ARYA SUSENA

...***...

Suasana kota Raja sedikit ribut, karena mereka penasaran dengan kereta kuda yang datang dari Istana.

"Kereta kuda siapa kang?."

"Kalau tidak salah, kereta kuda itu membawa Raden kanigara lakeswara."

"Raden kanigara lakeswara?."

"Kabar yang telah tersebar, Raden kanigara lakeswara telah diserang oleh pendekar kegelapan."

Tentu saja ucapan itu membuat mereka yang mendengarkan merasa kasihan.

"Jadi? Mereka sekarang mulai berani? Mengincar keluarga inti istana?."

"Namanya juga pendekar kegelapan." Responnya. "Pasti mereka akan berani."

"Katanya Raden kanigara lakeswara sekarat, dan tidak bisa diobati."

Mereka benar-benar sangat bersimpati dengan kabar yang telah tersebar itu.

"Semoga saja para pendekar kegelapan, mendapatkan karma yang setimpal nantinya."

"Ya, semoga saja."

"Kasihan sekali nasibnya."

Sepanjang jalan menuju kota Raja, tak henti-hentinya mereka mengucapkan rasa simpati yang sangat dalam pada mereka Raden Kanigara Lakeswara.

...***...

Arya Susena dan kawan-kawan yang berada di perbatasan Kota Raja.

"Ssh!." Arya Susena memberi kode pada teman-temannya agar diam.

Saat itu pula mereka menyadari ada yang mendekati mereka. Ya, tak berselang lama ada beberapa orang yang melompat ke arah mereka.

"Oh?." Arya Susena sedikit terkejut. "Paman dharmapati wira surya." Ia mendekati lelaki yang ia panggil dengan sebutan paman. "Apa yang membuat paman ke sini?." Lanjutnya. "Kenapa paman bisa mengetahui? Jika kami berada di sini?."

"Aku tidak butuh basa-basi lagi arya susena."

Arya Susena melihat ke arah teman-temannya, karena merasa bingung.

"Baiklah, katakan saja."

"Aku telah mendapatkan kabar, bahwa kau!." Ada kemarahan yang tergambar di wajahnya. "Telah membunuh Raden kanigara lakeswara!." Raut wajahnya semakin marah, bahkan nafasnya naik-turun karena menahan gejolak emosi.

Arya Susena kembali melihat ke arah teman-temannya.

"Oh?." Responnya. "Apakah karena itu?." Lanjutnya. "Paman menemui saya?."

"Jawab saja!." Suaranya terdengar keras, dan ia tidak sabaran.

Srakh!.

Arya Susena spontan mengeluarkan pedang Halilintar, mencabutnya dengan cepat, dan mengarahkan ke leher Dharmawan Wira Surya.

Deg!.

Mereka semua sangat terkejut melihat apa yang telah dilakukan Arya Susena.

"Tidak usah berteriak padaku!." Sorot matanya terlihat tajam, dan seperti biasanya mereka merasakan panas yang tidak biasa. "Kenapa kau malah datang ke sini?!."

"Kegh!." Dharmapati Wira Surya sedikit meringis, mundur beberapa langkah. "Kurang ajar kau!." Umpatnya dengan kesal, karena lehernya tergores oleh pedang Halilintar. "Di mana hormatmu padaku?." Ia berusaha menahan anak buahnya agar tidak menyerang Arya Susena.

"Aku bisa membunuhmu!." Balas Arya Susena dengan geramnya. "Karena kau datang ke sini!."

"Maaf paman dharmapati." Nismara memberi hormat. "Raden kanigara lakeswara, ia masih hidup."

"Masih hidup?." Dharmapati Wira Surya sangat heran. "Katakan!."

"Jangan berani-beraninya kau!." Arya Susena menunjuk kasar dengan tangan kirinya. "Memerintahkan kami!."

"Kau!." Dharmapati Wira Surya hampir terbawa amarah.

"Kami punya rencana lain paman." Nismara menjelaskan. "Pokoknya, Raden kanigara lakeswara masih hidup." Lanjutnya. "Paman tidak perlu khawatir."

"Heh!." Dharmapati Wira Surya mendengus kesal.

"Sebaiknya kau pergi dari sini." Arya Susena mengusir Dharmapati Wira Surya. "Kau hanya akan mengganggu rencana kami saja!."

"Kau memang kurang ajar arya susena!." Amarahnya membuncah. "Aku lebih tua dari kau!."

"Orang tua yang aku hormati." Balasnya. "Hanyalah paman Senopati warsa jadi saja!."

Deg!.

Nismara, Darsana, Barja, dan Patari langsung melompat menjauh. Mereka merasakan tekanan amarah yang tidak biasa.

"Aku sangat benci! Pada orang bodoh seperti kau!."

Guarr!.

Deg!.

Dharmapati Wira Surya dan anak buahnya juga melompat menjauh, karena merasakan hawa tekanan yang tidak biasa.

"Awas saja kau arya susena!." Dharmapati Wira Surya sangat kesal. "Akan aku balas kau nanti." Ucapnya sambil memberi kode pada anak buahnya, agar meninggalkan tempat.

Arya Susena mengatur hawa murninya dengan baik, setelah itu menyimpan kembali pedang itu ke dalam tubuhnya. Perlahan-lahan hawa sekitar juga telah membaik.

"Kau ini nekad sekali arya." Ucap Darsana dengan helaan nafas pelan. "Apakah kau tidak takut nantinya?."

"Aku tidak takut padanya." Balas Arya Susena. "Kalau perlu, aku bunuh dia!."

"Hufh!." Mereka menghela nafas berjamaah, merasa lelah dengan sikap Arya Susena.

"Sepertinya kabar itu, telah tersebar luas." Ucap Barja. "Sehingga orang-orang yang berjuang bersama kita, merasakan tindakan yang kau lakukan." Lanjutnya. "Adalah sebuah kesalahan yang sangat fatal sekali."

"Ya, aku rasa itu benar." Patari sangat setuju. "Aku rasa, paman dharmapati wira surya datang ke sini." Lanjutnya sambil melihat ke arah Arya Susena. "Untuk meminta penjelasan darimu arya." Ia duduk di sebelah Nismara. "Kenapa kau membunuh Raden kanigara lakeswara, yang katanya adalah Raja sah, dari kerajaan ini."

"Aku tidak perlu menjelaskan pada siapapun, selain pada kalian." Jawabnya dengan santainya. "Aku tidak mau, rencana ini bocor pada siapapun."

"Termasuk pada sekutu kita?." Nismara heran dengan sikap Arya Susena.

"Termasuk mereka." Balasnya dengan cepat. "Aku hanya menceritakan pada paman warsa jadi saja."

"Pada paman warsa jadi?." Mereka benar-benar bingung.

"Kapan kau menceritakan pada paman warsa jadi?."

"Aku telah mengutus jambul perak, untuk mengantar surat itu pada paman warsa jadi."

"Jambul hitam?."

"Pasukan siluman gagaknya."

"Oh?."

"Cukup kita saja, yang mengetahui rencana itu, mengerti?."

"Baiklah arya."

Tentu saja mereka tidak ingin membuat Arya Susena marah besar, dan menjadi korban mengerikan atas amukannya.

...***...

Dharmapati Wira Surya, ia adalah mantan pasukan kerajaan di masa lalu, namun ia makan mau dipanggil dengan sebutan Dharmapati. Baginya gelar itu tidak akan pernah hilang darinya, walaupun sudah bertahun-tahun tidak berada di lingkungan istana.

"Apa yang harus kita lakukan Gusti?." Macan Putih memberi hormat. "Arya susena tidak mau menceritakan alasannya."

"Anak itu benar-benar kurang ajar!." Hatinya terasa panas. "Dari dahulu, dia memang tidak pernah, menaruh hormat padaku." Lanjutnya dengan perasaan dendam. "Kita harus menemui kakang warsa jadi." Dharmapati Wira Surya menarik nafas dalam-dalam. "Mungkin saja, kakang warsa jadi, bisa menjelaskan masalahnya."

"Baiklah Gusti." Mereka semua memberi hormat, dan tidak lagi membantah.

"Awas saja kau arya susena." Hatinya masih terasa panas. "Akan aku bunuh kau nanti." Dendam di hatinya sangat besar.

...***...

Prajurit yang membawa Raden Kanigara Lakeswara berhenti sejenak.

"Ada apa sakral?."

"Kita istirahat sebentar."

"Loh? Kok di sini?."

"Hanya sebentar saja."

"Ya sudah."

Mereka benar-benar berhenti sebelum menuju perbatasan Kota Raja.

"Mereka ini." Dalam hati Raden Kanigara Lakeswara sangat heran. "Tidak ada satupun dari mereka, yang menaruh hormat padaku." Raden Kanigara Lakeswara sangat merasakan perbedaan sikap, selama berada di Istana. "Mulai dari ayahanda?." Dalam hatinya. "Haruskah aku? Menyebutnya ayahanda?." Hatinya merasa sesak. "Setelah mengetahui jika dia? Bukanlah ayahanda kandung ku?." Hatinya terasa bergetar sakit. "Kenapa dia tega sekali? Membunuh ayahanda kandungku?." Dalam hati Raden Kanigara Lakeswara merasa sesak. "Kenapa ia tega sekali? Membunuh kakak kandungnya?." Kepalanya sedikit pusing memikirkan itu. "Bahkan, ia menikahi istri dari kakaknya?." Ingin rasanya Raden Kanigara Lakeswara menarik nafas dalam-dalam. "Apakah ia masih bisa disebut seorang manusia?." Raden Kanigara Lakeswara memikirkan kemungkinan yang terjadi. "Mau sampai kapan? Ia akan menyiksa keluarga ayahandaku?."

Memikirkan itu semua membuat Raden Kanigara Lakeswara merasakan perasaan sesak yang sangat dalam. Hatinya semakin terluka sangat jauh, dan tidak bisa bernafas dengan baik.

"Apakah ia? Memang berniat membunuh aku?." Pikiran buruknya mulai berkeliaran di sana. "Apakah arya susena? Akan datang membantu aku?." Perasaan cemas mulai berkeliaran menghantui pikirannya. "Apakah arya susena? Dapat aku percayai?." Dalam hatinya semakin bimbang."

Kembali ke malam itu.

Malam telah larut, Ratu Arundaya Dewani terlelap dalam rasa lelah yang menyelimuti hatinya. Saat itu juga ada seekor burung gagak yang masuk ke dalam ruangan pengobatan Istana.

Deg!.

Raden Kanigara Lakeswara sangat terkejut melihat itu.

"Hei!." Raden Kanigara Lakeswara sangat panik. "Pergi kau!."

"Raden tenang saja."

Deg!.

Raden Kanigara Lakeswara sangat terkejut, mendengarkan suara gagak yang berbicara layaknya manusia?.

"Hamba diperintahkan arya susena." Ucapnya. "Raden jangan cemas, Raden pasti akan diselamatkan oleh arya susena."

"Apakah ia akan datang ke sini?."

"Tidak Raden."

"Tidak?." Raden Kanigara Lakeswara semakin panik. "Bagaimana mungkin? Dia akan menyelamatkan aku?." Raden Kanigara Lakeswara sangat marah. "Sedangkan ia tidak datang ke sini?!."

"Raden galak sekali." Ucap Gagak siluman itu dengan kesalnya. "Hamba tidak suka pada orang galak." Setelah itu ia terbang meninggalkan ruangan itu.

"Hei!." Raden Kanigara Lakeswara sangat kesal. "Kembali kau!." Teriaknya dengan keras, namun sayangnya tubuhnya tidak bisa bergerak sama sekali. "Hei!." Teriaknya lagi. "Bagaimana bisa? Arya susena meyelamatkan aku dari sini?!."

Tidak ada jawaban dari Gagak siluman itu, suasana kembali sepi.

"Kurang ajar!." Umpat Raden Kanigara Lakeswara dengan sangat kesalnya. "Kenapa ia tidak mau menjawab pertanyaan dariku?." Hatinya terasa sakit. "Bagaimana caranya? Arya susena menyelamatkan aku dari sini?." Hatinya diliputi oleh rasa penasaran yang sangat berlebihan.

Kembali ke masa ini.

Itulah yang diingat oleh Raden Kanigara Lakeswara, di mana Gagak siluman mengatakan jika Arya Susena akan menyelamatkan dirinya?.

"Rasanya aku sangat penasaran sekali." Raden Kanigara Lakeswara sangat gregetan, tidak diketahui cara seperti apa yang akan dilakukan oleh Arya Susena nantinya.

...***...

Di sebuah tempat.

Warsa Jadi, atau Senopati Warsa Jadi yang memiliki nama baik di masa lalu. Tujuh belas tahun yang lalu, ia adalah Senopati kepercayaan dari Patih Arya Saka, dan Prabu Maharaja Kanigara Maheswara.

"Andai saja Gusti Patih, juga Gusti Prabu masih hidup." Warsa Jadi menghela nafas panjang. "Tentunya nasib anak dan istri mereka tidak akan buruk seperti itu." Dalam hatinya sangat sedih. "Andai saja saat itu aku berhasil membawa Gusti dewi, pasti arya susena, dan rakanya, akan merasakan kasih sayang seorang ibu." Hatinya sangat sedih, tidak mampu melakukannya. "Kekuatan ku masih belum cukup, untuk menyelamatkan mereka." Hatinya sangat sedih. "Arya susena menjadi seorang pemuda, dengan lumuran darah di tangannya." Hatinya semakin pedih. "Kakang Patih." Dalam keadaan yang sedih, Warsa Jadi masih ingat dengan sosok Patih Arya Saka. "Maafkan saya kakang." Tanpa sadar air matanya menetes begitu saja. "Andai saja kakang masih ada di sini, tentunya kakang akan menjaga anak-anak kakang dengan baik." Hatinya bergetar pedih. "Maafkan saya kakang Patih."

Kembali ke masa itu.

Seorang laki-laki dewasa berlari sangat kencang menuju persembunyian.

"Gusti warsa jadi!." Teriaknya dengan keras.

Tentu saja itu menjadi pusat perhatian mereka semua.

"Gawat Gusti." Nafasnya ngos-ngosan ketika mendekati Warsa Jadi.

"Ada apa kaca para?." Warsa Jadi tampak bingung.

"Gawat Gusti." Ucapnya sambil mengatur nafasnya.

"Ya, gawat kenapa?."

"Pasukan istana." Jawabnya. "Mereka ingin menuju ke sini."

"Apa?!."

Mereka semua sangat terkejut mendengarnya.

"Apakah kau tidak salah?."

"Tidak Gusti." Jawabnya tegas. "Hamba melihat, ada sura dupa di sana."

"Sura dupa?."

"Dia yang telah menunjukkan jalan ke sini Gusti."

"Kurang ajar!." Warsa Jadi sangat geram.

Suasana juga sangat tegang, karena tempat persembunyian mereka telah diketahui.

"Paman warsa jadi." Ucap Arya Susena yang saat itu masih berusia 10 tahun. "Sebaiknya ungsi yang lain, ke tempat aman." Lanjutnya. "Kasihan, para wanita, anak-anak, dan juga orang tua yang tidak bisa bertarung."

Warsa Jadi menatap lekat ke arah Arya Susena.

"Kita tidak punya waktu lagi paman."

"Baiklah." Respon Warsa Jadi. "Kaca para." Ucapnya. "Kau sudah mengetahui, jalan keluar dari sini kan?."

"Benar Gusti."

"Kalau begitu, cepat ke sana." Warsa Jadi menatap mereka semua. "Jangan sampai kita terbunuh sia-sia di sini."

"Bagaimana dengan Gusti sendiri?."

"Aku akan menyusul nantinya."

"Sandika Gusti." Kaca Para memberi hormat. "Mari semuanya."

Mereka segera mengungsi ke tempat aman, tidak mau menanggung resiko besar.

"Arya susena." Warsa Jadi menepuk pundak Arya Susena. "Kau juga, pergilah dari sini."

"Saya akan tetap bersama paman."

"Tapi-."

"Apakah paman ragu?." Balasnya. "Dengan kemampuan yang saya miliki?."

Warsa Jadi terkekeh kecil. "Baiklah kalau begitu." Ucapnya sambil mengusap sedikit kuat kepala Arya Susena. "Persiapkan dirimu."

"Baik paman." Arya Susena mengikuti Warsa Jadi, melompat ke atas pondok yang berada di belakang.

Tak berselang lama Sura Dupa datang bersama puluhan prajurit istana. Namun sayang sekali, mereka tampak kebingungan, karena tempat itu sepi, tidak ada siapa-siapa.

"Hei!." Senopati Alas Tempur terlihat kesal. "Sura dupa!." Suaranya terdengar keras. "Apakah kau menipu kami?."

"Tidak Gusti." Balasnya. "Hamba sangat yakin, karena hamba adalah bagian dari mereka."

Chekh!.

"Eagkh!." Sura Dupa berteriak keras, karena sebuah anak panah menembus bahu kirinya.

Mereka semua yang melihat itu sangat terkejut, ada serangan dadakan.

"Itu adalah hadiah dariku." Arya Susena yang berada di atas atap, menatap tajam ke arah Sura Dupa yang terjatuh, merintih kesakitan.

"Arya susena." Dalam hati Warsa Jadi tidak menduga, jika Arya Susena akan melepaskan tembakan anak panah, dan mengenai bahu kiri Sura Dupa.

"Aku tidak akan mengampuni, pengkhianat busuk seperti kau!."

"Bajingan!." Umpat Sura Dupa. "Anak kecil seperti kau?!." Ia berusaha bangkit. "Berani sekali melawan aku?!."

Chekh!.

"Eagkh!." Terdengar kembali suara teriakan keras dari Sura Dupa. Kali ini paha kanannya yang terkena tembakan anak panah.

"Kau layak mati." Balas Arya Susena. "Aku benci pada pengkhianat busuk seperti kau!."

Chekh!.

Mereka benar-benar terkejut, kali ini tembakan itu tepat mengenai dada kiri dari Sura Dupa. Tubuhnya jatuh ke tanah, dan tidak bergerak lagi.

"Dan kalian?."

Deg!.

Mereka semua terpaku di tempat, seakan-akan melihat malaikat kematian saat itu juga. Arya Susena membunuh mereka dengan sangat sadisnya. Umurnya yang masih 10 tahun, tidak membuat nyalinya ciut begitu saja, ketika ada orang lain yang mencoba mengganggu ketentraman mereka. Apakah yang akan terjadi selanjutnya?. Bagaimana dengan rencana mereka?. Apakah Raden Kanigara Lakeswara? Masih selamat?. Next.

...***...

Episodes
1 INFORMASI
2 BERGERAK SESUAI RENCANA
3 GEJOLAK HATI
4 PERTARUNGAN
5 KABAR?
6 JANGAN MAIN-MAIN
7 HAL YANG TAK SEHARUSNYA.
8 PERASAAN YANG KUAT
9 SUDAH BERGRAK
10 HANYA ITU SAJA
11 BERGRAK CEPAT
12 JURUS YANG MENGURAS TENAGA
13 TEKAD YANG KUAT
14 SAKIT DI HATI
15 HATI YANG TELAH HANCUR
16 DENDAM DAN RASA SAKIT
17 PEMBALASAN
18 LUKA YANG SANGAT DALAM
19 GEJOLAK HATI YANG MEMBARA
20 ARYA SUSENA
21 PERBATASAN
22 PILIH BERTAHAN
23 HATI YANG SIAP
24 HATI YANG KUAT
25 SEBUAH TINDAKAN
26 SIAPA YANG LEBIH KUAT?
27 AWAL YANG BAIK
28 ALASAN TIDAK IKUT BERTARUNG
29 RENCANA ARYA SUSENA
30 JANGAN BERANI MENANTANG
31 SANDIWARA?
32 MENUNGGU WAKTU YANG TEPAT
33 APAKAH BENAR SEPERTI ITU?
34 SALAM PERPISAHAN
35 KEPUTUSAN YANG KUAT
36 PERSIAPAN PERANG
37 KENAPA SEPERTI ITU?
38 KEBIMBANGAN HATI
39 LEDAKAN AMARAH
40 KONDISI PERANG
41 TAKTIK PERTARUNGAN
42 ANCAMAN MEMATIKAN
43 PERASAAN BENCI YANG DALAM
44 AMARAH YABG TIDAK TEPAT
45 TANGISAN KESEDIHAN
46 PERTEMUAN YANG MENYAKITKAN
47 MENGURAS EMOSI JIWA
48 HATI SEKUAT BAJA
49 KEBENCIAN YANG SANGAT DALAM
50 BERANI MENUNTUT?
51 KEPUTUSAN ARYA SUSENA
52 MULAI BERGERAK
53 MASALAH YANG RUMIT
54 DIPENUHI DENDAM MEMBARA
55 JANGAN MENGGANGGU
56 KECEMASAN HATI YANG BERLEBIHAN
57 KEPUTUSAN YANG KUAT
58 PERTARUNGAN YANG DAHSYAT
59 FIRASAT BURUK
60 PERTARUNGAN HARI ITU
61 BERMULUT KASAR
62 HATI YANG BAIK
63 JANGAN SAMPAI SEPERTI ITU
64 TIDAK TERDUGA SAMA SEKALI
65 PERASAAN HATI YANG SEBENARNYA
66 ARYA SUSENA SI PEMARAH
67 MASA LALU YANG PAHIT
68 KEJADIAN YANG MENGEJUTKAN
69 KEMARAHAN YANG MEMBARA
70 APA YANG TERJADI SEBENARNYA?
71 MASALAH DAN SOLUSI
72 KEMARAHAN YANG MEMBUNCAH
73 MENGHADAPI MASALAH YANG TERJADI
74 KEKUATAN YANG MENGERIKAN
75 PERASAAN CINTA
76 BERANI BERKATA
77 KETEGUHAN HATI ARYA SUSENA
78 KEBERSAMAAN YANG NYAMAN
79 MELEPASKAN PERASAAN DENDAM
80 ADA APA INI?
81 JANGAN SINGGUNG MASALAH ITU
82 KENAPA DENGAN ARYA SUSENA?
83 KEPUTUSAN HATI YANG KUAT
84 PERTEMUAN YANG TAK TERDUGA
85 ADA YANG ANEH
86 ITULAH ALASANNYA
87 SEDEKAT ITU?
88 KEJADIAN SAAT ITU
Episodes

Updated 88 Episodes

1
INFORMASI
2
BERGERAK SESUAI RENCANA
3
GEJOLAK HATI
4
PERTARUNGAN
5
KABAR?
6
JANGAN MAIN-MAIN
7
HAL YANG TAK SEHARUSNYA.
8
PERASAAN YANG KUAT
9
SUDAH BERGRAK
10
HANYA ITU SAJA
11
BERGRAK CEPAT
12
JURUS YANG MENGURAS TENAGA
13
TEKAD YANG KUAT
14
SAKIT DI HATI
15
HATI YANG TELAH HANCUR
16
DENDAM DAN RASA SAKIT
17
PEMBALASAN
18
LUKA YANG SANGAT DALAM
19
GEJOLAK HATI YANG MEMBARA
20
ARYA SUSENA
21
PERBATASAN
22
PILIH BERTAHAN
23
HATI YANG SIAP
24
HATI YANG KUAT
25
SEBUAH TINDAKAN
26
SIAPA YANG LEBIH KUAT?
27
AWAL YANG BAIK
28
ALASAN TIDAK IKUT BERTARUNG
29
RENCANA ARYA SUSENA
30
JANGAN BERANI MENANTANG
31
SANDIWARA?
32
MENUNGGU WAKTU YANG TEPAT
33
APAKAH BENAR SEPERTI ITU?
34
SALAM PERPISAHAN
35
KEPUTUSAN YANG KUAT
36
PERSIAPAN PERANG
37
KENAPA SEPERTI ITU?
38
KEBIMBANGAN HATI
39
LEDAKAN AMARAH
40
KONDISI PERANG
41
TAKTIK PERTARUNGAN
42
ANCAMAN MEMATIKAN
43
PERASAAN BENCI YANG DALAM
44
AMARAH YABG TIDAK TEPAT
45
TANGISAN KESEDIHAN
46
PERTEMUAN YANG MENYAKITKAN
47
MENGURAS EMOSI JIWA
48
HATI SEKUAT BAJA
49
KEBENCIAN YANG SANGAT DALAM
50
BERANI MENUNTUT?
51
KEPUTUSAN ARYA SUSENA
52
MULAI BERGERAK
53
MASALAH YANG RUMIT
54
DIPENUHI DENDAM MEMBARA
55
JANGAN MENGGANGGU
56
KECEMASAN HATI YANG BERLEBIHAN
57
KEPUTUSAN YANG KUAT
58
PERTARUNGAN YANG DAHSYAT
59
FIRASAT BURUK
60
PERTARUNGAN HARI ITU
61
BERMULUT KASAR
62
HATI YANG BAIK
63
JANGAN SAMPAI SEPERTI ITU
64
TIDAK TERDUGA SAMA SEKALI
65
PERASAAN HATI YANG SEBENARNYA
66
ARYA SUSENA SI PEMARAH
67
MASA LALU YANG PAHIT
68
KEJADIAN YANG MENGEJUTKAN
69
KEMARAHAN YANG MEMBARA
70
APA YANG TERJADI SEBENARNYA?
71
MASALAH DAN SOLUSI
72
KEMARAHAN YANG MEMBUNCAH
73
MENGHADAPI MASALAH YANG TERJADI
74
KEKUATAN YANG MENGERIKAN
75
PERASAAN CINTA
76
BERANI BERKATA
77
KETEGUHAN HATI ARYA SUSENA
78
KEBERSAMAAN YANG NYAMAN
79
MELEPASKAN PERASAAN DENDAM
80
ADA APA INI?
81
JANGAN SINGGUNG MASALAH ITU
82
KENAPA DENGAN ARYA SUSENA?
83
KEPUTUSAN HATI YANG KUAT
84
PERTEMUAN YANG TAK TERDUGA
85
ADA YANG ANEH
86
ITULAH ALASANNYA
87
SEDEKAT ITU?
88
KEJADIAN SAAT ITU

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!