06

Setelah mendengar perkataan Ghez, terciptalah sedikit ruang kelegaan di hati Noshi. Keduanya sama-sama terdiam hingga suara teriakan Gian berhasil mengejutkan mereka.

"NOSHI, GHEZZ!!!"

Mendengar suara teriakan Gian dari dalam gudang, Noshi dan Ghez segera masuk ke gudang melalui jendela yang sebelumnya sudah dipukul beberapa kali oleh Gian, sehingga kaca jendela itu mempunyai lubang yang cukup besar untuk mereka masuki.

Setelah tiba di dalam gudang, Noshi dan Ghez langsung menghampiri Gian yang berada di sudut ruangan gudang. Lelaki itu tampak memainkan sesuatu di sana. Sebal karena Gian sudah membuatnya panik, Noshi pun melayangkan toyoran pada kepala laki-laki itu hingga ia mengaduh kesakitan dibuatnya.

"Aduh, kenapa lo puk---" belum selesai Gian mengumpat Noshi, gadis itu sudah lebih dulu menyambar ucapannya.

"LO BIKIN GUE PANIK TAU NGGAK?! Gue kira ada zombie! Lain kali jangan teriak-teriak kayak gitu!" hardik Noshi sebal, sementara yang dimarahi hanya tersenyum kecut.

"Jadi, lo khawatir sama gue?"

Noshi megap-megap kala mendengar ucapan penuh percaya diri dari mulut Gian. Sebal, lantas gadis itu kembali melayangkan pukulan pada bahu Gian.

"Ya jelas khawatir! Kita ini kan' teman!" geram Noshi malas.

"Udah-udah. Sekarang, lo ngapain teriak-teriak kayak tadi?" tanya Ghez menengahi perdebatan antara Noshi dan Gian.

"Nih, lihat dong gue nemu apa!" sorak Gian riang lalu menunjukkan beberapa barang yang bisa digunakan sebagai senjata melawan zombie.

Noshi dan Ghez serempak menghampiri barang-barang itu dan memperhatikannya. Noshi mengambil sebuah tongkat bambu yang cukup kuat untuk memukul. Sementara Ghez mengambil satu tongkat baseball untuk digunakannya nanti ketika berhadapan dengan zombie. Gian sendiri mengambil satu tongkat kayu dan sebilah pisau. Ia mengikat pisau tersebut pada ujung kayunya.

Setelah selesai, mereka berdiam diri beberapa saat dan menatap satu sama lain seolah meyakinkan bahwa mereka akan memulai petualangan di dalam dunia mengerikan ini.

"Kita lanjutin lewat dinding pakai tali itu lagi?" tanya Gian.

"Iya, nanti kita jalan lagi lewat tangga besi pipa dan turun ke lorong yang biasa nembus ke kantin---"

"Kita ngapain ke kantin?" sela Ghez menyela ucapan Noshi.

"Bukan! Lorong itu ada tiga pintu. Pertama ke kantin, kalau belok kiri ke luar sekolah, dan kalau belok kanan akan nembus ke tangga belakang koridor kelas sepuluh. Ruang lab komputer, kan di lantai dua kelas sepuluh yang ada di ujung. Jalan satu-satunya kita harus lewat gedung lantai satu melalui lorong itu. Baru kita bisa naik ke lantai dua kelas sepuluh, karena tangganya ada di belakang," terang Noshi.

Sementara Ghez dan Gian hanya menganga mendengarkan penjelasan dari Noshi. Gadis itu mengetahui betul ruang dan lorong di tiap gedung sekolah ini. Bahkan, mereka berdua yang juga murid di sekolah ini saja tidak tahu jika sekolah mereka memiliki lorong yang bisa menembus ke tiga tempat sekaligus.

"Oke, ayo kita mulai!" seru Ghez riang.

Lantas ia yang pertama keluar dari jendela dan kembali berjalan di dinding dengan bantuan seutas tali tadi, disusul oleh Noshi dan Gian.

"Pelan-pelan Ghez," peringat Noshi kala Ghez mulai menuruni tiap anak tangga dari besi yang sejajar itu.

Setelah semuanya berhasil turun dari tangga, mereka segera mengendap masuk lagi menuju lab komputer yang berada di lantai dua melalui lorong tersembunyi yang diberitahukan oleh Noshi. Namun, saat mereka sudah berada di tengah lorong, Ghez menghentikan langkah, yang membuat Noshi dan Gian turut mengikutinya.

"Kenapa?" tanya Noshi perlahan.

"Kita harusnya ke ruang guru untuk mengambil kunci lab komputer. Gimana kita masuk ke ruang lab tanpa kunci?" ucap Ghez yang membuat Gian turut bingung, sementara Noshi terlihat biasa saja.

"Ruang guru ada di lantai tiga, kalau kita dari awal turun lewat kusen jendela sampai ke lantai tiga, artinya kita melewati dua lantai cuma pegangan kusen sama dinding bangunan aja? Yakin selamat? Nah, makanya gue lebih milih ke lantai dua lewat lorong ini. Tadinya gue juga lupa kalau kita mau ke ruang guru, tapi gue ingat kalau dekat tangga belakang kelas sepuluh yang di depan kita sekarang ini ada tangga darurat yang naik ke atap sekolah. Kita bisa lewat tangga darurat itu untuk sampai ke lantai tiga."

Gian dan Ghez hanya manggut-manggut tanda mengerti apa yang dikatakan Noshi. Tak ingin memakan waktu lama, mereka pun bergegas melanjutkan perjalanan. Menaiki anak tangga darurat hingga ke lantai tiga untuk mengambil kunci lab komputer.

Sementara keadaan di kelas, tujuh siswa yang masih terkurung di dalam hanya berdiam diri sembari sesekali memandang ke luar jendela. Tak dipungkiri kepergian Ghez, Gian, dan Noshi untuk mengambil kunci lab membuat mereka sangat khawatir sekarang. Tak ada hal yang bisa mereka lakukan selain mendoakan ketiga temannya itu agar kembali dengan selamat.

Kimy yang tengah melamun tiba-tiba saja mendapatkan sebuah ide untuk membuat simpul tali darurat agar mereka bisa keluar dari kelas ini jikalau ada penyelamat datang atau ingin pergi keluar. Kimy beranjak dari kursi, dan berjalan menghampiri lemari yang terletak di ujung kelas. Ia menarik laci lemari tersebut, lalu mengambil beberapa tali yang cukup tebal dan panjang. Vara yang berada di dekatnya lantas menanyai Kimy perihal tali tersebut.

"Tali? buat apa?" tanya Vara, suaranya yang cukup keras membuat anak-anak lain menoleh padanya.

"Kita harus buat simpul tali darurat kalau-kalau dibutuhkan," jawab Kimy, lalu membawa tali-tali panjang itu ke tengah-tengah mereka.

"Kalian bisa buat simpul tali ini, kan?" tanya Kimy yang langsung diangguki oleh Joe dan Vara.

Tanpa menunggu lama, kedua siswa itu segera membuat simpul dari tali-tali panjang agar mereka bisa naik dan turun dari jendela menggunakan tali ini. Sementara delapan siswa yang lain hanya memperhatikan keduanya bagaimana cara membuat simpul tali itu.

"Untuk tempat pijakan kakinya yang gede, Var. Biar kaki kita muat," saran Joe yang hanya disahuti dehaman oleh Vara.

"Dari pada kita cuma lihatin mereka, mending kita bikin senjata buat lawan zombie-zombie gila itu nggak, sih?" usul Jay yang langsung membuat mereka bersorak setuju.

Suara berisik mulai bermunculan dari dalam ruang kelas 11 Sains 1, membuat para zombie mengerubungi kelas mereka karena suara berisik yang mengundang. Namun, mereka semua tak menghiraukan para zombie sialan itu, biar saja mereka menggedor-gedor pintu dan dinding kelas hingga tangan mereka pegal. Eh tunggu! Memang zombie bisa merasakan pegal?

Dimulai dari Kimy yang membuat senjata dari gagang kain pel yang ia patahkan sehingga runcing di bagian ujungnya, Altezza pun melakukan hal serupa menggunakan gagang sapu. Jarden dan Lavana menggunakan kayu yang mereka patahkan dari kursi dan meja, sementara Jay mengambil sebuah tongkat baseball di lemari buku. Entah siapa yang menaruh tongkat baseball di sana, tetapi kali ini Jay sungguh berterimakasih pada orang itu.

"Selesai!" sorak Vara sembari mengangkat ujung tali simpul yang telah ia bikin bersama Joe.

"Bagus, ayo kita ikatkan ujung tali ini dengan tiang besi yang ada di ujung kelas!" perintah Kimy segera.

Tanpa basa-basi Jarden, Joe, Jay, dan Altezza segera mengikatkan ujung simpul tali itu pada tiang besi yang berada di ujung kelas. Mereka merasa heran sedari awal perihal fungsi tiang besi yang ada di ujung ruangan kelas mereka. Namun, saat ini mereka bisa menyadari fungsi tiang besi itu. Ternyata fungsinya sangat dibutuhkan jikalau ada keadaan darurat seperti ini.

Memang, setiap kelas difasilitasi beberapa tali panjang yang lebar dan tiang besi di ujung ruang kelas, fungsi utamanya adalah ketika kebakaran para murid bisa keluar dari kelas dengan cara seperti yang mereka lakukan saat ini.

Sementara para anak laki-laki mengikat kencang simpul tali itu, Kimy, Vara, dan Lavana menjatuhkan tali tersebut ke jendela hingga menjuntai panjang ke bawah.

"Sudah kuat?" tanya Lavana sedikit berteriak.

"Sedikit lagi .... Siap!" seru Jay sambil mengacungkan ibu jari ke arah Lavana.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"SIALAN LO ANJEEEENGGGG!!!!" umpat Gian tak tertahan kala para zombie itu mengejar mereka.

Mereka bertiga ketahuan oleh zombie saat baru saja mendarat di lantai tiga setelah menaiki tangga darurat. Rencana mereka tidak lancar saat ingin mengambil kunci lab komputer. Yang ada justru para makhluk sialan itu mengejar mereka sekarang. Jumlahnya bahkan lebih banyak dari mereka.

"YA TUHAN, TOLONG HAMBA!" teriak Noshi yang sudah pasrah sambil terus berlari.

Sementara itu Ghez tampak berlari paling depan memimpin kedua temannya untuk mencari tempat persembunyian yang aman dari para zombie sialan ini. Sudah berapa kali mereka mencoba masuk ke dalam kelas-kelas, dan ternyata zombie pun berada di sana. Bukannya terbebas dari zombie, malah jumlah zombie yang mengejar mereka semakin banyak.

"Ghez, ke toilet lantai 4!! Kayaknya di sana nggak ada orang karena lagi perbaikan!!" Gian memberi usul dengan deru nafas tak beraturan.

Setelah mendapat usulan bagus dari Gian, mereka semua semakin mempercepat tempo lari dan menaiki anak tangga demi sampai ke lantai empat. Suara-suara mengerikan mulai bermunculan tatkala beberapa kali zombie berjatuhan dan tersangkut di tangga. Noshi bergidik ngeri kala ia melihat potongan tubuh atas seorang siswi yang tidak lagi dilengkapi kaki.

Sesampainya di lantai empat, para zombie pun bermunculan dan mengejar mereka. Ketiga siswa itu segera berlari cepat menuju toilet yang letaknya berada di ujung dekat tangga darurat. Setibanya di dalam toilet, Gian segera menarik tangan Noshi yang masih berada di luar. Setelah semuanya masuk, barulah Gian menarik pintu dan menguncinya. Perasaan lega akhirnya datang sedikit setelah berhasil melewati para zombie. Mereka terduduk lemas di lantai toilet sambil mengatur napas.

"Huff, gimana cara kita keluar dari toilet ini?" tanya Noshi pasrah.

"Astaga, kita gagal ambil kunci lab komputer---"

"Kata siapa gagal?" sela Ghez sambil menunjukkan kumpulan kunci-kunci ruangan yang digabung menjadi satu. Melihat itu, lantas Noshi dan Gian membelalak secara serempak.

"Lo dapat dari mana kunci-kunci itu?!" tanya Noshi penasaran.

"Tadi di depan ujung tangga. Mungkin lepas dari kantong baju Pak Bannie," jawab Ghez santai.

"Oh iya lupa! Sekarang kan jam kerja Pak Bannie! Pasti kunci dipegang sama dia. Tapi, berarti itu tandanya Pak Bannie udah jadi zombie juga?"

Gian dan Ghez hanya mengangguk mengiyakan ucapan Noshi. Memang, Pak Bannie selain bertugas membersihkan ruangan di gedung sekolah ini, beliau juga yang membawa kunci-kunci ruangan saat jam kerjanya berlangsung. Beruntung zombie Pak Bannie manjatuhkan seluruh kunci ruangan dari kantongnya, jika tidak maka masalah ini akan merepotkan.

"Sekarang, gimana kita bisa keluar dari toilet ini dan balik ke kelas kita?" tanya Gian saat keheningan berlangsung.

"Entahlah," sahut Ghez cepat.

Keheningan kembali tercipta di dalam toilet ini. Senyap, itu yang mereka bertiga rasakan. Noshi bergidik ngeri kala melihat Ghez dan Gian yang sedang bersandar pada dinding toilet. Bagaimana jika hari biasa? Noshi tentu takut jika terkurung di dalam toilet bersama dua laki-laki.

Ya, walaupun Ghez dan Gian adalah teman dekatnya, laki-laki tetap memiliki nafsu dan hasrat, bukan? Terlebih kini dua biji kancing seragam atasnya telah hilang saat melawan para zombie tadi, belahan dadanya tentu terlihat jelas jika saja tak ditutupi menggunakan kardigan.

Di saat senyap itu, Ghez kembali merasakan suatu hal aneh terjadi pada tubuhnya. Ghez merasa sangat haus dan lapar, tetapi bukan makanan manusia yang ingin dimakan. Kepalanya pun kembali sakit seperti saat ia pingsan di hutan kala itu. Manik mata Ghez bergeser menatap leher milik Gian yang terpampang jelas di sampingnya.

"Ayo makan saja, gigit dan hisap semaumu."

"Bukankah kau lapar?"

"Ayo, kau pasti bisa menggigit leher Gian!"

Suara-suara bisikkan itu terus saja mengganggu Ghez. Entah dari mana suara itu berasal yang jelas Ghez kini mulai terpengaruh oleh suara tersebut. Ditambah nafsu semakin mendorongnya untuk melakukan hal itu. Lambat laun Ghez mendekati Gian untuk menggigit lehernya, hal ini sangat mudah bagi Ghez karena Noshi dan Gian sedang memejamkan mata mereka.

Namun, baru saja Ghez hendak menggigit leher Gian, Ghez sontak memegang erat kepalanya dan berteriak menahan hasrat pada tubuhnya.

Gian dan Noshi yang mendengar erangan Ghez tentu segera membuka mata. Mereka bergegas menghampiri temannya itu.

"Ghez, ada apa?!" tegur Noshi khawatir.

"Ghez---"

"Jangan mendekat!!" sergah Ghez cepat.

Ia bingkas dari sana, lalu masuk ke dalam salah satu bilik toilet dan mengunci pintu erat-erat.

Braakk

Tidak ingin salah satu temannya mengalami suatu hal yang buruk, lantas Gian dan Noshi bangkit dari duduknya. Mereka mengecek keadaan Ghez dengan menempelkan telinga mereka pada daun pintu bilik toilet.

"Arghh---sialan!! GIAN, NOSHI, TAHAN PINTUNYA! JANGAN SAMPAI PINTUNYA TERBUKA!!" titah Ghez dari dalam toilet.

Mendengar perintah Ghez, tentu saja kedua siswa itu kini dilanda kebingungan. Mengapa Ghez justru menyuruh mereka untuk menahan pintu toilet seakan Ghez tidak boleh keluar dari dalam toilet? Bukankah seharusnya Ghez meminta tolong kepada mereka untuk membukakan pintu toilet agar ia bisa keluar?

"Ghez, lo kenapa?! Ada masalah?!" teriak Noshi khawatir sembari menggedor-gedor pintu bilik toilet.

"Gian, bawa Noshi masuk ke dalam salah satu bilik toilet dan kunci pintunya sampai gue suruh kalian keluar!!" perintah Ghez sekali lagi sebelum mereka akhirnya mendengar suara teriakan Ghez yang amat keras menggema ke seluruh ruangan.

Mau tak mau Gian langsung menarik tangan Noshi untuk menjauh dari depan pintu bilik toilet tersebut. Ia membawa Noshi masuk ke dalam salah satu bilik toilet yang letaknya berada di ujung ruangan. Dengan sigap Gian mengunci pintu toilet sesuai perintah Ghez.

Kini, Gian dan Noshi hanya saling pandang satu sama lain dengan napas tersengal. Gian tak menyangka jika dirinya akan berada di situasi seperti ini, yaitu bersama Noshi---gadis yang disukainya---di dalam toilet hanya berdua.

"Gian, Ghez kenapa?" tanya Noshi yang masih belum mengerti keadaan.

"Nggak tahu, kita diam di sini aja---"

BRAAKKK

DUK DUK DUK!!

Baik Noshi maupun Gian sama-sama terkejut kala mendengar suara keras dari luar. Karena penasaran, Noshi mencoba membuka sedikit pintu itu untuk memberinya celah melihat keadaan Ghez di luar.

Beberapa saat setelahnya, Gian dapat mendengar suara Isak tangis dari Noshi. Seakan tahu apa yang terjadi, lantas Gian menutup dan mengunci kembali pintu tersebut.

"Gian .... Ghez kenapa ...?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!