15

"Sayang ...."

Ghez terdiam sejenak dari aktivitasnya ketika muncul suara lirih dari belakang secara tiba-tiba. Ia meyakini bahwa itu adalah suara dari seorang gadis, tetapi siapa? Dengan gerakkan hati-hati ia menolehkan kepala sebatas bahu untuk bisa mengetahui siapa pemilik suara lirih itu.

"C-Christie?" ucap Ghez terbata saat tahu siapa gadis yang memanggilnya barusan dengan sebutan 'sayang'.

Di sana, Ghez dapat menemukan sosok Christie yang memakai seragam sekolah compang-camping, rambut tergerai lusuh, dan luka gigitan di lehernya. Darah mengalir mengotori seragam dan lengannya. Menurunkan pandangan ke bawah, Ghez menemukan sebuah tongkat baseball digenggam erat oleh Christie. Jika mencium aroma tubuh Christie, dapat dipastikan gadis itu adalah zombie. Yang membuatnya bingung saat ini adalah, mengapa Christie tidak berubah menjadi zombie seperti yang lain?

Dengan gerakkan perlahan Ghez meraih sebuah pistol yang terletak di samping tas lalu menggendong ransel tersebut sembari berjalan mundur. Tangannya bersiap dengan pistol jikalau tiba-tiba Christie menyerang.

Christie tertawa pelan melihat itu. Oh, ayolah! Mengapa Ghez terlihat sangar khawatir jika ia kembali berulah seperti dulu?

"Tembak aja, aku nggak akan mati, Ghez. Ah, ayolah, Ghez! Kita berdua ini sudah menjadi zombie karena penyakit gila itu, dan seharusnya ini menjadi kesempatan bagus untuk kita menjalani hari-hari berdua dan memburu para manusia! Ayo, Sayang ...."

Ghez bergidik ngeri mendengar suara Christie. Benar, Christie memang sangat terobsesi oleh Ghez. Berbagai cara dilakukannya agar bisa memiliki Ghez seutuhnya. Seperti yang sudah-sudah, Christie pernah hampir merenggut nyawa Ghez dengan pisau dengan tujuan agar Ghez bisa mati sehingga tidak ada yang boleh memiliki laki-laki itu selain dirinya.

Namun, Ghez tidak tinggal diam. Bagaimana pun ia adalah seorang laki-laki yang pasti akan memiliki tenaga jauh lebih kuat dibanding Christie.

Christie menarik ujung bibirnya, lalu mulai mengambil langkah mendekati Ghez.

"Kalau lo berani maju selangkah lagi, gue nggak akan segan bunuh lo di sini," ancam Ghez seraya mengarahkan ujung pistolnya tepat pada leher Christie.

"Aah, Sayang ... jangan membuatku ingin bermain kasar .... Aku hanya ingin bisa memilikimu," goda Christie tanpa mau berhenti.

"Okay, kalau itu mau lo."

Ghez membelalak kaget ketika Christie benar-benar tidak tumbang dengan tembakkan peluru di lehernya. Mau tidak mau Ghez segera berlari menjauhi Christie menuju ruang musik, sementara Christie hanya terdiam sembari memperhatikan langkah cepat Ghez.

Christie memasang senyum miring sambil bersedekap dada melihat Ghez yang perlahan menghilang dari pandangan. Gadis itu bukan terlihat seperti zombie, melainkan sesosok hantu yang tidak bisa mati.

"Semakin kau menjauh, maka akan semakin-ku kejar."

Tak ingin kembali kehilangan laki-laki yang menjadi targetnya, Christie berlari sekuat tenaga mengejar Ghez.

Sadar akan Christie yang turut mengejar, Ghez pun mempercepat tempo larinya. Tak mempedulikan para zombie yang berdatangan dari segala arah karena suara bising yang ditimbulkan. Ia tidak lagi takut pada zombie, sebab mereka tak akan memangsa sesama jenisnya. Ghez lebih takut pada Christie yang bisa saja membunuhnya sekarang.

Tap tap tap

Suara langkah kaki mereka terdengar berisik dengan tempo cepat, membelah kesunyian lorong dan koridor di gedung sekolah serta kegelapan menaungi.

Tak jarang Christie melempar benda-benda tajam ke arah Ghez untuk melumpuhkan pergerakan pemuda tersebut.

Beberapa detik berlalu, akhirnya Christie menemukan ide yang lumayan bagus. Gadis itu melompat sambil menghentakkan salah satu kakinya pada dinding hingga tubuhnya bisa memantul lebih dekat ke arah Ghez.

Detik itu juga ia layangkan tongkat baseball hingga mendarat tepat pada kepala Ghez.

Pukulan itu tidak membuat Ghez tumbang. Tidak ingin kalah, Ghez meraih sebuah kursi kayu dan mendorong tubuh Christie hingga gadis itu kini terhimpit antara kaki-kaki kursi dengan dinding.

"LEPASIN GUE!" jerit Christie memberontak.

"Menurut lo, cuma lo yang bisa mengancam? Hey, lo itu nggak ada apa-apanya. Lo cuma gadis yang terobsesi ingin memiliki seorang laki-laki yang lo cintai dengan menghalalkan segala cara. Panggilan apa yang cocok untuk orang kayak lo selain 'j*l*ng'?" Ghez masih tidak mengerti, mengapa Christie begitu terobsesi padanya?

"BEBASIN GUE SEKARANG!!" teriak Christie yang semakin memberontak kuat untuk bisa keluar dari kukungan kursi yang menghimpit tubuhnya pada dinding. Hal itu cukup membuat seluruh tubuhnya merasa nyeri dan ngilu akibat kaki-kaki kursi sukses menekan beberapa bagian tubuhnya pada dinding.

"Penjahat harus dibasmi, bukan? Lagian juga, gue nggak akan dituntut setelah bunuh lo, sebab lo adalah zombie yang memang sepatutnya dibasmi," seringai Ghez sambil meletakkan ujung pistolnya pada dada Christie.

Doorr!!

Tanpa menunggu lama segera ia luncurkan pelurunya pada jantung Christie. Melihat Christie yang perlahan melemah, Ghez segera melepaskan kursi yang ia pegang, lalu mengambil langkah cepat sebelum Christie bangkit kembali. Ghez harap Christie sudah benar-benar mati setelah ia menembaknya barusan.

Di tempat lain, terdapat sembilan orang siswa yang tengah berdiam diri di dalam ruang musik tanpa ingin ada yang memulai pembicaraan. Peristiwa yang terjadi beberapa menit lalu cukup membuat mereka kecewa saat ini. Angin malam mulai masuk bergabung bersama mereka dengan membawakan rasa dingin--menyapa tiap permukaan kulit insan manusia yang berada di sana. Atmosfer yang menaungi pun nampak tenang dengan keheningan yang mengisi kekosongan.

Jika sedikit saja melirik ke arah luar yang dibatasi oleh kaca jendela, siapapun dapat melihat bagaimana keindahan jumantara hitam yang disuguhkan oleh semesta. Langit malam dengan ribuan bintang nampak seperti kanvas putih yang diolesi oleh cat hitam pekat dengan campuran warna biru tua dan diberikan percikan cat putih yang menyebar ke seluruh kanvas sebagai sentuhan akhir. Jangan lupakan sebuah bola bercahaya yang berperan besar dalam memberikan cahaya saat malam hari.

Memindahkan bola matanya dari pemandangan langit malam, Noshi dapat menemukan Kimy yang hanya duduk di samping Lavana dengan psndangan setia menatap Gian. Merasa tak enak hati, Noshi menyenggol bahu Gian yang berada di sampingnya hingga membuat pemuda itu menoleh ke arahnya.

"Apa?"

"Lo nggak bisa buka hati lo sedikit aja buat Kimy?"

"Gue nggak suka sama dia, Shi. Gue sukanya sama lo," tegas Gian berbisik.

"Coba lo lihat perlakuan Kimy ke lo. Dia selalu perhatian dan khawatir sama lo, sedangkan gue? Gue tegasin ke lo, gue nggak pernah ada rasa ke lo dan ke siapa pun---"

"Karena lo sayang sama Ghez, kan?" potong Gian cepat dan membuat Noshi kehilangan kata-kata saat itu juga.

"Lo nggak enak hati karena Kimy suka sama gue, makanya lo lebih milih untuk mengalihkan rasa sayang lo itu ke Ghez?" sambung Gian.

"Awalnya gitu, tapi---ah udahlah. Males gue ngomong sama lo." Sebal dengan Gian, Noshi segera beranjak dari tempatnya dan menghampiri Kimy untuk mengobrol bersama.

Gian hanya memperhatikan mereka. Bukan ia tak menyukai Kimy---gadis yang menjadi most wanted di sekolahnya dengan sejuta kepribadian baik nan feminin, juga cerdas dan perhatian kepada siapapun. Namun, kepribadian Noshi yang badas dan selalu mengambil langkah cepat dengan resiko yang besar membuat daya tarik tersendiri bagi Gian. Jika Kimy adalah gadis dengan sejuta kepribadian baik, maka Noshi adalah gadis dengan sejuta kepribadian menantang. Gian menyukai hal itu.

BLAM

BLAM

BLAM

Suara debuman pintu yang datang secara tiba-tiba memecahkan keheningan yang berkalut, mengejutkan seluruh siswa yang berada di dalam ruangan.

"BUKA CEPAT!!"

Para pasang manik mata saling tatap satu sama lain kala mendengar suara seseorang yang diduga pelaku penggedoran pintu. Dengan cepat mereka bisa menyimpulkan bahwa itu adalah suara Ghez.

Maka saat itu juga Joe, Jarden, Gian, Jay, dan Altezza segera membuka pintu agar Ghez bisa masuk. Setelah Ghez masuk, Joe kembali menutup pintu ruangan dan menghalanginya dengan alat musik dan lemari kayu seperti tadi.

"Ini, makanan dan minumannya." Ghez mendesah lelah sembari memberikan ransel hitam yang sudah penuh kepada Joe yang posisinya paling dekat dengannya.

"Gimana keadaan lo?" sambut Noshi sembari mengelus bahu Ghez perlahan.

"Nggak apa-apa, ya udah, ayo kita makan--"

DUK

DUK

DUK

Pandangan Jarden tertuju pada sosok perempuan yang wajahnya tertutupi oleh rambut. Ia mendesah frustasi seraya terus memperhatikan siapa gerangan yang mengganggu kedamaian di dalam sini.

"Saha itu, teh?" batinnya panik.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!