11

Jay yang berada di posisi paling belakang lantas terkejut kala salah satu zombie tiba-tiba saja menerkamnya dari belakang. Jay jatuh tersungkur depan dengan zombie yang menimpa tubuhnya. Tak ingin zombie itu menggigitnya, Jay segera berbalik badan menghadap zombie tersebut.

Ewh, lihat betapa menjijikkannya makhluk jelek itu. Darah dan lendirnya menetes ke wajah Jay. Giginya yang dipenuhi banyak daging dan darah semakin mendekat dan bersemangat untuk bisa menggigit Jay sebagai mangsanya kali ini. Namun, Jay tak tinggal diam. Ia berusaha menahan zombie itu dengan kedua tangannya. Jay menyipitkan mata, berusaha membaca nama yang ada pada dada seragam zombie tersebut.

Matanya memicing tajam berusaha membaca nama tersebut. Beberapa detik setelahnya kedua netra Jay sukses mengeluarkan air saat tahu siapa zombie yang tengah menyerangnya kali ini.

"Lucky ...."

"JAY!!" teriakkan Lavana membuat para temannya serempak menolehkan kepala mereka ke belakang.

Raut wajah mereka berubah panik kala melihat tubuh Jay yang tertimpa oleh zombie. Tanpa berpikir lama, Ghez mengambil langkah cepat berlari ke arah Jay. Tanpa aba-aba ia langsung menyerang zombie itu hingga Jay bisa terlepas dari kukungan makhluk konyol tersebut. Sementara yang lain berusaha melawan para zombie yang mulai berdatangan menyerang.

"MATI LO SIALAN!!"

Clebb

Baik Jay maupun Ghez sama-sama terkejut bukan main saat Vara tiba-tiba menusuk leher zombie yang tengah berada dalam cekikan Ghez.

Jay bisa melihat beberapa buliran bening mulai keluar dari sudut mata Vara saat gadis itu sukses menancapkan pisaunya di leher zombie.

"Ra ...."

Setelah memastikan bahwa zombie tersebut sudah tak bergerak lagi, lantas Vara segera mencabut pisaunya dari leher zombie, kemudian berhambur memeluk Jay.

"Jay ...." Satu kata berhasil Vara lontarkan setelah beberapa isakan tangis lolos dari bibirnya.

"Jay, Vara, ayo lari!" teriak Ghez.

Suara hentakkan kaki terdengar keras memecah kesunyian lorong gedung lantai dua. Sepuluh pasang kaki berlari seiringan, berusaha menghindari serangan dari para pasang kaki yang bergerak cepat dan terseok. Barang-barang berserakan di mana-mana bersama dengan darah kering yang menodai dinding kelas.

Bukan hanya darah, bahkan potongan-potongan tubuh dan mayat siswa tergeletak begitu saja di lantai dan anak tangga. Suara deru napas yang memburu seolah berubah menjadi lagu penggiring yang setia menemani mereka dalam petualangan menakutkan kali ini.

Bulir-bulir keringat muncul membasahi beberapa bagian tubuh mereka. Suara detak jantung para siswa itu mungkin bisa terdengar hingga ke telinga karena saking kerasnya. Mereka lelah, sungguh. Para pasang kaki itu tampak berlari sampai tertatih demi menghindari kejaran zombie.

"Di depan ada ruang musik, kita masuk ke sana dulu sementara!" teriak Kimy memberikan instruksi.

Beruntung pintu ruang musik tidak terkunci sehingga mereka bisa masuk ke dalam tanpa harus menunggu lama. Setelah semuanya berhasil masuk ke ruang musik, Altezza segera mengunci pintu agar para zombie tidak bisa masuk ke dalam. Tak lupa, Jarden dan Ghez mendorong beberapa drum, dan piano besar untuk membarikade pintu.

"Kita lengkap, kan?" tanya Ghez memeriksa---masih dengan napas yang memburu.

Tanpa disuruh Gian menghitung semua temannya. Lantas mengangguk saat mendapati sembilan temannya sudah berada di ruangan ini. Keheningan kembali tercipta di tengah mereka, berbaur menjadi satu dengan atmosfer yang membelenggu.

Langit cerah perlahan berganti menjadi hitam, menandakan bahwa malam hari telah tiba. Udara luar mulai masuk ke dalam---membelai lembut permukaaan kulit tiap insan yang berada di sana, cukup untuk membuat bulu kuduk berdiri karena dingin.

Di sisi lain tampak Jay yang tengah memperhatikan gerak-gerik Noshi sedari tadi. Ia ingin sekali memberitahukan kepada gadis itu perihal apa yang ia lihat beberapa waktu lalu, tetapi Jay merasa tak tega dengan Noshi jika gadis itu mengetahui segala kebenarannya.

"Gue kangen sama abang gue ...."

Deg

Jantung Jay serasa mau lepas dari tempatnya saat Noshi berbicara seperti itu.

Ghez yang kebetulan berada di samping Noshi segera meraih tangan gadis itu, lalu diusapnya lembut.

Jay menggigit bibir, ia bertekad untuk memberitahukan Noshi mengenai hal ini.

"Gue yakin, abang lo masih hidup. Lo jangan sedih, ya?" sahut Kimy membujuk.

"Tapi, keadaan di luar sangat nggak memungkinkan untuk siapapun selamat kalau sendirian. Kalian tahu sendiri abang gue paling nggak suka dengan yang namanya kerja sama," sambung Noshi. Gadis itu mulai terisak.

Ghez menghela napas, lalu meraih punggung gadis itu sembari diusap untuk mengalirkan rasa hangat. "Dalam keadaan genting kayak gini, abang lo pasti mau bekerja sama dengan temannya. Gue yakin kalau dia masih hidup."

Noshi hanya diam dan mengangguk lesu. Ingatan masa lalu tentang kebersamaannya dengan sang kakak berkelebat di kepala. Suara-suara sang kakak saat mengomel dan tertawa setelah berhasil mengusilinya semakin terdengar menghantui.

Tiba-tiba saja teringat akan satu janji yang pernah dibuat dengan sang kakak. Janji itu mereka buat tepat sehari yang lalu, saat mereka berangkat sekolah. Saat itu, mereka berjanji akan mampir di taman sebelah sungai perbatasan kota Clington dan Lardies untuk sekedar bermain bersama. Yang di mana taman itu adalah tempat favoritnya bersama sang kakak.

Jay mengangkat kepala, menghirup udara sebanyak-banyaknya sebelum ia melontarkan sebuah kenyataan. Tak dipungkiri Jay pun turut merasa sedih akan kepergian teman baiknya itu. mau tidak mau Jay harus memberitahu Noshi tentang hal ini.

"Noshi, ada hal yang mau gue kasih tau."

Mendengar suara Jay, semua insan yang berada di sana lantas menoleh dan memberikan atensi mereka sepenuhnya pada Jay terutama Noshi.

"Apa?" tanya Noshi tak sabar.

"Zombie yang nyerang gue tadi itu, Lucky ...." ungkap Jay pada akhirnya.

Mendengar kebenaran yang keluar dari mulut Jay, kedua bola mata Noshi sukses membelalak. Saat itu juga buliran air keluar dengan deras membasahi pipinya. Ia terisak di sana, menangis dengan kencang dan pilu setelah mengetahui bahwa sang kakak ternyata sudah menjadi makhluk konyol menjijikkan itu.

Ghez menarik tubuh Noshi masuk ke dalam dekapannya. Bagaimana pun kini salah satu dari mereka ada yang sedang berduka, semuanya harus turut menghibur.

"Saat gue diserang, gue baca tanda nama di seragamnya," tambah Jay lalu tangannya merogoh saku celana untuk mengambil sesuatu di sana.

Setelah mendapatkan apa yang ia rogoh di saku celana, Jay bangkit dari duduknya, lalu berjalan menghampiri Noshi yang masih setia menangis di pelukan Ghez.

"Noshi, ini kotak kecil yang gue ambil dari saku seragam Lucky tadi." Jay mengulurkan tangannya untuk memberikan sebuah kotak kecil pada Noshi yang diyakini bahwa kotak ini memang diperuntukkan bagi Noshi.

Melihat itu Noshi buru-buru merebut sebuah kotak tersebut dari tangan Jay, lalu membukanya. Tangisnya semakin kuat kala melihat apa isi dari kotak tersebut. Di sana, tertulis sebuah kalimat: 'HAPPY BIRTHDAY ADEK JELEK!' disertai dengan sebuah gelang berliontin dua lumba-lumba.

Noshi tahu, kemarin adalah hari ulang tahunnya. Di mana mereka sudah berjanji akan bermain bersama di tepi sungai untuk merayakan ulang tahun yang ke tujuh belas. Namun, nampaknya semesta tak menyetujui kebahagiaan hadir di dalam perayaan ulang tahun kali ini.

Hari yang seharusnya menjadi hari yang paling bahagia, justru menjadi hari yang paling buruk di hidupnya. Kehilangan sang kakak membuatnya sangat hancur karena hanya Lucky yang mengerti dirinya. Kedua orang tua yang sering bertengkar membuat Noshi tertekan di dalam rumah. Namun, Lucky selalu bisa membuatnya bahagia dan nyaman bagaimana pun caranya.

Sudah tiga puluh menit berlalu, dan kini sebuah isakkan masih terdengar dari bibir Noshi. Rambut panjangnya yang dibiarkan terurai berkibar indah akibat angin yang meniupnya dari luar jendela. Dunia malam memang tak pernah gagal untuk membuat setiap insan merasa damai di dalamnya.

Melempar pandangan ke depan, dapat ia lihat semua temannya yang juga sedang menunduk sedih. Noshi tahu, kini bukan hanya dirinya yang merasakan sedih. Noshi yakin bahwa para temannya juga turut bersedih dan khawatir dengan kondisi keluarga mereka di luar sana, ditambah masa depan mereka yang sudah dipersiapkan dari lama menjadi hancur lebur dalam hitungan detik.

Noshi menarik napas panjang dan mengembuskanya perlahan, dilepasnya tautan tangan antara ia dengan Ghez yang membuat laki-laki itu segera menoleh padanya.

"Guys, gue nggak mau lagi kehilangan orang yang gue sayangi. Sekarang cuma kalian yang gue punya, abang gue udah nggak ada. Gue minta kita harus lebih kuat lagi, jangan sampai ada lagi yang pergi setelah abang gue. Gue janji, gue akan berusaha semampu gue untuk melindungi kalian agar kita tetap bersama, please ...." ungkapan indah itu tanpa disangka keluar dari mulut Noshi---manusia dingin yang jarang bicara.

"Iya, Noshi, kita janji. Kita harus bisa menyelesaikan kasus ini bersama-sama. Jangan ada yang pergi setelah ini, kita harus bertahan sampai semua ini selesai," sahut Lavana.

"Kita harus tetap bersepuluh sampai akhir!" sorak Vara riang.

Sepuluh bibir itu kini sudah tampak mulai mengembangkan senyum. Mereka benar-benar berjanji akan melindungi satu sama lain sampai bisa berkumpul lagi setelah ini dalam keadaan yang sudah lebih baik.

"Gue juga berharap bisa terus sama kalian sampai akhir."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!