Happy Reading 🍡🍡🍡🍡🍡🍡🍡🍡🍡🍡
"Tuan, aku ingin ke toilet," bisik Zion. Menahan takut gadis itu sampai kebelet pipis.
Zoalva mengangguk. Lelaki itu melihat sekitar nya. Memang semua lelaki didalam ruangan itu menatap Zion dengan kagum.
"Robin," panggilnya
"Iya Tuan," Robin mendekat. "Ada yang bisa saya bantu?"
"Temani dia! Ingat jaga dia dengan baik. Tunggu sampai dia selesai," titah Zoalva tegas.
"Baik Tuan," Robin mengangguk. "Mari Nona," Robin mempersilahkan Zion berjalan duluan.
Sementara Norton, Remnick dan Darwin menatap Zoalva curiga. Tidak pernah Zoalva perhatian pada wanita bahkan sekali pun wanita yang menghabiskan malam dengan nya.
"Siapa dia?" tanya Remnick yang benar-benar penasaran siapa Zion.
Zoalva tak menjawab. Ia menuangkan sebotol wine kedalam gelasnya, lalu menyesap isi nya hingga tandas.
Darwin dan Remnick saling menyenggol penasaran. Ya mereka akui, Zion sangat cantik, menarik dan masih muda. Jika disandingkan dengan Zoalva mereka akan terlihat seperti Ayah dan anak. Apa mungkin Zoalva memiliki perasaan pada gadis itu?
"Apa perlu ku jawab pertanyaan tidak bermutu dari kalian?" sela nya. "Sebaik nya urus organ-organ yang ku kirim itu. Ku dengar sedikit mengalami kendala. Padahal aku sudah memerintahkan kalian untuk mengawasi nya," timpal Zoalva menyesap putung rokok yang terselip dikedua jari nya. "Kalian tahu bukan bahwa aku tidak suka kelalaian apalagi kegagalan," tambahnya.
Norton mengangguk dan menelan salivanya kasar. Huh, bekerjasama dengan Zoalva perlu menambahkan andrenalin.
"Ada sedikit hambatan. Tapi sudah ditangani oleh Keith," jawab Darwin. "Tuan, kudengar wilayah barat sedang melelang senjata mereka. Apa kau tertarik mengajukan penawaran, kurasa senjata itu belum kita miliki. Bagaimana?" sambung Darwin menatap Zoalva yang tampak tenang dengan kedua kaki nya yang saling menyilang.
"Aku tidak tertarik. Tidak ada senjata yang lebih menarik dari senjata buatanku," ucap nya sedikit menyombongkan diri.
Darwin langsung kikuk. Kalau Zoalva menolak dia pun tak berani mengambil alih untuk menawar harga senjata itu.
Zoalva melirik arloji nya. Sudah lebih dari dua puluh menit tapi Zion dan Robin belum juga kembali. Kenapa lama sekali?
"Tuan Darwin urus semua senjata yang akan meluncur bulan depan. Pastikan tidak ada penyusup yang berani mengagalkan peluncuran kali ini," titah Zoalva. Ia adalah seorang Boss besar, jadi hanya dia yang boleh memerintah.
"Baik Tuan. Akan saya laksanakan," jawab Darwin.
"Tuan Norton, organ-organ yang ku kirim itu adalah omset terbesar milikku. Pantau pengiriman nya agar sampai dalam keadaan utuh di China. Aku tidak mau organ-organ itu sampai membusuk karena kegagalanmu. Jika satu saja tidak berfungsi, maka akan aku ganti dengan ginjal milikmu," ujar Zoalva tanpa melihat kearah Norton. Namun ucapannya menggandung ancaman.
"B-baik T-tuan," jawab Norton gugup
"Tuan Remnick, tugas mu adalah mengedarkan obat itu. Untuk kali ini aku rasa kau paham bagaimana memasarkannya tanpa diketahui oleh kepolisian. Kau tahu bukan jika kau tertangkap, kau tidak bisa menyeretku kedalam masalahmu karena aku takkan bertanggungjawab atas kebodohan mu," tegas nya pada Remnick.
"B-baik Tu-an," Remnick menghembus nafasnya kasar.
"Kerjakan tugas kalian masing-masing. Aku mau laporan satu kali dua puluh empat jam tanpa terkecuali," Zoalva berdiri dari duduknya.
"Baik Tuan," ketiga pria tampan itu menjawab secara bersamaan dan ikut berdiri.
.
.
.
Zion masuk kedalam kamar mandi. Gadis itu membuang hajat nya. Keringat membasahi pelipisnya. Ah, dia gugup sekali berada ditempat asing seperti ini.
"Huffhh, apakah pria itu jelmaan iblis yang dikirim dari neraka?" Zion menghembuskan nafasnya kasar. "Andai aku memiliki ilmu sihir, aku ingin menyihir nya menjadi kodok saja," serunya. Zion tertawa pelan sambil membayangkan Zoalva menjadi kodok akibat ilmu sihirnya.
"Hem, ide bagus. Seperti nya aku perlu mencari dukun beranak untuk membuat lelaki itu melepaskan ku? Tapi dimana? Apa iya zaman sekarang masih ada dukun beranak?" Zion berceloteh sendiri didalam kamar mandi sambil membuat hajatnya.
Kebiasaan nya adalah suka mengkhayal saat di kamar mandi. Bermonolog sendiri lalu tertawa seperti orang gila. Begitulah cara Zion menutupi kesedihan dihatinya.
"Apakah suatu saat dia benar-benar akan membunuhku? Kira-kira kalau aku mati, aku bertemu dengan Ibu tidak ya? Aku penasaran seperti apa wajah Ibu," kata nya pada diri sendiri.
Setelah menyelesaikan hajatnya, Zion keluar dari kamar mandi. Dia bernafas lega. Huh, berada disamping Zoalva seperti sedang berhadapan dengan dewa kematian. Menegangkan. Dan membuat seluruh tubuh seperti membeku ditempat.
"Hai cantik, sendirian saja," goda dua lelaki menghampiri Zion.
Zion berjalan mundur. "Dimana Tuan Robin?" gumam nya.
"Jangan mendekat. Apa yang kalian mau?" tanya Zion dengan wajah panik namun berusaha tetap tenang sampai dirinya dikunci oleh dua pria itu.
"Hem, kau cantik sekali. Bagaimana kalau malam ini kita bermain-main? Kami berdua bisa memuaskanmu," sambil mencolek dagu Zion.
"Jangan sentuh-sentuh," Zion menepis dengan kasar tangan salah satu pria yang mencolek dagu nya.
"Hahah. Jangan syok menolak padahal kau menginginkan nya," kedua nya tertawa mengejek.
Salah satunya mencengkram tangan Zion. "Ayo ikut kami," ia menarik tangan Zion dengan kuat.
"Lepaskan aku," Zion memberontak.
"Hahaha. Mari bersenang-senang Sayang," sambil mengelus wajah mulus Zion. Zion menggeleng agar tangan lelaki itu terlepas dari wajahnya karena kedua tangannya di cengkram dengan kuat.
Dor dor dor dor
Zion seketika membeku ketiga darah bercipratan diwajahnya dan kedua pria yang mencengkram tangan nya terkapar ditanah dengan darah yang keluar dari jantung mereka.
Tak sempat mengucapkan kata selamat tinggal, kedua orang itu terbujur kaku di lantai.
"Tuan," Zion menatap Zoalva yang memang pelatuk ditangannya.
Zoalva menyimpan pelatuk itu kembali kedalam saku celananya. Dia menendang tubuh kedua orang yang tergeletak dilantai yang sudah dibanjiri oleh cairan berwarna merah.
"Ayo," tangannya terulur menyambut tangan Zion.
Seperti di hipnotis gadis itu menyambut tangan Zoalva. Dia masih belum sadar dari keterkejutan nya. Ini kali kedua ia melihat kematian secara sadis didepan matanya.
Zoalva menyeka darah yang bercipratan diwajah Zion dengan jarinya. Sementara Zion masih mematung dengan tatapan mata yang tertuju pada Zoalva.
"Sudah ku bilang. Jangan lama. Kau tahu bukan, tempat ini tidak akan untuk gadis bodoh seperti mu?" ia menggenggam tangan Zion yang masih dalam kebingungannya.
Robin berjalan terburu-buru. Tadi dia menjawab telpon penting sehingga terpaksa meninggalkan Zion.
Mata Robin membulat sempurna ketika melihat dua pria terkapar dilantai dan terbujur kaku tak bernyawa.
"Nona anda baik-baik saja?" tanya Robin panik.
Zoalva menatap Robin dengan marah. "Aku menugaskanmu untuk menjaganya. Sudah kukatakan jangan tinggalkan dia barang sedetikpun," ucapnya penuh kemarahan. "Tapi kau melanggar nya, Robin!"
"M-maaf T-tuan, tadi saya sedang menjawab telpon dari Tuan John," jawab Robin jujur. Robin menunduk menyembunyikan wajah takut nya.
Bugh bugh bugh bugh bugh bugh.
Zoalva melayangkan pukulan di wajah dan perut Robin.
Zion membulatkan matanya terkejut. Gadis itu menutup mulutnya dan mengerjab-ngerjabkan matanya berulang kali.
Sedangkan Robin langsung tersungkur dilantai dengan sudut bibir yang mengeluarkan darah.
"Aku tidak suka kelalaian Robin. Kau membuatku marah," sentak Zoalva.
"M-maaf Tu-tuan," Robin berdiri sambil memegang perutnya dan meringgis kesakitan.
**Bersambung... **
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Ruk Mini
mulai posesif cuyy..👍👍👍
2023-10-14
0