03

Noshi yang setia merenung dengan pandangan ke depan lantas terkejut kala ia merasakan seseorang telah menyandarkan kepala di bahunya. Ghez, lelaki itu kini bersandar sepenuhnya pada bahu Noshi dengan mata terpejam sempurna.

Noshi mencoba menggoyangkan bahunya sembari menepuk pelan pipi Ghez, tetapi laki-laki itu tetap tak menunjukkan adanya tanda-tanda kesadaran.

"Ghez pingsan!!" Noshi menjerit kala ia menyadari bahwa laki-laki itu memang kehilangan kesadaran.

Mendengar jeritan Noshi, mereka segera berlari cepat, mengerubungi Noshi yang kesusahan menopang tubuh Ghez. Dengan cekatan Jay mengambil alih tubuh Ghez dari Noshi, lalu menggendongnya di punggung.

"Jangan ada yang panik. Kita cari tempat lapang dan tidurkan Ghez di sana!" perintah Lavana yang segera diangguki oleh Jay.

Lantas mereka berlari cepat untuk menemukan tanah lapang. Tak lama, mereka menemukan sebuah perkebunan karet dengan tanah yang cukup lapang.

Sesampainya di sana, Jay segera meletakkan Ghez di atas tanah tanpa beralaskan apapun. Sementara itu, mereka berusaha tidak mengerubungi Ghez agar tak menghalangi oksigen. Lavana dan Kimy yang merupakan anak sains biologi sekaligus club PMR segera mengecek kondisi Ghez, bersama dengan Jarden.

Lavana meletakkan jari pada leher Ghez untuk mengecek denyut nadinya. Sementara, Jarden melepaskan ikat pinggang dan beberapa biji kancing atas pada baju Ghez agar pernapasannya lega. Tidak hanya itu, Kimy pun membantu menaikkan tungkai kaki milik Ghez beberapa senti untuk melancarkan sirkulasi darah ke otak.

"Aneh ...." Lavana bergumam pelan setelah selesai mengecek denyut nadi milik Ghez. Gumaman itu ternyata dapat didengar oleh para temannya.

"Aneh gimana maksud lo?" tanya Joe khawatir.

"Denyutnya lemah?" tanya Gian menyela.

"Bukan lemah, denyutnya normal, tetapi beberapa detik setelah itu denyutnya berdetak cepat. Begitu seterusnya. Sebentar normal, sebentar cepat," terang Lavana---membuat dahi para temannya berkerut bersamaan---merasa aneh dengan penjelasan yang dipaparkan oleh Lavana.

Jay yang penasaran lantas mengecek sendiri bagaimana ritme dari denyut nadi milik Ghez. Ternyata ucapan Lavana benar. Jay tidak habis pikir dibuatnya. Denyut nadi macam apa yang dimiliki Ghez? Mengapa bisa seperti itu?

Keheningan mulai tercipta mengurung mereka dalam kekhawatiran dan ketakutan melebur menjadi satu bersama atmosfer yang membelenggu. Para pasang mata saling tatap satu sama lain, menampakkan sorot kosong yang tak punya tujuan.

Keheningan itu terpecah begitu saja kala Ghez berdeham dan berusaha bangun. Jarden yang berada di sampingnya lantas membantu Ghez untuk bangun, mereka yang melihatnya pun mengucapkan rasa syukur karena Ghez tampak baik-baik saja.

"Syukurlah lo sudah bangun!" sambut Kimy dengan senyum sumringahnya.

"Iya, bikin kita panik, tau nggak!" sembur Joe yang memang sudah pusing melihat situasi ini.

"Apa yang lo rasain?" tanya Jarden, memandangi Ghez yang masih menundukkan kepala sembari meringis perlahan.

"Gue nggak apa-ap--"

Ucapan Ghez terhenti kala matanya menemukan leher Jarden yang berhadapan langsung dengan wajahnya. Entah siapa yang menghasut, tetapi Ghez ingin sekali menggigit leher itu. Rasa lapar dan haus seolah semakin mendorongnya untuk segera memakan dan menghisap darah Jarden hingga habis.

Melihat Ghez yang terdiam seraya menatapi lehernya, membuat Jarden mengerenyitkan dahi bingung. Ia berusaha menyadarkan Ghez---kala tangan anak itu mulai merambat naik ke lehernya.

Para murid membelalak kaget kala melihat hal itu, sehingga masing-masing dari mereka bersorak keras untuk menyadarkan Ghez.

"Ghez! Heh, lo mau ngapain?!" teriak Altezza, berusaha menarik tubuh Ghez menjauh dari Jarden.

"INI DI HUTAN BEGO! YANG BENER-BENER AJA LO!" pekik Jarden, berusaha mati-matian untuk keluar dari kukungan tubuh Ghez.

Namun, seolah tak mendengarkan, Ghez justru semakin memperkuat tenaganya untuk bisa menggigit leher Jarden bagaimanapun caranya. Tidak. Ini bukan hasrat Ghez sendiri. Ada sesuatu yang sedang mengendalikan pikirannya saat ini.

Noshi yang lelah melihat para temannya segera menghampiri Ghez. Ia menahan tubuh Ghez, lalu melayangkan sebuah pukulan keras di wajah anak itu hingga tubuh Ghez terjatuh ke samping. Kesempatan itu digunakan Jarden untuk segera berdiri menjauhi Ghez.

"Ah, sakit ...." Ghez meringis ngilu seraya mengelus pipinya yang terasa panas, akibat pukulan dari Noshi yang terlampau kencang.

Perlahan tapi pasti, Ghez membuka mata. Detik setelahnya, ia benar-benar merasa bingung kala para murid menatapnya dengan sorot mata dingin---seolah dirinya adalah maling yang baru saja tertangkap basah.

"Hei, lo pada kenapa? Kok liatin gue gitu?" tanya Ghez jujur, ia benar-benar tak mengingat kejadian yang baru saja terjadi.

"Lo tadi ngapain mau cium Jarden?" sela Kimy dengan raut wajah kesal.

Mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Kimy, lantas membuat Ghez sukses membelalakkan mata. Sejak kapan ia menyukai sesama jenis?! Menjijikkan! Dilihatnya Jarden yang tengah melipat kedua tangan dada sembari memasang raut wajah amarah yang tertuju padanya.

"Najis! Nggak ada, geli amat gue," sanggah Ghez, lalu segera bangun dari duduknya.

"Emang ada buk---akh ...." Ghez kembali memegangi kepalanya yang kembali berdenyut.

Melihat itu, Jarden hanya mengangkat sebelah alisnya. Ia tak mau mendekati Ghez karena takut jika bocah itu akan kembali seperti tadi. Sungguh, peristiwa tadi membuat Jarden cukup trauma dengan Ghez.

Setelah rasa sakit di kepalanya perlahan menghilang, Ghez kembali mengangkat pandangannya dan melihat mereka satu per satu. Entah sejak kapan Ghez ingin sekali memakan mereka semua dalam sekejap, dan kini pandangan Ghez beralih pada Kimy yang berdiri tak jauh darinya.

"Sekarang gue tau masalahnya."

Ghez beralih pandang pada Joe yang hanya memperhatikannya sedari tadi. Perlahan Ghez melangkah mendekati Joe, membuat Joe mundur pelan.

"Jangan menjauh, gue mau ngomong sama lo," ucap Ghez serius.

Kali ini, Joe bisa merasakan bahwa ada keseriusan dari sorot mata Ghez.

"Apa?"

"Bukan buat Joe aja, tapi buat kalian semua. Kalau lihat gue bertingkah kayak tadi, cepat lari atau ikat gue sampai gue normal lagi."

Ghez menghentikan ucapannya sejenak. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu memandangi satu per satu temannya sebelum melontarkan kembali ucapannya.

"Kalau perlu, kalian bunuh gue." Ghez menundukkan kepala, dan mengambil langkah mundur hingga punggungnya bersandar pada batang pohon yang tak jauh dari sana.

Ucapan Ghez membuat mereka semua merasa resah. Apa yang dimaksud Ghez? Mengapa Ghez menginginkan mereka untuk membunuhnya? Noshi berjalan mendekati Ghez dan mengelus bahu laki-laki itu.

"Kenapa lo ngomong kayak gitu?" tanya Noshi lembut dan menepis semua sifat kasarnya untuk saat ini.

Ghez mengangkat pandangannya, menatap Noshi yang jauh berbeda seperti dulu.

"You know monsters?"

Entahlah, Noshi bergidik ngeri kala Ghez berucap seperti itu. Noshi menjauhkan wajah dari Ghez, lalu ia pandangi kedua mata Ghez dengan semburat permohonan.

Sementara, para temannya hanya diam mencoba mendengarkan apa yang sedang Ghez bisikkan kepada Noshi.

"Lo ngomong apaan, bocah?" seru Jay dari belakang, membuat Ghez dan Noshi serempak mengalihkan atensi mereka pada Jay.

"Lo gila? Lo mau mati? Anak titisan dedemit gini, nih!" cibir Gian malas.

Kemudian Joe menghampiri Ghez yang hanya terdiam. Ia mengelus punggung laki-laki itu, dan sedikit menepuk pelan beberapa kali.

"Kenapa?" tanya Joe dengan nada lebih lembut dari sebelumnya.

"HAHAHAHAHHA GUE BERCANDA!! LO PADA SERIUS BANGET GILAA!!" tawa Ghez meledak saat itu juga. Ia tak menyangka kalau teman-temannya akan mempercayai omongannya begitu saja.

"Bukan temen gue," cibir Lavana kesal.

"Mau tuker tambah temen bisa nggak, ya?" tambah Vara.

"Ghez, BISA NGGAK SIH LO NGGAK BUAT ULAH?!" geram Jarden kesal.

"Ghez, sekali lagi lo buat ulah, gue buang lo di jurang," kecam Altezza serius.

"Iya maaf."

Saat mereka semua menyumpahi serapahinya akibat kelakuannya yang membuat mereka naik pitam, Ghez masih melirik Noshi. Noshi yang merasakan sebuah lirikan tertuju padanya lantas kembali menatap Ghez.

Entah, Noshi merasakan sesuatu yang Ghez sampaikan melalui sorot matanya. Laki-laki itu seolah mengatakan: "Gue serius, Noshi. Gue nggak bohong soal ucapan gue tadi."

"Hei, kalian!!"

Pembicaraan mereka terhenti begitu saja kala beberapa orang penyelamat datang. Beberapa dari mereka ada yang bersorak girang karena akhirnya Tuhan mengabulkan doa mereka, sementara sebagian dari mereka hanya mengembuskan napas pasrah. Bukan, bukan kesal ataupun senang. Justru mereka kini berada di ambang antara senang dan sedih. Mereka senang karena akhirnya mereka terselamatkan, tetapi mereka juga sedih karena petualangan ini akan berakhir.

Kini, mereka semua sudah berada dalam bus setelah pihak kesehatan telah mengecek kondisi mereka. Karena kejadian ini, akhirnya acara kemah dipulangkan. Beberapa siswa ada yang mengeluh kesal karena mereka seharusnya berkemah selama seminggu, tetapi justru hanya beberapa hari.

"Yah, petualangan kita udah selesai!" keluh Jarden yang langsung mendapat hadiah pukulan dari Lavana.

"Petualangan Mbah mu! Kalau mau tersesat sendiri aja, nggak usah ngajak-ngajak!" hardik Lavana marah.

"Tapi, seru woi, kita bisa ngerasain bermalam di bukit! Ih, mau lagi!" pekik Gian yang disetujui oleh Ghez dan Jay.

"Lambemu seru!" sembur Vara dan Kimy berbarengan. Sementara para anak laki-laki itu hanya tertawa terbahak.

Tanpa mereka sadari, ini bukanlah akhir dari petualangan seru mereka.

Terpopuler

Comments

Fairytopiaa_

Fairytopiaa_

Ngeri bgt woiiii😭

2024-02-03

0

Fairytopiaa_

Fairytopiaa_

walau pngsan... tp.... ga rela aing woiii

2024-02-01

0

Fairytopiaa_

Fairytopiaa_

woiiii kimy gmn😭😭😭😭

2024-02-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!