04

Hari ini para siswa SMA Celendation sudah kembali belajar dan beraktivitas seperti semula. Keadaan kembali normal setelah peristiwa hilangnya kelompok satu saat kegiatan jurit malam di hutan. Pagi ini, tampak siswa kelas 11 sains sedang belajar bersama. Suara guru yang mengajar tak terdengar sampai keluar, karena setiap ruang kelas kedap suara agar kegiatan belajar mengajar tidak terganggu.

Di dalam kelas, terlihat Ghez yang asik menulis ucapan guru di atas kertas putihnya. Menyalin tiap intisari dari segala ucapan yang keluar dari mulut guru wanita tersebut. Tak lama dari itu, ia merasakan mual luar biasa pada perut yang membuat pikirannya tidak bisa lagi konsentrasi dan fokus terhadap apa yang sedang dijelaskan oleh guru di depan.

Noshi yang berada di belakangnya pun merasa aneh dengan tingkah laku Ghez. Dengan hati-hati ia meraih bahu laki-laki itu, mencoba untuk menanyakan hal apa yang terjadi.

"Ghez---" Belum sempat Noshi meraih bahunya, Ghez sudah lebih dulu bingkas dari kursinya. Bocah itu bergegas keluar kelas tanpa persetujuan dari Bu Nicky.

Brakk

Atensi para siswa serempak teralihkan pada Ghez yang berlari terbirit keluar dari kelas.

"Hei! Mau kemana anak itu?" tanya Bu Nicky memandangi kepergian Ghez.

Sementara itu, Ghez masih setia berlari terbirit-birit menuju toilet siswa laki-laki yang berada di lantai tiga. Sengaja ia memilih lantai tiga, sebab toilet lantai empat dan lima sedang dalam perbaikan. Setibanya di dalam toilet, Ghez buru-buru masuk ke dalam sebuah bilik toilet. Ia memuntahkan semua isi perutnya di sana dengan badan yang membungkuk.

"Ish, kok pusing, sih?" gerutu Ghez pelan, kemudian bersandar pada dinding toilet, lalu keluar dari sana---mengabaikan muntahannya yang tersisa sedikit. Sungguh, itu bukanlah kemauannya untuk tidak membersihkan kotorannya secara menyeluruh. Ghez benar-benar melupakan itu semua, karena yang ada di kepalanya saat ini hanyalah pusing dan sakit.

Saat Ghez hendak keluar dari dalam toilet, ia menghentikan langkah kala berpapasan dengan Pak Bannie yang bertugas membersihkan toilet dan ruangan dalam sekolah. Ghez segera membungkukkan badannya sopan, lalu pergi dari sana.

"Ghez, dari mana aja lo?!"

Suara kencang itu berhasil membuat Ghez terkejut. Dilihatnya Gian dan beberapa siswa tengah memperhatikan dirinya yang masih setia berdiri di ambang pintu kelas.

"Gue dari toilet. Kebelet," jawab Ghez singkat kemudian masuk ke dalam kelas. Lalu bergabung bersama para temannya yang sedang berkumpul menjadi satu dikarenakan saat ini sedang terjadi jam kosong.

Di mana jam kosong merupakan saat-saat yang sangat dinantikan para siswa.

"Bahas apa kalian?" tanya Ghez kemudian mengambil duduk di tengah-tengah Altezza dan Jarden.

"Film zombie. Gila, keren banget, sih!" seru Jay yang langsung mendapat toyoran sempurna dari Vara.

"Keren Mbah-mu!" sembur Vara.

Beberapa detik setelahnya Lavana mengisyaratkan kepada mereka untuk diam, karena indera pendengarannya menangkap suara kegaduhan dan teriakan yang semakin mendekat.

"Kalian dengar itu?" tanya Lavana, yang langsung mendapat anggukan dan dituruti oleh mereka semua.

Brakk

"Tolong!!"

Roarrr

"Tolong!! Jangan kejar guee!!!"

Rrrghhhhh

"ARGHH---SHIT!!"

Vara yang penasaran segera bingkas dari duduknya, dan berjalan dengan hati-hati menuju pintu kelas untuk melihat apa yang terjadi di luar sana. Beberapa siswa pun turut menyusul Vara, bahkan beberapa dari mereka ada yang keluar dari kelas untuk mengecek sendiri suasana yang sedang terjadi.

"AAAA!!"

Mereka yang berada di sana segera mengalihkan atensinya pada Vara kala gadis itu menjerit ketakutan saat ada seseorang yang menarik tangannya dari luar pintu kelas. Beberapa siswa yang berada di dalam kelas sontak berteriak kala melihat para siswa berwujud mengerikan yang hendak masuk dan menarik lengan Vara.

Jay yang melihat itu segera melompat dari kursinya, lalu membantu Vara untuk lepas dari kukungan makhluk mengerikan dengan darah dan bekas luka di lehernya. Kesal karena siswa laki-laki mengerikan itu tak kunjung melepaskan lengan Vara, lantas Jay menendang bagian sensitif siswa laki-laki itu dengan segenap tenaganya hingga ia bisa melepaskan lengan Vara.

Setelah berhasil menarik Vara lepas dari kukungan makhluk tadi, Jay segera menutup pintu kelas rapat-rapat dan menguncinya agar ia tak masuk lagi. Tanpa basa-basi, Vara yang ketakutan segera memeluk tubuh Jay hingga kakinya tak menapak lagi di lantai kelas, sebab kedua kakinya ia lingkarkan pada pinggang Jay.

"Itu bukannya Hendrick ketua OSIS kita?!" selidik Joe yang tengah memandangi wajah rusak siswa yang baru saja menarik tangan Vara.

"Ya Tuhan .... makhluk mengerikan apa itu? Kenapa mereka saling menggigit?" lirih Kimy ketakutan.

"Zombie!" celetuk Noshi yang langsung mendapat perhatian dari para temannya.

Mereka semua lantas terdiam tanpa suara. Lavana, Joe, dan para murid yang masih berada di kelas segera menutup tirai jendela dan menahan pintu kelas agar tidak ada yang masuk lagi. Para pasang mata hanya saling memandang satu sama lain sebelum akhirnya Jarden angkat bicara.

"Karena kita semua nggak tahu makhluk apa yang di luar sana, dan semua beropini bahwa itu zombie, maka kemungkinan besar itu memang zombie. Gue minta untuk sementara kita bertahan di dalam kelas ini sampai ada pemberitahuan dari guru," ucap Jarden bersamaan dengan suara isak tangis para siswi yang berpelukan di ujung kelas.

Altezza yang masih bingung hanya memandangi satu per satu temannya dengan berbagai macam pertanyaan timbul di kepala. Baik Altezza maupun yang lainnya tak percaya terhadap zombie sepenuhnya. Namun, yang tadi itu makhluk apa? Sangat tidak masuk akal jika makhluk menjijikan yang bertebaran di film itu bisa hadir di dunia nyata.

"Lo percaya itu zombie?" tanya Joe pada Gian.

"Percaya nggak percaya sih," sahut Gian seraya mengetuk-ngetuk dagunya. Detik setelahnya, pandangan Gian tertuju pada Ghez yang masih setia memandangi pintu kelas yang sudah tertutup rapat.

"Lo, kan, tadi ke toilet. Keadaan di luar kelas gimana?" tanya Gian yang juga menarik perhatian para temannya.

"Baik-baik aja. Normal kayak biasa," jawab Ghez jujur.

Bersamaan dengan itu suara dari pengeras suara yang terletak di setiap ujung koridor kelas berbunyi, mengalihkan atensi para siswa dan juga mengundang suara-suara mengerikan itu mendekat.

"DIUMUMKAN KEPADA PARA SISWA SMA CELENDATION UNTUK TETAP BERADA DI DALAM KELAS MASING-MASING, DIKARENAKAN TELAH MENCULNYA MAKHLUK MENGERIKAN YANG GANAS. JANGAN SAMPAI ADA YANG TERGIGIT ATAUPUN BERKONTAK LANGSUNG DENGAN MEREKA. JIKA ADA YANG BISA KELUAR DARI GEDUNG INI DIHARAPKAN UNTUK SEGERA KELUAR DAN MENYELAMATKAN DIRI KALIAN BERSAMA KELUARGA! SEKIAN TERIMAKASIH."

Vara semakin mengeratkan pelukannya pada Jay saat suara-suara mengerikan itu terdengar semakin keras. Beberapa siswa dan siswi di kelas itu ada yang memberontak, dan ada juga yang pasrah. Namun, sampai saat ini Jay tidak merasa panik karena merasa bahwa peristiwa ini hanyalah prank belaka yang dilakukan pihak sekolah untuk memperingati hari ulang tahun sekolah yang tepat terjadi pada hari ini.

"Gue rasa, kita dikerjain deh," celetuk Jay tiba-tiba.

"Maksud lo?" tanya Kimy penasaran.

"Ya, ini prank yang dibikin untuk memperingati hari ulang tahun sekolah kita---"

Bukk

Belum selesai Jay mengucapkan kalimatnya, Lavana sudah lebih dulu memukul kepala laki-laki itu menggunakan buku paket yang lumayan tebal, membuat sang korban hanya mengaduh kesakitan.

"Kalau ngomong tuh, yang bener-bener aja! Kalau ini prank, lo liat tuh darah di tangan Vara bekas tangan Hendrick tadi. Darah asli atau bukan?"

Mendengar ucapan Lavana, Jay langsung mengambil tangan Vara dan memperhatikan noda darah itu dengan teliti. Didekatinya noda itu ke hidungnya berniat untuk menghirup darah tersebut. Namun, baru saja Jay ingin menghirupnya, Ghez sudah lebih dulu menjitak dahi Jay hingga wajah Jay menjauh dari lengan Vara.

"Duh, dijitak lagi gue!" keluh Jay kesal.

"Jangan main hirup aja! Kalau darah ini ada virus atau bakterinya gimana?!" dengus Ghez, sementara Jay hanya memasang senyum tak bersalahnya.

"Eh, coba kalian lihat tingkah Hendrick dan yang lainnya tadi. Kalau dilihat, mereka memang zombie. Tapi apa yang membuat mereka berubah secepat itu?" ucap Altezza yang membuat para temannya terdiam.

"Duh, kenapa sih, zombie ada di sekolah?! Ganggu aja," keluh Jarden malas.

Kini, tak ada satu pun dari mereka yang berniat keluar dari dalam kelas. Otak mereka bekerja sama berpikir bagaimana caranya agar bisa kabur dan selamat dari para zombie itu tanpa kekurangan apapun.

Sudah beberapa jam mereka menunggu di dalam kelas, dan benar-benar tidak ada yang berani untuk bersuara keras terlebih keluar dari kelas mereka. Tangan mereka saling bertautan satu sama lain, lalu berpegang kuat kala suara erangan atau teriakkan di luar sana terdengar kencang.

Prangg

Bersamaan dengan suara besi yang jatuh, mereka dengan serempak terlonjak kaget, bahkan ada yang mengeluarkan umpatan karena terkejut dengan suaranya.

"Anjeng! Kaget, gue!" umpat Gian sambil mengelus dadanya.

"Gue udah capek di sini. Gue memutuskan untuk keluar dari dalam kelas ini dan cari jalan untuk keluar dari kota Clington!"

Suara dari salah satu siswa itu sukses membuat Ghez dan yang lain mengalihkan atensi mereka. Joe yang merupakan ketua kelas lantas berdiri dari duduknya, lalu menghampiri Ricky yang terkenal keras kepala.

"Lo mau mati? Lo nggak lihat keadaan di luar sana yang kacau itu?" tekan Joe, sementara Ricky terlihat memandangi Joe dengan sorotan mata nyalang seakan menantanginya.

"Oh ya? Atau justru lo yang mau mati kelaparan di sini?" tantang Ricky.

"Cih, seenggaknya kita di sini bisa merencanakan sesuatu yang matang! Nggak melakukan suatu tindakan setengah-setengah kayak lo gini!" tambah Joe yang sudah tersulut emosi.

"Udah lah, bilang aja lo takut!!" ledek Ricky memancing emosi Joe.

Terpancing emosinya, segera Joe layangkan sebuah pukulan dengan niat untuk mendaratkan pukulan itu pada wajah Ricky. Namun, saat itu juga Ghez menahan tubuh Joe hingga kepalan tangan Joe semakin memerah karena emosi.

Lavana yang pegal melihat keributan itu segera bingkas dari duduknya, dan berjalan menghampiri mereka.

"Biarin aja Ricky keluar dari sini. Toh, semua risiko sudah dia pikirkan sebelumnya," lerai Lavana menengahi pertengkaran yang hampir terjadi.

Setelah mendengar ucapan Lavana, Joe bisa melihat senyum kemenangan terpampang jelas di wajah Ricky yang menyebalkan itu. Setelahnya Ricky menebar pandangannya ke semua teman kelas yang tengah duduk meringkuk ketakutan.

"Siapa yang mau ikut gue keluar?" tanya Ricky dengan suara mengintimidasi. Beberapa siswa terlihat saling lirik, akhirnya mengangkat tangan mereka pertanda setuju dengan ajakan Ricky untuk keluar dari kelas ini.

Setelah itu, Ricky dan para siswa yang mengikuti ajakannya segera keluar dari kelas mereka dengan mengendap. Namun, baru beberapa langkah mereka berjalan keluar dari pintu kelas, Ghez dan yang lainnya bisa mendengar teriakkan dan erangan manusia di luaran sana.

"Dibilangin ngeyel!" dengus Joe khawatir.

Beralih pada Kimy, tampak gadis itu sedari tadi setia memandangi langit dari kaca jendela kelas. Ia mencoba berpikir bagaimana caranya mereka keluar dari kelas ini tanpa ketahuan oleh para makhluk mengerikan yang disebut sebagai zombie itu. Ghez yang melihat Kimy hanya diam di sana, langsung menghampiri gadis itu dan mengambil duduk di sebelahnya.

Menengok ke samping, Ghez dapat menemukan wajah Kimy yang tampak lebih cantik dari samping, ditambah dengan sinar matahari yang langsung menyorot ke permukaan wajahnya. Merasakan kehadiran seseorang, lantas Kimy menolehkan kepalanya ke samping hingga manik matanya bisa menemukan Ghez yang sedang menatapnya entah sejak kapan.

"Lo ngapain?" tanya Ghez memulai pembicaraan di antara mereka. Sementara tampak Kimy yang hanya menghela napas kemudian kembali menatap pemandangan di luar jendela.

"Gue mau pulang ke rumah. Mau ketemu Mama sama Papa, tapi gimana caranya?"

Ghez tertegun mendengar ucapan Kimy, detik setelahnya ia mengikuti arah pandangan Kimy yang sedang menatapi pemandangan di luar jendela. Tidak, Kimy bukan hanya menatapi pemandangan, ia juga memperhatikan area luar sekolah yang mulai kacau dengan para zombie berkeliaran. Mereka menggigit para manusia hingga tewas dan bangkit kembali.

Saat itu juga, Ghez teringat akan kedua orang tuanya. Di mana kira-kira keberadaan mereka? Apakah mereka masih bisa terselamatkan dan kabur dari serangan para zombie di kota ini? Yang paling Ghez takutkan jika ia bertemu zombie dengan raga milik orang tuanya. Ghez menepis semua pikiran buruk itu, kemudian meraih tangan kanan Kimy untuk ia genggam.

Merasakan sebuah tangan menggenggam tangannya, lantas Kimy menoleh. Ia membiarkan Ghez mengelus punggung tangannya menggunakan jemari laki-laki itu.

"Kita buang pikiran yang buruk, ya? Di saat-saat seperti ini, yang harus kita lakukan adalah terus berpikiran positif, dan yakin kalau semuanya akan berakhir baik-baik saja," ucap Ghez sedikit memberikan ruang ketenangan dalam hati Kimy.

"Satu lagi, jangan pernah melepaskan tautan antara kita semua. Karena lo, gue, dan kita semua adalah satu jiwa sekarang. Kita harus saling membantu. Jangan biarkan makhluk konyol itu menyentuh kita. Paham?"

Kimy hanya mengangguk lesu, lalu menundukkan kepala. Ia begitu rindu dengan kedua orang tuanya saat ini. Yang ia inginkan saat ini adalah makan mie buatan ibunya yang selalu ia sisakan ketika makan.

Kini di dalam kelas 11 sains hanya tersisa sepuluh siswa yang hanya berdiam diri sampai mereka mau untuk memulai petualangan dengan merencanakan semuanya dengan matang.

Semuanya hening sampai pintu kelas terbuka, membuat para zombie berdatangan masuk ke dalam kelas.

Terpopuler

Comments

Fairytopiaa_

Fairytopiaa_

Begoo😭

2024-02-03

1

Fairytopiaa_

Fairytopiaa_

Kok Bisaaaaaaaaa

2024-02-03

0

Fairytopiaa_

Fairytopiaa_

eh apaa nihhhhhhh???

2024-02-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!