18

"Kalau memang sesuatu ini sudah direncanakan dari awal ...."

"Kita nggak bisa langsung menyimpulkan." Altezza menyela, berusaha mencari sisi pemikiran positif dari kasus lembaran kertas ini.

Namun, mereka semua hampir tidak bisa untuk berpikir positif, sebab semua kemungkinan yang didasari atas data-data serta fakta terlalu menjerumus bahwa Michael memang sudah merencanakan ini semua dari awal. Jika memang benar, mengapa Michael melakukan ini semua?

Noshi kembali duduk di samping Lucky setelah berkumpul bersama para temannya untuk membahas tentang kertas bergambar struktur parasit milik Michael---yang dicurigai sudah berusia lebih lama dibandingkan dengan munculnya wabah parasit ini.

Ia kembali menyandarkan kepala pada bahu Lucky. Pandangannya tertuju pada jemari-jemari tangan milik Lucky. Semakin lama memandang, hatinya pun semakin tertarik untuk memainkan jemari tangan milik Lucky. Ia ambil tangan Lucky yang tergeletak di lantai lalu memainkannya seraya berpikir, apakah Lucky akan bangun dan tersadar, atau justru diusir?

"Apa Lucky juga akan diusir dari sini?"

Ghez yang mendengar pertanyaan Noshi mendadak diam. Ia bergerak bangun dari duduknya, lalu menghampiri Lucky yang nampaknya masih belum sadarkan diri setelah ia mengikatkan kain untuk menutupi kedua matanya. Ghez mencoba mengguncang bahu Lucky untuk mengecek apakah Lucky bisa kembali normal seperti dirinya atau tidak.

"Sebentar." Ghez menoleh ke belakang, menemukan para temannya yang tengah asik makan, dan mengobrol bersama setelah lelah membujuk Noshi untuk sekedar minum.

"Udah nggak ada darah yang berserakan?" Ghez membuka suara, membuat perhatian mereka sukses beralih padanya.

"Nggak ada, kok, aman." Jarden menyahuti sembari mengacungkan jempol.

"Oke. Noshi, apapun yang terjadi lo harus bisa terima, ya?" Ghez memperingatkan kepada Noshi sebelum ia mulai melepas ikatan kain pada mata Lucky.

Noshi hanya mengangguk pasrah, lalu Vara yang berada di belakang Noshi segera menarik pelan lengan gadis itu dan memberinya sebotol air.

"Minum dulu, lo belum makan dan minum seharian ini." Vara menyerahkan sebotol air mineral dan sebungkus roti pada Noshi. Ia tak munafik bahwa dirinya lapar. Dengan segera ia rampas botol beserta sebungkus roti pada tangan Vara, lalu mulai mengkonsumsinya.

"Thanks, Vara," Noshi berterima kasih, lantas membuat Vara tersenyum singkat.

Kembali pada Ghez dan Lucky, kini Ghez sudah sepenuhnya membuka ikatan kain itu pada mata Lucky. Mereka semua bisa melihat jika retakkan biru pada leher dan wajah pemuda itu sudah perlahan menghilang. Melihat itu, senyuman di wajah Noshi terbit dengan indah, seolah harapannya akan segera terkabul.

Ghez mendekatkan bibir pada telinga Lucky, lalu memanggil-manggil namanya agar pemuda itu bisa sadar.

Bukan hanya Noshi yang senang, melainkan para temannya yang berada di sana pun tak kalah senang ketika melihat Noshi kembali bahagia seperti sebelumnya. Namun, di balik itu ada sesuatu yang lain, Lavana tampak amat gembira melihat wajah Lucky sedikit pulih seperti dahulu.

"Lucky, Kak Lucky! Lo bisa denger gue, Kak?" Ghez sedikit mengeraskan suara agar usahanya membangunkan Lucky tidak sia-sia.

"Apa Lucky bisa normal kayak lo?" Noshi merasa sedikit ragu, ia mengulum bibir ketika bertatapan langsung dengan Ghez.

"Bisa, para manusia yang sudah terinfeksi hanya agresif ketika mencium bau darah segar. Makanya, tadi gue suruh kalian beresin darah-darah yang berserakan. Atau, mungkin gue sama abang lo punya imun tubuh yang kuat." Ghez menjelaskan.

"Kak---"

"Enggh ...."

Baik Noshi maupun yang lain sontak membelalak kaget saat Lucky mulai menunjukkan adanya tanda-tanda kesadaran. Detik setelahnya, kedua mata Lucky sukses terbuka. Lantas terkejut ketika ia mendapati dirinya yang terikat bersama para adik kelasnya.

Melihat kakaknya yang sudah sadar, Noshi tak dapat lagi membendung rasa bahagianya. Gadis itu menarik Lucky ke dalam pelukan, lantas membuat laki-laki itu sedikit terkejut akan sikap adik perempuannya.

"Huwaaa, akhirnya lo bangun! Sialan lo bikin gue panik!" Noshi menjerit puas setelah selesai meloloskan isakan tangis dari bibirnya.

"No---Noshi? Sejak kapan lo nangis sambil meluk-meluk gue gini di depan temen lo?"

Mendengar pertanyaan Lucky yang lebih mengarah pada ledekan, tentu membuat Noshi kesal saat itu juga. Namun, untuk saat ini Noshi masih enggan bertengkar dengan Lucky, ia justru lebih mengeratkan pelukannya pada pemuda itu.

"Bodo amat, gue udah nggak malu lagi sekarang!" Noshi mencoba membela diri dan menyangkal ledekan Lucky.

"Eh, sebentar dulu. Ini tolong lah, lepasin ikatan gue. Dikira maling apa diiket gini!"

Lucky tentu tidak terima jika dirinya diikat seperti ini bagai maling. Namun, bukannya langsung menuruti kemauan sang kakak kelas, mereka justru terbahak ketika Lucky berbicara ketus.

Noshi yang mendengar itu pun turut tertawa, lalu membantu Ghez dan Gian melepas kain yang mengikat kakaknya. Setelah ikatan itu lepas, Lucky segera menegakkan tubuhnya dan melakukan sedikit peregangan otot.

"Ergh, pegal banget. Eh---ini ... malam-malam kenapa masih pada di sekolah? Kalian nggak pulang?" Lucky mengerenyit heran, sementara para adik kelasnya itu hanya saling tatap satu sama lain.

"Kak, lo nggak ingat yang terjadi di sekolah setelah jam istirahat?" Lavana membuka suara, mencoba mengingatkan Lucky. Namun, pemuda itu hanya menggelengkan kepala.

"Ada yang bisa jelasin?" Lucky bertanya kembali.

"Orang-orang di luar mendadak gila dan haus darah. Mereka mengejar satu sama lain dan menggigit untuk bisa memuaskan rasa lapar mereka." Altezza menjelaskan, tetapi Lucky justru tertawa setelah mendengarkan ucapan yang keluar dari mulut Altezza.

"Vampir? Lucu kalian, mana ada yang kayak gitu di dunia ini," ucap Lucky meremehkan, kemudian beranjak dari duduknya dan mengecek sendiri bagaimana keadaan di luar dengan mengintip di balik jendela.

Namun, baru saja ia membuka jendela, dirinya sudah dikejutkan oleh salah satu siswa yang tiba-tiba muncul dengan darah di tubuhnya.

"Astaga, Tuhan!" Lucky menjerit terkejut, lantas menutup kembali tirai jendela, kemudian menunduk untuk menormalkan napasnya yang memburu.

"Ini kenapa, sih? Ada apa? Siapa mereka? Hantu kah?" serobot Lucky.

"Zombie."

"HAH?!"

Ghez mengangguk. "Dunia kita diserang oleh penyakit mengerikan."

"Kan, ngeyel sih, kalau dibilangin." Noshi mencibir dengan perasaan puas, lantaran Lucky memang pribadi yang selalu tidak percaya dengan omongan orang lain, terlebih kasus ini memang terbilang sangat konyol.

Tak mempedulikan omongan adiknya itu, Lucky justru merasakan adanya keganjalan yang ada pada dirinya. Tangannya mulai naik meraba leher, dan betapa terkejutnya ketika ia menemukan darah di sana.

"Eh? Nosh? Luka apa ini?" Lucky spontan mengerenyitkan dahi heran seraya meraba lehernya sendiri yang terdapat luka lumayan besar. Namun, anehnya ia tidak bisa merasakan sakit sedikit pun.

"Bang, lo mau tau nggak apa yang terjadi beberapa menit lalu?" tanya Jarden tiba-tiba sambil mengotak-atik kameranya.

"Apa?"

"Nih, lihat!"

Penasaran, Lucky segera mengambil kamera yang berada di tangan Jarden, lalu menonton peristiwa yang terpampang di kamera tersebut. Beberapa detik setelahnya, Noshi tampak cemas saat melihat ekspresi Lucky yang tampak ketakutan. Mau bagaimanapun, Noshi tahu jika video yang ada di kamera tersebut adalah peristiwa beberapa menit lalu saat Lucky masih berada dalam pengaruh penyakit gila itu.

"Jadi, gue terinfeksi penyakit gila ini?" tanyanya pada diri sendiri, lalu diberi anggukan oleh beberapa orang yang berada di sana.

"Iya. Lo nggak ingat apapun?" Gian mencoba memulihkan ingatan Lucky, tetapi pemuda itu hanya menggeleng sebagai respon.

"Ya sudah, sekarang gini. Kak Lucky, kalau lo mulai ngerasa aneh sama tubuh lo entah apa pun itu, lo harus cepat kasih tahu kita." Joe berpesan pada akhirnya, lalu mereka kembali duduk membentuk lingkaran di tengah ruangan untuk melanjutkan acara makan malam bersama sambil menyusun rencana terkait perjalanan mereka ke ruang lab biologi bawah tanah esok pagi.

Keheningan kembali tercipta, dan kali ini kedamaian menjadi komponen utama dalam mengisi atmosfer yang hinggap menaungi sebelas siswa tersebut. Suara mulut yang mengunyah makanan menjadi satu-satunya suara yang menjelma bagai melodi yang menemani kala malam mencekam ini.

Mereka semua berkumpul menjadi satu, kecuali Noshi dan Lucky yang memilih duduk pada kusen jendela tanpa takut jatuh ke bawah, karena kaki mereka berpijak pada kusen jendela di bawahnya.

Di saat-saat seperti ini, Noshi kembali teringat akan hari-hari lalu, di mana ia biasa duduk di balkon kamarnya bersama Lucky saat kedua orang tua mereka sedang bertengkar hebat.

Menatap ke samping, Noshi dapat menemukan sosok Lucky yang sudah kembali pada dirinya. Tanpa sadar, ia menyenderkan kepala pada bahu Lucky, lalu melingkarkan kedua tangan pada pinggang pemuda itu, membuat Lucky merinding sebadan-badan.

"Jangan pernah pergi lagi dari gue." Entah dorongan dari mana Noshi bisa berucap tulus seperti itu.

Mendengar perilaku adiknya yang berbeda 180° dari biasanya, membuat Lucky sedikit ngeri. Pasalnya, Noshi tidak pernah sekali pun mengucapkan kalimat-kalimat romantis seperti itu.

Gian yang melihat peristiwa itu sedikit cemburu dan terkejut ketika melihat perilaku Noshi malam ini. Bukan hanya Gian, mereka pun cukup terkejut karena ternyata Noshi bisa menjadi orang yang berhati lembut dan romantis. Tak ingin kehilangan momen langka itu, seperti biasa, Jarden kembali mengabadikan momen tersebut menggunakan kameranya.

"Kira-kira, gimana, ya, keadaan Mama Papa?" celetuk Lucky tiba-tiba, mendengar nama kedua orang tuanya, lantas membuat Noshi otomatis menatap kakaknya itu.

"Lo masih mikirin mereka? Bukannya lo senang akhirnya kita bisa terbebas dari suara berisik mereka?" Noshi berucap ketus karena tidak suka jika Lucky kembali mengingat kedua orang tuanya yang hanya menciptakan neraka di dalam rumah.

Mendengar balasan dari Noshi, tentu membuat Lucky sukses mengerutkan dahi. Karena sebal, ia menyentil kening Noshi hingga membuat gadis itu meringis kesakitan, lalu memukul bahunya.

"Heh, mau bagaimanapun mereka orang tua kita. Kamu nggak boleh bicara kayak gitu. Kamu harus ingat, kalau mereka yang biayain hidup kamu dari kecil dan rawat kamu---"

Jengah dengan nasihat-nasihat yang terlontar dari mulut kakaknya, Noshi lantas menempelkan jari telunjuknya pada bibir Lucky sehingga membuat pemuda itu bungkam.

"Iya, bawel! Maaf gue khilaf!" Karena masih kesal, Noshi hanya bersedekap dada dan menjauhkan kepala yang sebelumnya ia sandarkan pada bahu Lucky.

Gemas melihat Noshi merajuk seperti itu, Lucky mengangkat sudut bibirnya hingga membentuk senyum, lalu menjepit hidung berbentuk button nose milik sang adik.

"Iih, lepas!" rengek Noshi layaknya anak kecil, sementara Lucky hanya tertawa melihat tingkah menggemaskan adik perempuannya tersebut.

Noshi menghentikan rengekannya saat maniknya berhadapan dengan separuh wajah Lucky yang sedang tertawa sembari menatap ke arah langit malam di atas sana. Tak dipungkiri, kini Noshi merasa dunianya sudah kembali padanya, dan ia yakin bahwa kehidupan selanjutnya akan baik-baik saja jika ada Lucky di sisinya.

Berbagai perasaan timbul di hati gadis itu. Perasaan marah, kesal, takut, dan bahagia bercampur menjadi satu saat melihat Lucky tertawa lepas seperti itu. Noshi benar-benar rela jika dirinya harus bertingkah layaknya anak kecil, asalkan hal itu bisa membuat kakaknya tertawa lepas tanpa beban.

Beberapa detik setelahnya, Noshi mulai mengangkat tangan dan menunjukkan jemari kelingkingnya tepat di hadapan Lucky saat tawa pemuda itu perlahan lenyap. Tanpa berkata sepatah kata pun, Lucky langsung menautkan jemari kelingkingnya dengan milik sang adik sembari menatap kedua manik cantik milik Noshi yang tengah menusuk kedua maniknya secara halus dan dengan sorotan yang tulus.

Sebaliknya, Noshi begitu lega saat kedua maniknya bertemu dengan manik indah milik Lucky yang menampakkan binar redup kehidupan, dilengkapi dengan sorotan mata teduh yang bisa membuat siapapun terbuai dalam tatapan hangat pemuda itu. Kini, Noshi tidak lagi heran jika banyak sekali perempuan yang mendekati kakaknya tersebut.

"Bang, janji sama gue apapun yang terjadi kita nggak boleh pisah lagi. Janji?" Noshi berucap tulus saat ini.

Lucky hanya tersenyum simpul, "Janji, Sayang."

Keduanya masih bertahan dalam posisi itu sampai ada suara seseorang yang meneriaki mereka dari belakang.

"Hei, turun kalian!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!