Hotel Parco.
Perusahaan Bolen memilih melakukan meeting di retauran yang ada di dalam Hotel Parco, hotel mewah dan berbintang. Setelah sampai di depan resepsionis restoran Indri dan Arumi mengecek reservasi atas nama Tuan Marco dari Perusahaan Bolen untuk Tuan Barra dari perusahaan Napoleon.
Setelah mengecek reservasi atas nama Tuan Marco, salah seorang resepsionis segera mengantarkan mereka ke ruangan VVIP yang telah di pesan Tuan Marco untuk meeting bersama Barra.
Keempatnya terus melangkahkan kakinya mengekori staff resepsionis tersebut. Kosong. Ya ruangan itu masih kosong belum ada Tuan Marco di dalamnya. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore. Tepat dengan waktu yang disepakati kedua belah pihak.
"Dia telat lagi rupanya. Benar-benar tak bisa menghargai waktu." Umpat Barra yang berdiri di salah satu bangku. Ia tak langsung duduk dan malah melirik Arumi sejenak, lalu melirik ke arah kursi di hadapannya.
"Arumi, geserkan bangku untuknya!" Perintah Indri yang paham maksud Barra. Ia menyenggol Arumi yang masih setia berdiri di samping dirinya.
"Eghh.. manja!" Gerutu Arumi di dalam hatinya.
Dengan berat hati Arumi menggeserkan bangku untuk Barra dan mempersilahkan Barra duduk dengan senyum manis penuh kepura-puraan.
"Ikhlas Rumi ikhlas, ingat sabar itu tabungannya banyak di Bank maupun di akhirat." Gumam Arumi lagi di dalam hatinya.
"Duduk di samping ku!" Perintah Barra saat Arumi menggeser dirinya dan mempersilahkan Indri untuk duduk di samping Barra.
Indri segera menarik tubuh Arumi untuk duduk di samping Barra sesuai keinginan Barra. Sungguh Arumi tidak enak hati dengan Indri.
"Kak maaf," cicit Arumi yang tak enak hati dengan sikap Barra terhadap Indri.
"It's oke Arumi. Dia memang harus terbiasa dengan dirimu, sebelum aku benar-benar berhenti bekerja." Balas Indri dengan senyum manisnya lagi.
Dua puluh menit mereka dibuat menunggu, Arumi hingga terkantuk-kantuk dibuat menunggu. Tidak kunjung datang pula batang hidungnya Tuan Marco di ruangan ini.
"Mohon maaf Tuan Barra, telah membuat Anda menunggu, saya ada keperluan mendesak sedikit tadi." Tiba-tiba suara di muka pintu mengagetkan Arumi dari rasa kantuknya.
"Ya Tuhan, suaranya ngagetin saja sih," gumam Arumi sembari mengelus dadanya, kemudian berdiri menyambut kedatangan Tuan Marco.
Kedatangan Tuan Marco ini membuat raut wajah Barra berubah. Tadinya ia biasa-biasa saja saat menunggu kedatangan Tuan Marco. Ia malah asyik bermain game kesukaannya di ponselnya. Tapi setelah Tuan Marco datang dengan seorang sekertaris, Asisten dan seorang wanita yang digandeng mesra oleh dirinya. Barra terlihat murka, kedua tangannya mengepal sempurna hingga buku-buku tangannya putih memucat, rahang tegasnya pun terlihat mengeras.
Brak!! [Barra menggebrak meja kaca di hadapan mereka hingga retak dan pecah].
Apa yang dilakukan Barra membuat semua orang yang ada di ruangan itu terkejut terkecuali Indri dan Kevin.
"Jadi ini yang membuat mu meninggalkan ku Pinkan? Kamu menggantungkan hubungan kita hanya untuk dia?" Pekik Barra dengan berapi-api.
Arumi melirik Barra dan kemudian mengikuti tatapan mata Barra, yang tengah menatap tajam wanita yang di gandeng mesra oleh Tuan Marco.
"Barra," cicit wanita yang di gandeng mesra oleh Tuan Marco, ia hanya bisa memanggil nama Barra tanpa mampu menjawab pertanyaan yang di lontarkan Barra untuknya.
"Pinkan! Kelakuan mu benar-benar keterlaluan Pinkan! Sampai hati kau melakukan semua ini pada ku!" Ucap Barra lagi ketika manik matanya berhasil melihat tanda kepemilikan di curug leher wanita yang sangat ia cintai. Wanita yang membuatnya menderita insomnia berkepanjangan.
"Barra aku..." ucap Pinkan seakan ingin menjelaskan sesuatu.
Namun Barra menggerakan tangannya ke udara seakan tak mengizinkan Pinkan untuk bicara. Manik mata Arumi menatap tangan Barra yang meneteskan buliran darah yang cukup deras. Buru-buru Arumi mengambil sapu tangannya di dalam tasnya. Namun belum sempat ia menemukan sapu tangan untuk menghentikan darah yang mengalir deras dari tangan Barra. Barra sudah menarik tangannya dan membawanya pergi terlebih dahulu.
Langkah Arumi terhenti di ambang pintu, karena Barra menghentikan langkahnya. Ia membalikkan tubuhnya dan berkata." Tidak ada kerja sama diantara kita Tuan Marco. Proyek ini batal." Ucap Barra yang kemudian menarik Arumi lagi untuk pergi bersama dirinya.
"Lepas!" Ucap Arumi yang menghempas tangannya yang terus ditarik Barra.
Langkah keduanya terhenti dan Barra kembali membalik tubuhnya ke belakang, ia menatap Arumi yang malah sibuk mencari sesuatu di dalam tasnya. Ya. Arumi mengambil sapu tangannya yang ada di dalam tasnya dan mengikat tangan Barra yang terluka.
"Bapak bisa mati kehabisan darah jika luka ini di biarkan terluka." Ucap Arumi saat ia mengikat tangan Barra.
Barra memperhatikan wajah Arumi yang begitu perhatian pada dirinya. Kembali saat ia menatap wajah Arumi, rasa teduh dapat ia rasakan di hatinya yang kini sedang panas membara.
"Sudah, sepertinya lukanya tak akan mengeluarkan banyak darah lagi. Ayo kita ke klinik untuk mengobati luka Bapak." Ucap Arumi yang telah selesai mengikat tangan Barra dengan sapu tangannya.
Kembali Barra menarik tangan Arumi menuju mobilnya. Ia memasukkan Arumi dengan kasar ke dalam mobilnya, dan melajukan kendaraannya secara ugal-ugalan. Entah Arumi akan dibawa kemana oleh Barra, yang pasti kali ini Arumi lebih memilih untuk diam, dari pada ia malah membuat hati Barra bertambah gusar dan marah lagi.
Ternyata Barra membawa Arumi ke sebuah pantai yang ada di pinggir kota. Barra menghentikan mobilnya dan keluar dari mobilnya begitu saja, tanpa mematikan mesin mobilnya terlebih dahulu. Ia berlari dan berteriak sekuat-kuatnya.
Rasanya di khianati dengan orang yang ia cintai, membuatnya tersiksa dan sakit hatinya begitu parah. Hingga ia tak sanggup menerima kenyataan dimana wanita yang selama lima tahun bersamanya, tega pergi menghilang dan menggantungkan hubungan meraka hanya demi Tuan Marco, yang belum ada apa-apanya dibandingkan dirinya dan umurnyabjauhblebih tua dari dirinya.
Arumi mencabut kunci mobil dan mengunci mobil Barra. Ia hampiri Barra dan memilih mendudukkan dirinya di atas pasir pantai. Ia hanya menyaksikan kelakuan bodoh atasannya yang sedang patah hati karena di khianati itu.
Lelah berteriak-teriak, Barra menjatuhkan dirinya di atas pasir pantai. Ia berbaring telentang di atas pasir. Barra menatap sang senja yang menyapa sore harinya dengan kekecewaan.
"Sudah puas Pak? Mau minum gak?" Tanya Arumi yang sudah menyodorkan sebotol air mineral di hadapan Barra.
Barra menerimanya dan menarik tangan Arumi agar ia duduk di sampingnya.
"Kamu pernah di khianati seperti ini Arumi?" Tanya Barra pada Arumi masih dengan posisi berbaringnya. Ia sedang menikmati kesedihannya di bawah langis senja sore ini.
"Saya gak pernah dikhianati Pak, Mudah-mudahan jangan sampai ngerasain." Jawab Arumi yang pandangan matanya menatap lurus ke depan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
Ꮶ͢ᮉ᳟◉ⳤıⷶяᷡѧͩϰͬѧͤ◉⒋ⷨ͢⚤𝐀⃝🥀🤍📴
rugi besar Marco ni gak jadi kerjasama 🙈 salah gandengan anda yaa tuan marco
2023-06-27
1
Ꮶ͢ᮉ᳟◉ⳤıⷶяᷡѧͩϰͬѧͤ◉⒋ⷨ͢⚤𝐀⃝🥀🤍📴
astaga pakai tenaga dalam yaa anda pak 😬😬
2023-06-27
0
Ꮶ͢ᮉ᳟◉ⳤıⷶяᷡѧͩϰͬѧͤ◉⒋ⷨ͢⚤𝐀⃝🥀🤍📴
tapi biasanya orang sabar pasti kesel sih Arumi 🤣😂😂
2023-06-27
0