Arumi mendengus sebal, tapi ia malah masuk ke dalam kamar yang di tunjuk Barra untuknya. Arumi merebahkan tubuhnya yang lelah hingga akhirnya ia kembali tertidur.
Sore hari pun datang, Arumi bangun karena merasa perutnya sangat lapar. Ia terkejut karena melihat matahari telah kembali keperaduannya.
"Ah, lama sekali aku tidur." Gumam Arumi yang kemudian beranjak dari tempat tidurnya.
Ia melihat ponselnya. Ia mendengus kesal, karena belum ada kabar dari keluarganya jika Kak Adnan sudah pulang atau belum dari rumah. Dengan langkah lemas Arumi keluar dari kamarnya. Ia tak mendapati Barra di sofa dimana terakhir ia melihatnya.
"Sudah bangun?" Sapa Barra yang ternyata ada di dapur. Ia sudah berganti pakaian yang berbeda dari sebelumnya.
"Hemmm." Jawab Arumi singkat.
"Mandilah kau sudah tak mandi sejak kemarin. Jorok sekali." Ucap Barra lagi dengan gayanya yang menutup hidung, seakan tubuh Arumi berbau tak sedap.
Arumi yang sadar dengan apa yang dilakukan Barra pun mengecek dengan mengendus aroma kedua ketiaknya.
"Tidak bau sama sekali." Gerutu Arumi yang malah duduk di kursi meja makan.
"Bapak memasaknya?" Tanya Arumi saat melihat banyak hidangan di meja makan.
"Tidak, saya membeli dan menghangatkannya. Sebaiknya sekarang kamu mandi dan makan bersama saya di sini setelah kamu selesai mandi." Jawab Barra yang memerintah Arumi untuk bergegas mandi.
"Saya tidak punya baju ganti, mana bisa saya mandi dan menggunakan baju yang sama lagi." Tolak Arumi yang sudah mulai mengambil fishroll dan melahapnya.
"Buka lemari mu, sudah saya siapkan semua kebutuhan mu di sini. Dari pakaian luar dalam, tas, sepatu dan peralatan kecantikan mu. Sekarang pergilah mandi! Jangan pelihara kuman terlalu lama." Ucap Barra yang menatap dalam kedua bola mata Arumi.
"Hemm.. terima kasih. Saya akan pergi mandi dulu. Tolong jangan di habiskan, seluruh makanan ini!" Balas Arumi yang kembali mengambil fish roll goreng itu dan pergi kembali ke kamarnya.
Tak lama dia membersihkan dirinya, ia pun kembali dalam keadaan segar dengan handuk yang masih melilit di atas kepalanya.
"Kamu tidak mengeringkan rambut mu dulu?"
"Tidak. Aku sudah lapar sekali. Nanti saja." Jawab Arumi yang segera menyendokkan nasi untuk Barra terlebih dahulu baru dirinya. Mereka berdua makan di meja makan bersama. Seperti layaknya sepasang suami istri.
Selesai makan keduanya duduk di ruang televisi yang berada di depan kamar Arumi. Barra menonton berita televisi mengenai dunia bisnis dan saham, sementara Arumi asyik memainkan ponselnya. Ia sedang bertukaran pesan dengan adik bungsunya.
"Sial," umpat Arumi saat mengetahui Adnan dan keluarganya malah menginap di rumah kedua orangtuanya. Itu artinya malam ini dia tak akan bisa pulang ke rumah.
Mendengar umpatan Arumi, Barra pun menengok ke arah Arumi. Ia memperhatikan wajah sebal dan kesal Arumi yang tengah menatap ponselnya dan mengetik pesan dengan emosi.
"Kenapa?" Tanya Barra pada Arumi.
"Kak Adnan. Dia tidak pulang, malah menginap. sepertinya dia sengaja melakukannya." Jawab Arumi tanpa memandang Barra. Ia masih asyik membalas pesan dengan adiknya.
"Ya sudah, biarkan. Lagi pula kamu tidak terlunta-lunta di jalan. Kamu sudah punya tempat tinggal." Sahut Barra yang kembali menonton berita televisi.
"Hemm... iya." Jawab Arumi singkat.
Malam pun datang, Arumi berharap Barra pergi dari apartemen yang diberikan Barra padanya ini. Namun Barra tak menunjukkan tanda-tanda ingin pergi dari apartemen ini. Ia malah asyik dengan tontonan yang kali ini adalah superhero yang sangat digandrungi oleh Arumi, Spiderman.
"Pak, bapak gak pulang? Mau saya antarkan pulang tidak?" Tanya Arumi yang memberanikan diri.
"Kamu ngusir saya?" Sahut Barra tanpa menatap Arumi. Dia sedang asyik menyaksikan adegan Peter Parker sedang berciuman dengan Mary Jane. Membuatnya ingin melakukan hal yang sama saja.
Sedangkan Arumi yang melihatnya langsung menutup kedua bola matanya dengan kedua tangannya. Sadar jika Arumi menghindari pandanganya dari adegan itu Barra tersenyum renyah.
"Sepertinya dia tak pernah melakukannya, benar-benar polos." Gumam Barra di dalam hatinya.
"Gak ngusir, cuma nanya." Sahut Arumi yang melenggang pergi meninggalkan Barra di ruang televisi.
"Mau kemana?" Tanya Barra ketika melihat Arumi beranjak dari sofa.
"Tidur, kalau bapak ga pulang, ya saya mau tidur." Jawab Arumi yang menghentikan langkahnya dan membalikkan tubuhnya menghadap Barra.
Barra bangun dari duduknya. Ia berjalan menghampiri Arumi. Ia mengikis jarak antara dirinya dan Arumi.
"Saya mengalami insomnia Arumi, saya sulit sekali untuk memejamkan mata. Tapi di dekatmu saya sangat mudah memejamkan mata saya. Tolong izinkan saya tinggal bersama dengan mu. Sampai Insomnia saya sembuh." Tutur Barra yang menatap dalam mata Arumi.
"Hemmm... baiklah, tapi tolong jaga sikap Anda dengan saya Pak. Jangan sentuh diri saya ini!" Jawab Arumi yang mengiyakan dengan mudah permintaan Barra untuk tinggal bersamanya.
Rasa tersingkirkan dari keluarganya, kecewa dan terbuang, membuat otaknya tak lagi berpikir jernih. Ia tak mau menolak permintaan Barra yang akan berakhir dengan pemecatan dirinya, sedangkan dirinya sangat butuh pekerjaan untuk bertahan hidup.
"Terima kasih Arumi." Jawab Barra yang segera menggandeng tangan Arumi untuk masuk ke dalam kamarnya.
Kamar Barra adalah kamar utama yang ada di apartemen ini. Ternyata handle pintu kamar utama itu sudah di ubah dengan handle pintu dengan kunci yang hanya menggunakan sidik jari. Sebelum masuk, Barra memasukkan sidik jari Arumi ke dalam handle pintu tersebut. Jadi yang bisa masuk ke kamar itu hanya mereka berdua saja.
"Temani saya hingga saya tertidur, jika saya sudah tertidur kamu boleh kembali ke kamar kamu." Pinta Barra yang mendudukan Arumi di ranjang tidurnya.
Arumi kemudian membaringkan tubuhnya di ranjang itu, begitu pula dengan Barra, ia naik ke atas ranjang dan berbaring di samping Arumi. Barra dan Arumi sama-sama saling membelakangi satu sama lainnya. Tak lama berselang, Arumi melihat Barra sudah terlelap tidur.
Arumi turun dengan hati-hati dari ranjang tidur Barra. Ia menyelimuti tubuh Barra dan keluar dari kamar Barra dengan jalan yang mengendap-endap, ia tak berharap Barra kembali bangun dan merepotkannya lagi.
Keluar dari kamarnya adik kesayangan Arumi itu menghubunginya. Segera Arumi mengangkat panggilan adiknya itu ketika ia sudah berada di dalam kamarnya.
"Hallo Nay, gimana sudah kamu rapikan semua barang-barang Kakak?" Sapa Arumi yang memang meminta adiknyanitu untuk mengemasi barang-barangnya.
"Sudah kak, ini gimana cara bawanya? Banyak banget ihh," jawab Anaya yang terdengar kesal dan letih dari suaranya.
"Naik taksi online-lah adikku sayang. Kamu mau ponsel barukan?" Ucap Arumi yang membuat semangat adiknya itu untuk membantu dirinya.
"Ya pastilah mau, masa rezeqi di tolak." Jawab Anaya yang terdengar bersemangat kini.
"Ya sudah besok. Pagi-pagi sekali saat Kak Adnan dan keluarganya belum bangun, kakak tunggu kamu di ujung jalan Delima ya, tepat di pos security-nya ya?" Ucap Arumi lagi.
"Hemmm iya, asal jangan lupa uang buat beli ponsel baru sembilan juta, kalau bisa genapin deh sepuluh juta buat jajan. Cape banget tau ini." Sahut Anaya yang masih saja menawar pada kakaknya.
"Iya-iya, itu bisa diatur." Jawab Arumi yang kemudian menyudahi panggilan teleponnya dengan sang adik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
@💞Lophe💝💗💓🤵👰
Arumi terbangun dari tidurnya gara gara perut Arumi lapar
2023-06-28
1
🍒⃞⃟🦅🥑⃟uyulpuyosibocah
adikny mnta hp ga tnggung² sy ja smpe skrng hrga hp ga smpe 9jt loh 🤦🏻♂️
2023-06-09
0
@Risa Virgo Always Beautiful
Arumi kecapekan sampai langsung tertidur pulas
2023-05-25
0