"Bowo berhentilah melihat wanita murahan itu!" Pekik Bu Tati yang berusaha memalingkan wajah putranya.
"Murahan?" Cicit Barra saat menyadari suara yang baru saja ia kenali. Ia menghentikan aktivitasnya yang sangat sibuk dengan ponselnya.
Pandangan Barra beralih pada Arumi yang tersenyum penuh kepedihan, sembari mengeluarkan barang-barang belanjaannya.
"Berhentilah tersenyum seperti itu Arumi!" Ucap Barra yang merasa ngilu hatinya melihat senyum kepedihan yang terpancar dari wajah Arumi. Ditambah lagi mendengar suara pekikan Bu Tati yang tak ada henti-hentinya mencaci Arumi. Barra menarik troli yang menghalangi dirinya untuk mendekati Arumi.
"Sudah cukup hentikan! Biar saya saja." Ucap Barra saat Arumi masih mau mengeluarkan barang-barang dari dalam troli dengan senyum yang menjengkelkan bagi Barra.
"Saya mau cepat pergi dari sini, sebelum wanita itu menghampiri saya dan mempermalukan saya di sini, awas minggir!" Ucap Arumi yang malah menarik tubuh Barra yang menghalangi dirinya.
Dan benar saja, tak lama dari Arumi bicara seperti itu. Bu Tati yang selalu naik pitam setiap kali melihat anaknya terlalu mencintai Arumi pun datang menghampiri Arumi. Arumi yang sedang menunggu kasir menghitung barang belanjaan milik Barra dan Arumi pun terkesiap dengan kedatangan Bu Tati yang memukul dan menampar wajah Arumi membabi buta.
Tak hanya Arumi yang terkesiap, Barra pun sama. Sejenak Barra yang terkejut pun malah terdiam melihat Arumi di aniaya di depan matanya oleh Bu Tati. Arumi yang di pukuli hanya diam tanpa perlawanan seperti biasanya. Ia membiarkan Bu Tati memukuli dirinya sampai puas. Lagi-lagi senyum getir terukir di wajah Arumi. Membuat Barra sadar dari keterkejutannya.
Ia menarik tubuh tua Bu Tati agar menjauh dari tubuh Arumi, dengan sekali tarikkan tangan Barra tubuh tua itu terhempas ke lantai. Barra kemudian memeluk tubuh Arumi yang menitikan air mata dalam diamnya.
Sementara Bu Tati yang jatuh tersungkur di lantai, dibantu seorang Security untuk kembali berdiri. Mulut tua itu tak berhenti terus mencaci Arumi dan Barra. Keributan yang diciptakan Bu Tati berhasil membuat mereka menjadi pusat perhatian.
"Berhentilah tersenyum seperti itu Arumi! Senyum mu ini sungguh menjengkelkan." Ucap Barra, saat ia memeluk Arumi.
"Cepat hitung belanjaan kami!" Pekik Barra pada kasir yang malah terdiam menonton kejadian ini.
Barra menatap penuh kebencian pada Bowo yang masih tenang berdiri di meja kasir yang ada di sebrang dirinya. Ia seakan tak mau ikut malu menjadi tontonan orang banyak. Selesai membayar belanjaannya, Barra masih terlihat tenang, meski mulut Bu Tati masih tak bisa berhenti mencaci mereka berdua.
"Dasar pasangan kumpul kebo, mau-maunya pria setampan dan sekaya Anda memelihara perempuan murahan seperti Arumi. Perempuan miskin yang ingin merubah nasibnya dengan cara instan. " Caci Bu Tati yang tak henti-hentinya bicara seperti itu. Ia bermaksud ingin membuat Arumi malu dan di campakkan oleh Barra yang ia anggap benar-benar pasangannya.
"Aishh... memalukan sekali, apa dia tidak tahu siapa aku?" Gumam Barra yang sedang memasukkan kembali blackcardnya ke dalam dompetnya.
Selesai memasukkan dompetnya ke saku celana. Barra merangkul tubuh Arumi yang mendorong troli barang belanjaan mereka, yang telah dibayar oleh Barra.
Saat mereka kembali berpapasan, lagi-lagi Bu Tati mencaci Arumi, seperti orang yang tidak waras. Barra yang sudah kehabisan kesabaran, karena melihat Bowo hanya bisa diam saja, saat Ibunya terus menyakiti sikis Arumi. Akhirnya memberikan bogem mentah yang langsung membuat Bowo jatuh tersungkur.
"Aaa..." pekik semua orang yang melihat Barra memukul Bowo termasuk dengan Bu Tati, terkecuali Arumi yang hanya menatap nanar pria yang pernah menghiasi hari-harinya dahulu.
"Sebaiknya Anda operasi kelamin saja, jika sikap pengecut ini masih melekat pada diri Anda." Ucap Barra usai memberikan bogem mentah pada Bowo. Bowo hanya diam mendengar ucapan Barra namun tatapan mata Bowo pada Barra menyiratkan sesuatu yang tak bisa dipahami oleh Bu Tati dan juga Arumi.
Melihat lawannya tak melakukan perlawanan. Barra kemudian kembali merangkul Arumi dan pergi begitu saja meninggalkan mereka. Bowo tersentum getir saat menyadari kata-kata yang di ucapkan Barra padanya.
"Kamu tidak apa-apa Nak?" Tanya Bu Tati yang begitu mengkhawatirkan putra satu-satunya itu, yang mengeluarkan darah dari sudut bibirnya.
Bowo tak menjawab pertanyaan sang ibu yang begitu mengkhawatirkannya. Ia bangun dan melihat kepergian Arumi yang di rangkul mesra oleh Barra.
"Pria itu tak mencintai mu Arumi, dia hanya memanfaatkan mu. Menjadikan mu selingan disaat wanitanya bersama pria lain." Ucap Bowo dalam hatinya. Ia seakan mengetahui tentang kisah cinta Barra.
Sampai di apartemen, Arumi lebih banyak diam. Namun tangannya terus bergerak merapikan belanjaan dan barang-barang yang dibeli mereka di supermarket tadi. Sementara Barra yang melihat Arumi diam seperti ini merasa tak nyaman.
Selesai merapikan barang belanjaan, Arumi memasak apa yang Barra katakan tadi saat mereka dalam perjalanan pulang. Arumi melayani Barra makan seperti biasanya, ia duduk dan hanya memperhatikan Barra menghabiskan makanannya.
Mood Arumi yang masih jelek, membuatnya tak enak makan. Daripada ia membuang makanan dengan hanya mengaduk-aduk makanan, ia lebih baik tidak menyendok nasi walaupun hanya sebutir.
Malam pun datang, Arumi yang sedang menyendiri di dalam kamarnya di datangi oleh Barra.
"Aku mau tidur, temani aku." Ucap Barra yang berdiri diambang pintu.
Tanpa kata-kata Arumi yang sedang meringkuk di atas ranjang segera bangkit dan berjalan menghampiri Barra. Ia mengekori langkah kaki Barra menuju kamar Barra. Kembali mereka berbaring di atas ranjang yang sama dengan saling memunggungi.
Lama kelamaan Barra pun kembali terlelap. Arumi pun kembali ke kamarnya saat tahu Barra telah masuk ke alam mimpinya. Ia melangkah hati-hati meninggalkan kamar Barra.
Arumi kembali meringkuk di atas ranjang tidurnya. Tangis yang seharian ini ia tahan, lolos sudah kini. Ia menangis seorang diri, ditemani rintikan hujan dan suara petir yang menggelegar.
"Ya Tuhan, salah apa aku ini? Mengapa nasib hidup ku seperti ini? Mengapa Bu Tati masih saja membenciku? Padahal aku sudah menjauh dari Kak Bowo. Kenapa dia menuduhku murahan? Kenapa kata-katanya selalu menyakiti hati ku? Apakah si miskin yang hina ini tak boleh mencintai si kaya? Kejadian ini sudah dua tahun berlalu, kenapa rasa sakitnya masih begitu terasa, Tuhan. Padahal aku sudah tak memiliki perasaan sedikitpun pada Kak Bowo selain rasa benciku." Ucap Arumi disela tangisnya yang di dengar oleh Barra yang terbangun.
Ya Barra terbangun karena suara petir yang menggelegar dan ditambah Arumi tak lagi ada di sampingnya. Tanpa Arumi sadari Barra naik ke atas ranjangnya. Ia memeluk tubuh Arumi yang meringkuk di atas ranjang itu.
"Menangislah! Luapkan kepedihan mu Arumi,ini lebih baik dari pada kamu diam membisu seperti tadi." Ucap Barra yang mengeratkan pelukkannya sembari menghirup dalam aroma tubuh Arumi yang selalu menenangkan dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
@💞Lophe💝💗💓🤵👰
Ibunya Bowo berusaha supaya Bowo tak melihat Arumi
2023-06-28
1
🍒⃞⃟🦅🥑⃟uyulpuyosibocah
memlukan dri sendri bu Tati ini🤦🏻♂️
2023-06-09
0
𝐙⃝🦜🍁 comink 🍁🦜
bener kata barra lebih baik oprasi klamin bowo daripada diam membisu melihat orang yg kita cintai di maki ibumu
2023-05-31
0