07

Baik Noshi maupun Gian sama-sama terkejut kala mendengar suara keras dari luar bilik toilet yang tengah mereka tempati saat ini. Karena penasaran, Noshi mencoba membuka sedikit pintunya untuk memberi celah dengan maksud untuk melihat keadaan Ghez di luar.

 Beberapa saat setelahnya, Gian dapat mendengar suara isak tangis dari Noshi. Seakan tahu apa yang terjadi, lantas ia menutup dan mengunci kembali pintu tersebut.

"Gian, Ghez kenapa?" tanya Noshi dengan rasa takut. Air mata berlinang menghiasi wajahnya.

"Gue ngga tahu. Lo tunggu di sini aja," suruh Gian, ia lalu membuka pintu toilet dan keluar dari sana.

Sebuah pemandangan mengerikan menyambut Gian begitu ia keluar dari dalam bilik toilet. Di sana, tampak Ghez sedang membenturkan kepalanya dengan kuat pada dinding sampai darah mengalir keluar.

Dengan rasa khawatir yang kian memuncak akan Ghez, Gian langsung berjalan mendekat untuk menghampiri dan memeriksa kondisi Ghez di sana. Disusul oleh Noshi yang berjalan mengekori pemuda itu.

Namun, saat baru berjarak dua meter dari tempat Ghez berada, Gian menghentikan pergerakan kakinya, membuat Noshi melakukan hal serupa. Gian menolehkan kepala pada Noshi, lalu memberi isyarat bahwa sebaiknya gadis itu diam.

Bukan Noshi jika tidak keras kepala, saat Gian baru saja melangkahkan kakinya untuk lebih mendekati Ghez, Noshi lebih dulu menarik pergelangan tangan Gian, yang membuat Gian kembali menghentikan langkahnya.

"Gue aja," ucap Noshi singkat kemudian berjalan mendekati Ghez.

Diraihnya bahu Ghez hingga anak itu berhenti melakukan kegiatannya. Kepalanya menoleh, terlihat darah mengucur dari kepalanya. Detik itu juga Noshi berjengkit kaget kala melihat garis biru keabuan pada leher Ghez yang lebih mirip dengan retakkan. Noshi tahu, retakkan yang ada pada leher Ghez adalah gejala yang dialami para zombie. Namun, jika Ghez adalah zombie, mengapa kedua matanya tidak berubah menjadi hitam seperti zombie yang lainnya?

"Ghez, lo ...?" Noshi memundurkan langkah hingga punggungnya menabrak Gian.

Sementara Ghez hanya menunduk dan menutupi retakkan yang ada di lehernya itu menggunakan tangannya.

"Iya---" Ghez menghentikan ucapannya, lalu menyibak celananya ke atas hingga menampakkan luka bekas gigitan. Melihat luka itu sontak Gian dan Noshi megap-megap dibuatnya.

"Sewaktu di tangga darurat tadi, kaki gue digigit sama salah satu zombie. Gue tau, gue udah berbahaya sekarang." Beralih pandang dari Noshi, Ghez menatap Gian dan memberikan kunci-kunci itu padanya.

Setelahnya Ghez berjalan lesu, lantas diraihnya gagang pintu toilet dengan maksud untuk keluar dari sana, meninggalkan kedua temannya.

Tak ingin membiarkan Ghez pergi keluar, Gian segera mencekal pergelangan tangan Ghez sampai tubuh lesu pemuda itu berhenti. Gian tidak rela jika sahabatnya itu pergi meninggalkannya secepat ini. Oh, ayolah! Kita baru memulai petualangan ini, jangan cepat berakhir kalah!

"Ghez, lo harus tetap sama kita," tekad Gian mantap.

"Tunggu deh, Ghez digigit zombie sejak tadi, kan? Kok, belum berubah? Setahu gue manusia akan berubah menjadi zombie dalam waktu kurang lebih lima detik dari yang gue amati sebelumnya. Itu tandanya, lo bisa mengendalikan diri lo Ghez. Lo nggak berbahaya!" ucap Noshi memaparkan pendapatnya.

"Tapi, mau sampai kapan pun gue juga bisa berbahaya. Gue nggak mau bunuh kalian."

"Udahlah Ghez, kita itu teman. Kalau sampai lo berubah, gue bakal buang lo sama zombie-zombie yang lain. Selagi lo bisa mengendalikan diri lo, bukankah itu bagus?" Gian merangkul tubuh lesu Ghez, membuatnya terombang-ambing.

Mendengar ucapan Gian, terciptalah ruang kelegaan tersendiri di hati Ghez. Memang benar apa yang diucapkan Gian barusan. Selagi dirinya bisa mengendalikan diri, untuk apa berpisah dari teman-temannya? Toh, Gian sudah berjanji bahwa ia akan membuangnya jika ia berubah menjadi zombie. Apa lagi yang perlu dikhawatirkan?

Pandangan Gian kini kembali beralih pada leher Ghez yang terdapat retakkan. Dengan inisiatif sendiri, ia merobek baju seragamnya lalu mengikatkan kain itu pada leher Ghez agar teman yang lain tidak melihatnya.

Merasa kurang, Gian berusaha membuat luka goresan pada jari telunjuknya dengan pecahan kaca yang ada di toilet sampai mengeluarkan darah segar. Kemudian, dioleskannya arah tersebut pada kain yang mengikat leher Ghez guna mengelabui para mata yang memandang. Jika sudah begitu, siapapun yang melihatnya akan langsung berpikir bahwa luka yang ada pada leher Ghez adalah luka biasa.

"Pinter banget lo!" puji Noshi.

"Wah, iya dong!" balas Gian berbangga diri. Senang sekali rasanya dipuji oleh Noshi seperti itu.

Beralih pandang ke arah jendela toilet, Noshi dapat melihat seutas tali simpul yang terikat, dilengkapi dengan pijakan untuk kaki memanjat. Dengan rasa penasarannya yang tinggi, lantas ia pun berlari menghampiri untuk memeriksa tali apakah itu.

Noshi membuka tuas kusen jendela, lalu menyembulkan kepala ke luar jendela. Ternyata tali itu terhubung dengan posisi jendela kelasnya.

"Ghez, Gian, gue nemu jalan keluar!!" pekik Noshi bahagia.

Ghez dan Gian yang mendengar teriakkan Noshi bersorak secara serempak. Mereka pun bergegas menghampiri Noshi yang setia berdiri di depan jendela sambil menarik-narik tali tersebut.

Di sisi lain, Altezza yang setia mematung di jendela sontak terkejut kala merasa ada yang menarik tali buatan mereka dari bawah sana. Melihat ke bawah, Altezza dapat menemukan Noshi melambaikan tangan ke arahnya.

"NAIK NOSHI!!" teriak Altezza yang mampu membuat para temannya terbangun dari tidur siang mereka.

Kimy yang mendengar teriakkan Altezza sontak terbangun dari tidur. Ia berlari menghampiri Altezza yang berada di jendela untuk melihat ke bawah sana.

Dilihatnya kepala Noshi dan Ghez yang menyembul keluar dari dalam jendela toilet. Melihat itu perasaannya lambat laun mulai melega karena ternyata teman-temannya selamat. Namun, hatinya gelisah kala ia tak kunjung melihat Gian menyembulkan kepalanya keluar.

"Gian mana?!" teriak Kimy keras.

"Ada di dalam!!" balas Noshi yang segera memanjat ke atas menggunakan tali itu, bergantian dengan Ghez dan Gian.

Setelah Noshi tiba di dalam kelas, kini giliran Ghez dan Gian yang naik. Namun, keduanya hanya terdiam di dalam toilet seakan mempersilahkan satu di antara mereka untuk naik ke atas terlebih dahulu.

"Lo dulu aja," ucap Gian mempersilahkan Ghez.

Tak berselang lama pintu toilet hampir terbuka karena para zombie mulai mengetahui keberadaan mereka. Pukulan demi pukulan mereka kerahkan agar pintu toilet itu bisa terbuka dan masuk ke dalam untuk memangsa Gian maupun Ghez yang masih berada di dalam. Mendengar suara menyeramkan itu, lantas mereka menoleh ke arah pintu yang sedikit lagi akan terbuka. Dengan rasa panik yang kian memuncak, Gian segera mendorong tubuh Ghez untuk lebih dulu memanjat ke atas menggunakan tali.

"CEPAT GHEZ!!" teriak Gian pada Ghez yang tengah berusaha cepat memanjat tali itu untuk sampai ke kelasnya.

Beberapa detik Ghez memanjat dan akhirnya ia berhasil masuk ke dalam kelas melalui jendela. Detik itu juga pintu toilet terbuka dengan keras yang membuat para zombie masuk bergerombol untuk memangsa Gian. Tak ingin mati begitu saja di tangan para zombie, Gian segera melompat ke jendela dan meraih tali yang menggantung.

"NAIK GIAN!!" teriak Kimy panik kala melihat tangan para zombie keluar dari jendela toilet.

Dengan sisa tenaga yang dipunya, Gian segera menggerakkan tangan dan kakinya dengan cekatan memanjat tali itu dengan hati-hati agar ia tak jatuh ke bawah sana. Sesampainya di kusen jendela kelas, Gian pun melompat masuk, lalu duduk bersandar pada dinding sembari mengatur napas.

"Gimana keadaan lo?" tanya Kimy khawatir sembari mengelus bahu Gian.

"Santai, gue nggak apa-apa. Tapi sumpah, para makhluk konyol itu larinya kenceng banget! Kewalahan kita semua. Untungnya Ghez dapat semua kunci itu," balas Gian dengan mengalihkan atensinya pada Ghez dan Noshi secara bergantian.

"Syukurlah kalian nggak apa-apa," tutur Kimy lembut.

"Leher lo kenapa, Ghez?" tanya Altezza tiba-tiba.

Mendengar pertanyaan yang baru saja keluar dari mulut Altezza, membuat Ghez, Noshi, Gian, maupun para temannya menengok ke arah Ghez. Noshi dan Gian saling tatap dengan sorot mata yang menampakkan kepanikan satu sama lain terkait leher Ghez yang sengaja diikatkan kain putih oleh Gian saat di toilet tadi.

"Ini kena pecahan kaca," jawab Ghez berbohong.

"Astaga! Coba sini gue obatin!" pekik Lavana khawatir. Lantas bergegas membuka ikatan kain yang melilit leher Ghez.

Tidak mau rahasianya terbongkar lantas Ghez segera menahan tangan Lavana yang baru saja ingin membuka ikatan kain pada lehernya.

"Nggak apa-apa. Ini juga cuma goresan biasa," sanggah Ghez cepat.

"Tapi it---"

"Dengar semuanya! Makhluk di luar bukan seperti makhluk konyol yang ada di film. Zombie-zombie itu bahkan bisa mendeteksi keberadaan manusia, mereka memiliki pergerakkan yang cukup cepat. Selain itu, mereka juga memiliki sedikit akal demi bisa menggigit manusia. Kita tidak bisa bermain-main dengan mereka, pegang senjata kalian masing-masing dan lawan mereka!" tegas Gian dengan sengaja memotong ucapan Lavana agar gadis itu tak terus-menerus mendesak Ghez dengan berbagai macam pertanyaan.

"Mereka memiliki akal?" celetuk Joe bingung.

"Iya, seperti kejadian saat kami bersembunyi di toilet tadi. Ada beberapa tangan zombie yang menjalar ke bawah pintu untuk bisa menggapai tuas toilet dan membukanya," jawab Ghez mengingat kejadian saat di toilet tadi.

"Gue belum pernah membunuh orang seumur hidup gue," lirih Vara pelan, tetapi masih bisa didengar oleh telinga mereka.

"Vara, persoalan kali ini bukanlah membunuh secara kriminalitas. Dunia yang kita hadapi sekarang ini memiliki hukum, membunuh atau dibunuh," tegas Gian sembari menepuk pundak gadis itu.

"Lagi pula yang kita bunuh itu bukanlah manusia, tetapi makhluk konyol yang bangkit kembali dan membuat kekacauan di dunia," tambah Kimy.

"Yaelah, kalau udah mati mah, nggak usah bangkit lagi. Capek-capekin gua aja," cibir Jay malas.

"Ngomong-ngomong, kalian belum sempat ke ruang lab?" tanya Jarden di sela pembicaraan teman-temannya.

Ghez dan Noshi serempak menggeleng untuk menjawab pertanyaan Jarden. Melihat hal itu, Joe memberi isyarat kepada temannya untuk duduk melingkar di tengah-tengah kelas agar mereka bisa membicarakan rencana selanjutnya dengan lebih mudah.

"Kalian penasaran nggak sih, penyebab semuanya menjadi zombie kayak gini?" tanya Joe membuka sesi diskusi kali ini.

"Nah, makanya itu kita harus ke ruang lab komputer untuk mencari kabar terkini!" balas Ghez.

"Saran gue, kalau mau ke sana harus barengan. Jangan kayak tadi, kapan kita mau ke sana?"

Detik setelahnya ruangan kembali hening tak ada yang bisa menjawab pertanyaan yang diucapkan Altezza. Mereka hanya terdiam berusaha mencari dan menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang muncul di otak masing-masing. Waktu terus berjalan dengan ditandai semburat merah dan orange yang berpadu menjadi satu melukiskan kanvas jumantara dari arah barat, yang mana menandakan bahwa hari sudah senja dan mereka harus segera melakukan tindakan agar bisa terbebas dari area sekolah.

"Udah sore, kita harus makan dan minum sesuatu agar kita nggak dehidrasi," saran Jay tiba-tiba yang langsung disetujui oleh para temannya.

"Coba kalian cari makanan dan minuman yang ada di tas para siswa di kelas ini," perintah Joe sembari berdiri.

Mereka semua beranjak dari duduknya dan mulai mencari makanan dan minuman yang ada di tas-tas teman sekelas mereka. Beberapa menit mereka mencari dan akhirnya sudah terkumpul 30 botol minuman, 5 roti, serta beberapa bungkus makanan ringan. Setelah dirasa selesai, mereka kembali duduk melingkari makanan dan minuman tersebut.

"Cuma ada 5 roti. Satu roti berdua, ya! Usahakan dihemat," ujar Lavana yang kemudian diangguki oleh para temannya.

Noshi mulai mengambil satu bungkus roti dan membelahnya, berniat untuk memberikan sebagiannya untuk Ghez. Namun, baru saja ia ingin memberikan sebagian rotinya pada Ghez, ia sudah lebih dulu melihat Ghez yang memberikan sebagian rotinya pada Kimy. Noshi hanya mengangguk kecil lalu tiba-tiba sebuah tangan merebut sebagian roti pada tangannya hingga terlepas. Terkejut, Noshi langsung melihat ke arah Gian yang memasang senyum jenaka sembari mengunyah rotinya.

Merasa tak enak hati dengan Kimy yang menyukai Gian, Noshi segera mengalihkan pandangannya pada Kimy yang ternyata mengamati Gian sedari tadi dengan tatapan cemburu. Merasa ada seseorang yang menatapnya, Kimy melempar senyum pada Noshi yang langsung dibalas oleh gadis itu.

Ah, menyebalkan memang jika seperti ini! Noshi hanya tak ingin jika persahabatannya dengan Kimy harus hancur karena Gian yang terus mendekatinya.

"Gian, lo kasih minum ini, gih, ke Kimy!" suruh Noshi dengan suara kecil.

Ditatapnya wajah Gian yang menurutnya menyebalkan. Lihat, laki-laki itu bahkan tak menggubris ucapannya. Merasa kesal lantaran Gian hanya fokus mengunyah makanan, Noshi menyenggol lengan Gian menggunakan sikunya hingga Gian menoleh padanya.

"Apa?" tanya Gian tanpa merasa bersalah.

"Kasih minum ini ke Kimy. Dia kelihatan seret banget makannya," perintah Noshi sekali lagi sembari menyodorkan sebuah botol minum pada Gian.

"Ah, males. Udah ada Ghez itu, biarin aja," sahut Gian ogah-ogahan.

Sedangkan Noshi langsung membalasnya dengan decihan kesal sembari menaruh kembali botol minum yang digenggamnya.

Menit dan jam terus berjalan membuat udara malam semakin dingin, melihat ke sebelah lemari buku tampak Vara yang tengah tiduran di lantai dengan paha Jay yang dijadikan sebagai bantalan.

Entah sudah berapa lama mereka berada di sini hingga hari menggelap. Awan putih dan langit biru kini sudah bertukar menjadi hitam seluruhnya dengan sebuah bola cahaya melayang di atas sana bersama ribuan titik kecil bercahaya yang menerangkan gelapnya bumi bagian malam. Udara dingin mulai masuk menyapa permukaan kulit mereka, tak ada selimut di sini. Tirai-tirai jendela pun berterbangan karena angin malam menabrak berusaha untuk masuk ke dalam kelas.

"AAAAA NGANTUK!!" jerit Vara lalu menguap setelahnya.

Jeritan itu berhasil membuat Jay dan para temannya terkejut akan kelakuan Vara yang seperti anak kecil.

"Yaudah tidur, Cil," sahut Joe yang tengah bersandar pada dinding.

"Mau tidur di kasur!" rengek Vara layaknya bayi.

"Pulang sana! Atau mau gue lempar dari jendela?" ancam Jarden bercanda. Sedangkan sudah tampak raut wajah cemberut dari Vara.

"Tau nih, Bocil!" tambah Gian.

"Ayo sini gue lempar ke luar mumpung gue di dekat jendela," sambung Altezza meledek.

"Tidur buruan! Anak kecil nggak boleh begadang, ya!" seru Lavana meledek.

"Gih, cuci tangan cuci kaki terus tidur!" timpal Ghez.

"Ih, jahat banget! Lagian juga gue cuma kangen sama Mama Papa ...." ucap Vara dengan mengalihkan tatapannya pada Jay yang setia memainkan rambutnya sedari tadi.

"Yaelah Cil, Mama Papa lo nggak bakalan kenapa-kenapa. Udah lah, kalau ngantuk tidur! Kepala lo berat tau di paha gue terus!" tukas Jay.

"DIH?! LO NGGAK IKHLAS BANGET!" dengus Vara terlampau kesal akibat teman-temannya meledeknya terus sedari tadi.

"Tidur bociill!!" seru Noshi sembari melemparkan sebuah bantal leher yang sengaja ia bawa sedari pagi.

Mendapat lemparan bantal leher terutama berbentuk boneka beruang kesukaannya, Vara langsung memasang senyum sumringah ke arah Noshi.

"MAKASIH NOSHI!!"

Tak berselang lama dari itu, Gian yang berada di dekat Ghez langsung menarik kepala pemuda itu, lalu disembunyikan di samping pinggangnya. Melihat itu, tentu para temannya bingung. Mengapa Gian menyembunyikan kepala Ghez di balik pinggangnya secara tiba-tiba?

"Ghez, sadar ...."

Terpopuler

Comments

Rosee

Rosee

GILAAAA SERU BANGET CERITANYA, SEMANGAT THOOOR

2023-05-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!