Arumi saja sampai tak mengenali wajah pria itu. Namun dari suaranya yang merintih minta ampun pada Barra, sungguh terasa familiar di telinganya.
Tanpa kata-kata dan tak mau Barra menjadi seorang pembunuh, Arumi segera menghentikan aksi Barra dengan memeluk tubuh kekar yang sedang mengungkung tubuh pria tak berdaya di bawahnya.
"Sudah Pak Barra hentikan! Jangan pukuli dia lagi! Kendalikan emosi mu Pak!" Ucap Arumi yang mencoba menghentikan aktifitas Barra.
Mendengar suara Arumi, Barra menghentikan aktifitasnya. Ia melirik sejenak plat mobil dihadapannya. Sebuah kebetulan yang sangat menarik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
🦂⃟ᴍɪʟᷤᴀᷤʜᷫ ᶜᵘᵗᵉ ✹⃝⃝⃝s̊S
siapa yg dipukulin Barra
2023-06-26
0
🍒⃞⃟🦅🥑⃟uyulpuyosibocah
Barra ada² ja mkulin org🤦🏻♂️
2023-06-09
0
𝐙⃝🦜🍁 comink 🍁🦜
benar kata papamu barra jangan campur adukkan kerjaan Dengan cinta
2023-05-25
0