14

"Guys, maaf kalau gue dan Gian nggak ngasih tau kalian soal ini dari awal. Ghez juga nggak mau kalau kalian sampai tau dan khawatir---"

"Kita teman bukan, sih?! Mau apa pun itu kenyataannya, kita semua harus tau!" sembur Joe yang mudah sekali terpancing emosi. Bukan karena apa-apa, Joe hanyalah orang yang mudah emosi karena khawatir jika itu menyangkut keselamatan orang terdekatnya.

"Secara nggak langsung kalian ragu sama kita! SESUSAH ITU BUAT NGOMONG?! Apa yang bikin kalian ragu sama kita?" cecar Lavana.

"Seandainya kalian tahu dari awal apa bisa membantu? Kalian bisa nyembuhin Ghez kalau kalian tahu dari awal? Itu semua nggak ngerubah apa-apa, kan? Jadi buat apa?" tantang Noshi dengan nada santai tetapi mengintimidasi.

"Iya, tapi---"

Tok

Tok

Tok

Seketika itu juga atensi mereka beralih pada dinding kaca yang lumayan besar tertempel di dekat pintu masuk ruang rekaman. Di sana, mereka mendapati Ghez dengan kepala menunduk dan tangan mengetuk kaca tersebut beberapa kali agar bisa menarik atensi para temannya. Hal itu membuat yang lain terkejut. Mereka takut jika Ghez akan masuk dan menggigit mereka semua.

"Kalian di sini aja, gue mau keluar cari makanan," ucap Ghez singkat lalu berjalan ke arah pintu dengan langkah yang tertatih.

"Ghez--!"

"Biarin dia keluar, dia akan kembali ke sini karena dia sudah normal," cegah Gian mencekal tangan Altezza yang ingin menyusul Ghez kembali.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"KAU PENYEBAB AKU MELAKUKAN SEMUA KEKACAUAN INI!!" teriak sang pemuda berjubah hitam dengan celana seragam SMA Celendation. 

Pemuda itu nampak frustasi---berteriak tidak jelas sembari menendangi pintu loker milik salah satu siswa di hadapannya. Namun, beberapa detik kemudian ujung bibirnya tertarik membentuk senyuman dengan tangan yang lihai dalam memainkan pisau berdarahnya. 

Meraih gagang pintu loker lalu membuka loker tersebut sehingga menampakkan sesuatu yang amat ia benci di dalamnya. Pemuda itu membungkukkan tubuhnya agar setara dengan sesuatu yang ia simpan di dalam loker sana. Tangannya naik perlahan menyentuh 'sesuatu' tersebut.

"Entah mengapa kau membuatku begitu emosi walaupun siswa itu bukan---ah, sudahlah. Yang jelas, kau adalah makhluk yang sangat jahat. Bahkan, kau lebih jahat dari pada para iblis. Entah bagaimana aku harus menghukumu."

Setelah berbicara seperti itu, pemuda tadi segera menutup kembali loker dan segera pergi dari sana sebelum ada yang melihatnya. Atau bahkan lebih buruk jika para zombie yang melihat keberadaannya. 

Kakinya berjalan perlahan dengan gerak-gerik waspada bak orang yang habis melakukan suatu kejahatan besar. Kedua manik matanya bergerak ke sana kemari untuk mengintimidasi seluruh penjuru sekolah dan memastikan tidak ada zombie yang mendekatinya. Napasnya terdengar memburu, lalu beberapa detik setelahnya pergerakkan seluruh tubuhnya benar-benar berhenti kala indera pendengarannya menangkap bunyi geraman zombie.

*R*ghhh

Dengan gerakkan cepat dan hati-hati ia memutar tubuhnya ke belakang. Saat itu juga ia layangkan pisau sampai menancap pada leher zombie hingga terjatuh. Napasnya semakin memburu kala melihat zombie yang baru saja ia bunuh mengejang di bawah sana kemudian diam. Mati mungkin? Pikirnya.

Tak ingin hal serupa terjadi, pemuda itu langsung berlari ke arah lorong sepi untuk menghindari kejaran para zombie. Namun, siapa sangka baru lima langkah ia berlari melewati lorong sepi dan gelap tersebut, para zombie tiba-tiba berdatangan dan mengejarnya.

"SIALAN!! MATI SAJA KALIAN!"

PRAANGG

Di sisi lain, Ghez yang tengah memasukkan beberapa  makanan dan minuman ke dalam tas mendadak terkejut dan menghentikan pergerakkan tangannya kala mendengar suara bising entah dari mana berasal. Bukan hanya suara benda berjatuhan, tetapi ia juga mendengar suara teriakkan seseorang yang ketakutan. Sepertinya orang itu tengah berhadapan langsung dengan para zombie.

"Siapa itu? Tapi, suaranya bukan kayak suara temen-temen gue. Bodo ah, mana tau itu hantu," gumam Ghez tak peduli lalu kembali memasukkan banyak makanan dan minuman ke dalam ranselnya.

Bukannya Ghez tidak ingin membantu, tetapi dirinya sendiri pun sekarang sudah bukan manusia normal seutuhnya dan belum kembali stabil. Ghez hanya takut kalau ia justru menggigit orang itu kala mencium darah segarnya. Lagi pula, siapa yang masih bertahan di dalam gedung sekolah ini selain dirinya dan sembilan orang temanya? Karena, baik Ghez maupun yang lainnya belum pernah ada yang menemukan siswa selamat dalam perjalanan panjang mereka kemarin.

Setelah ranselnya penuh oleh makanan, Ghez segera menutup resleting ransel itu lalu menggendongnya di punggung. Tanpa menunggu lama, anak itu segera berjalan ke luar dari kantin dan kembali ke tempat di mana para temannya berada untuk memberikan semua makanan dan minuman yang sudah ia ambil.

Kakinya berjalan santai membelah kesunyian dan kegelapan di setiap lorong-lorong kelas yang tampak kacau. Senjata dan barang-barang lainnya seperti buku dan alat-alat sekolah berhamburan di mana-mana, bukan hanya itu, mayat-mayat para siswa dan staf sekolah berserakan di setiap sudut lorong dengan darah yang menjelma bagai cat dinding. Dihirupnya udara segar lalu ia hembuskan kembali dengan memasang senyum simpul yang melengkapi paras menawannya.

"Wah, apa ini?" tanyanya sendiri sembari memungut selembar kertas yang ia injak. Dilihatnya baik-baik kertas itu dan tak lama setelahnya Ghez tertawa dengan perasaan yang lega.

"Astaga, kalau begini, kan, gue nggak perlu lagi belajar buat ujian akhir semester. Hhh, ada hikmahnya juga ternyata dari munculnya wabah penyakit konyol ini," gumam Ghez sambil menghela napas sedikit lega pasalnya ujian akhir semester itu akan diadakan pada esok pagi tepat di hari senin.

Malas berlama-lama di sini, Ghez kembali melanjutkan perjalanannya. Sedikit bersenandung ria menyanyikan lagu sambil sesekali melompat-lompat kegirangan. Saat ia ingin menaiki tangga untuk bisa tiba di ruang musik, hatinya tertarik untuk sekedar mampir ke tempat latihan menembak yang selalu ia kunjungi pada hari-hari tertentu bersama para siswa club menembak lainnya. 

Dengan cepat ia membuka tempat itu dan masuk ke dalamnya. Ghez mengamati tiap sudut ruangan ini dan mengambil salah satu pistol di tempat penyimpanan pistol dan peluru. Beberapa detik setelahnya, Ghez menjentikkan jemarinya kala menemukan sebuah ide berlian. Diraupnya seluruh peluru yang tersedia di laci penyimpanan juga beberapa pistol yang nantinya akan ia bagikan kepada para temannya. Dengan segera Ghez memasukkan peluru dan pistol tersebut ke dalam tasnya.

"Sayang ...."

Ghez menghentikan aktivitasnya kala tiba-tiba suara lirih muncul dari belakang. Ghez meyakini bahwa itu adalah suara dari seorang gadis, tetapi siapa? Dengan gerakkan hati-hati Ghez menolehkan kepalanya sebatas bahu untuk bisa mengetahui siapa pemilik suara lirih itu.

"C-Christie?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!