PEMBALASAN

...***...

Arya Susena yang sedang menyamar mencoba mendekati salah satu wanita yang baru saja dari sungai.

"Tuan prajurit." Ia memberi hormat.

"Maaf, saya tidak bermaksud jahat." Ucapnya dengan sopan. "Saya hanya ingin memberitahu kepadamu nini."

Kening gadis itu terlihat mengkerut aneh.

"Sampaikan pada teman-teman nini, jangan datang ke sungai dua hari ke depan."

"Kenapa seperti itu tuan prajurit?."

"Ada serigala ganas, yang sedang berburu wanita."

"Hii!." Gadis tersebut bergidik ngeri.

"Cepat pulang, sebelum serigala itu datang."

"Kenapa tuan? Memberikan informasi seperti itu pada saya?." Ucapnya dengan heran. "Biasanya mereka akan membujuk para gadis, agar bertemu dengan junjungan mereka."

"Sudahlah, jangan banyak bertanya." Arya Susena sedikit jengkel. "Memangnya? Kau ingin? Jadi korban birahi mereka?."

"Hi!." Bulu kuduknya semakin merinding membayangkan kejadian mengerikan itu menimpa dirinya.

"Cepat pulang!."

"Baik tuan." Gadis itu segera berlari, ia sangat takut dengan ucapan Arya Susena.

"Maaf saja, itu semua demi keselamatan mu nini." Arya Susena tidak tega melihatnya. "Saya juga memiliki wanita, yang harus saya lindungi kehormatannya." Arya Susena menyimpan segala gejolak emosi itu di dalam hatinya.

...***...

Darsana Barja saja bergabung, ia terlihat sedikit kelelahan.

"Kalian terlihat sangat santai sekali." Darsana ikut duduk di depan api unggun bersama mereka.

"Nikmati hidup santai, sebelum arya susena datang." Ucapnya sambil menyerahkan burung bakar pada Darsana. "Kalau arya susena datang? Sudah tidak ada waktu lagi, untuk kita bersantai-santai."

"Aku rasa kau benar." Balas Darsana sambil mencomot burung bakar. "Terima kasih." Ucapnya sambil mengangkat pelan burung bakar itu.

"Kau terlihat lelah sekali." Ucap Patari. "Memangnya kau habis melakukan apa?."

"Ada sedikit masalah di sebuah desa." Jawabnya. "Aku membantu suami istri yang dijebak oleh saudagar kaya." Lanjutnya. "Mereka hampir saja mengganti kerugian, karena difitnah telah memecahkan guci mahal."

"Kejam sekali."

"Kejam memang." Responnya. "Setelah aku selidiki, ternyata guci itu palsu."

"Hahaha!."

"Penipu bertemu penipu ternyata."

"Hahaha!."

"Kukira suhu, ternyata cupu."

"Hahaha!."

Mereka semakin tertawa mendengarkan ucapan itu.

"Coba kau ceritakan kejadiannya seperti apa?."

"Sebelum aku datang ke sini, aku melewati desa sedayu agung." Jawabnya.

Kembali ke masa itu.

Darsana melihat keadaan sekitarnya, matanya menatap keramaian karena saat itu ada pasar.

"Sebelum ke sana, sebaiknya aku makan dulu." Darsana melangkah menuju warung makan, tapi matanya menangkap ada seorang lelaki yang mendorong sebuah guci dengan menggunakan tongkat kecil, hingga guci itu terjatuh dan pecah.

"Hei!." Teriaknya dengan keras pada seorang laki-laki dan wanita. "Berhenti!." Ia mendekati mereka dengan amarah yang membara. "Berani sekali kalian memecahkan dagangan saya!!."

Keduanya saling bertatapan, merasa bingung dengan situasi yang mereka hadapi.

"Lihat!." Ucap penuh amarah. "Kau telah menyenggol dagangan saya!."

"Maaf tuan." Balasnya. "Saya tidak merasa menyenggol dagangan tuan."

"Kurang ajar!."

Duakh!.

Karena tidak sabaran ia memukul korban, hingga terjajar.

"Bapak!." Wanita yang bersamanya terlihat histeris. "Bapak!."

"Kegh!." Ia meringis sakit.

Saat itu juga banyak orang yang berdatangan, ingin melihat apa yang sedang terjadi sebenarnya.

"Kau harus mengganti! Atas apa yang telah kau lakukan!." Amarahnya masih saja membuncah.

Darsana segera mendekati mereka semua.

...***...

Istana, ruangan keluarga istana.

"Kenapa dinda terlihat sedih?." Prabu Maharaja Kanigara Rajendra membelai wajah istrinya dengan pelan. "Katakan pada kanda."

"Saya dengar, lakeswara telah kembali."

"Ya, dia telah kembali."

"Tapi, ada masalah besar yang terjadi padanya."

"Itu adalah sebuah resiko dinda." Jawab Prabu Maharaja Kanigara Rajendra dengan senyuman kecil. "Lawannya adalah pendekar kegelapan."

"Jika kanda telah mengetahui, siapa lawannya?." Ucap Ratu Aristawati Estiana. "Kenapa kanda masih saja mengirimnya ke sana?."

"Apakah dinda ingin? Kedua anak kita yang ke sana?."

Ratu Aristawati Estiana menggeleng pelan.

"Dinda tenang saja, semuanya akan baik-baik saja."

Tok!. Tok!. Tok!.

"Siapa?."

"Kami ayahanda."

"Masuk."

Raden Kanigara Ganda dan Raden Kanigara Hastungkara masuk ke dalam.

"Ibunda." Keduanya memberi hormat.

"Kalian dari mana?."

"Dari wisma Putra ibunda."

"Kalau begitu, mari duduk."

"Terima kasih ibunda."

Keduanya duduk bersama kedua orang tua mereka.

"Maaf ayahanda." Raden Kanigara Hastungkara memberi hormat. "Apakah saya boleh bertanya? Masalah ucapan ayahanda sebelumnya."

Ratu Aristawati Estiana melihat ke arah Prabu Maharaja Kanigara Rajendra. "Apa yang telah kanda katakan? Pada putra dinda?."

Prabu Maharaja Kanigara Rajendra tersenyum lembut. "Kanda hanya berkata, jika lakeswara bukanlah, putra kandung kanda."

"Kenapa kanda mengatakan seperti itu?."

"Kenyataannya, lakeswara bukanlah putra saya." Jawab sang Prabu dengan santainya. "Karena bagi saya, buah hati saya hanyalah mereka berdua." Sang Prabu menatap kedua anaknya dengan senyuman lembut. "Putra yang lahir, dari rahim, wanita yang sangat kanda cintai."

Blush!.

Pipi Ratu Aristawati Estiana terlihat merona mendengarkan rayuan gombal dari suaminya.

"Kanda, jangan goda saya." Ucap Ratu Aristawati Estiana dengan malu-malu. "Dihadapan putra kita."

"Hahaha!."

Mereka malah tertawa mendengarnya.

"Tidak apa-apa ibunda." Ucap Raden Kanigara Ganda. "Itu bukti, bahwa ayahanda Prabu, memang mencintai ibunda."

"Ya, saya sangat setuju sekali ibunda." Raden Kanigara Hastungkara senyum-senyum melihat sikap romantis yang ditunjukkan ayahandanya. "Kami sangat senang, jika cinta ayahanda, hanya untuk ibunda, juga kami."

"Itu sudah pasti." Prabu Maharaja Kanigara Rajendra mengusap sayang kepala anaknya.

...***...

Basir datang bersama gadis desa yang sangat cantik.

"Selamat malam Gusti."

"Ya." Balasnya sambil memberi kode pada Basir, agar segera meninggalkan mereka di dalam tenda itu.

"Hormat hamba Gusti." Gadis itu memberi hormat.

"Duduklah manis." Ucapnya sambil mempersilahkan gadis itu untuk duduk. "Siapa namamu manis?."

"Nama hamba kasih, Gusti."

"Kasih?." Ulangnya menatap wajah cantik Kasih. "Nama yang sangat cocok sekali." Senyumannya mengembang begitu saja. "Dengan tatapanmu yang penuh kasih sayang, lembut."

"Ah!." Kasih terlihat malu-malu. "Gusti bisa saja." Lanjutnya. "Hamba tidak seperti itu Gusti."

"Kau hanya malu-malu saja." Senopati Watur Jasa bahkan memberi kode agar mendekatinya, menaiki dipan asmara baginya.

"Gusti jangan memancing hamba."

"Saya tidak memancing." Ia tersenyum puas. "Kamu pantas mendapatkannya manis."

Kasih mendekati Senopati Watur Jasa dengan pelan, ia menaiki dipan, tepat di depan sang Senopati.

"Apa yang Gusti inginkan dari hamba?." Senyumannya begitu lembut, dan menggoda.

"Berikan saya kehangatan malam ini." Senopati Watur Jasa benar-benar terasa terhipnotis akan kecantikan kasih.

"Dengan senang hati Gusti." Senyumannya begitu manis, hingga membuat Senopati Watur Jasa lupa daratan.

Jlep!. Jlep!.

Deg!.

Senopati Watur Jasa sangat terkejut dengan apa yang terjadi padanya.

"Apa yang telah kau lakukan?." Senopati Watur Jasa berusaha berontak. "Kenapa kau menotok saya?." Jantungnya terasa berdebar-debar.

"Bukankah? Gusti membutuhkan kehangatan dari hamba?."

Deg!.

Matanya semakin terbelalak terkejut, menangkap sosok kasih yang sebenarnya?.

...***...

Ingatan Darsana.

"Apa yang terjadi tuan?." Darsana pura-pura tidak mengetahui kejadian yang sebenarnya. "Kenapa ribut-ribut?."

"Nama saya tangguh senja." Jawabnya. "Saya seorang pedagang, saudagar barang antik." Ucapnya dengan nada penuh kesombongan. "Dia telah menyenggol barang dagangan saya." Ia menunjuk ke arah orang yang telah ia pukul tadi. "Tapi dia tidak mau mengaku."

"Maaf, siapa nama tuan?."

"Nama saya gelang pati." Jawabnya. "Ini istri saya, namanya nyai lembut embun." Ia juga memperkenalkan istrinya. "Saya memang tidak menyenggol dagangnya tuan." Tatapan matanya terlihat sangat memohon.

"Hei!." Tuan Tangguh Senja terlihat sangat marah. "Mana ada maling mau mengaku!."

"Tapi saya memang tidak melakukannya."

Suasana memang sangat gaduh, mereka belum mengetahui duduk perkara masalah yang sebenarnya.

"Suami saya tidak bersalah tuan." Nyai Lembut Embun juga terlihat memohon. "Kami dijebak tuan."

"Jaga ucapanmu nyai!." Tuan Tangguh Senja semakin marah.

"Tenanglah tuan tangguh senja." Darsana mencoba mendinginkan situasi. "Sudah berapa lama? Tuan berjualan di sini?."

"Baru beberapa pekan di sini." Jawabnya. "Biasanya saya berjualan di daha, surya, jati, bahkan sampai di pulau rintang." Jawabnya. "Saya mencoba membuka peruntungan di sini." Lanjutnya. "Tapi malah buntung! Akibat ulahnya!." Tunjuknya pada Gelang Pati.

"Tuan berdagang guci antik." Darsana mengambil pecahan guci itu.

"Itu sudah pasti tuan." Jawabnya dengan penuh percaya diri. "Tuan bisa melihatnya sendiri."

Darsana memperhatikan dengan baik bentuk Guci itu.

"Ganti rugi!." Ucapnya keras. "Seratus kepeng logam emas."

"Tuan jangan memeras saya!." Gelang Pati terlihat tidak terima.

"Kalau begitu? Serahkan istrimu pada saya." Senyumannya aneh, melihat kecantikan istri Gelang Pati.

"Pak." Nyai Lembut Embun segera bersembunyi di belakang suaminya.

"Tuan jangan bertindak aneh-aneh."

"Bayar! Atas guci mahal! Yang telah rusak itu!." Emosinya semakin meledak.

"Tuan tangguh senja." Darsana memperhatikan guci yang pecah itu. "Jika tuan menjual barang antik ini, tentunya tuan mengetahui nama guci antik ini, kan?."

"Kau meremehkan saya?."

"Jawab saja tuan." Balasnya.

"Tentu saja itu guci dewi padi!."

Deg!.

Mereka semua terkejut mendengarnya, karena ukirannya tidak sesuai dengan apa yang disebutkan oleh Tuan Tangguh Senja.

"Tuan." Darsana tersenyum kecil. "Menjual barang palsu itu adalah perbuatan salah." Lanjutnya. "Bahkan tuan tidak mengetahui nama guci ini."

Deg!.

Tuan Tangguh Senja sangat terkejut.

"Jika saya perhatikan, guci yang tuan jual ini." Lanjutnya. "Semuanya palsu, terbuat dari bahan tanah liat yang biasa."

"Kau!." Tuan Tangguh Senja sangat marah. "Berani sekali kau berkata seperti itu!."

"Ya, ini terlihat sangat tipis sekali." Ucap seseorang sambil memperhatikan bentuk Guci itu. "Proses pembakarannya terlihat masih sangat baru." Lanjutnya. "Dan mudah rapuh."

Kembali ke masa ini.

"Malah dia yang dihakimi masa." Darsana terlihat sangat lelah sekali. "Penipu yang sudah berpengalaman, memang tidak bisa diremehkan."

"Jangan berkata seperti itu mba yu." Balas Darsana. "Rasanya sangat malu sekali."

"Hahaha!." Mereka malah tertawa melihat raut wajah Darsana.

...***...

Arya Susena tersenyum lebar, karena ia telah berhasil menyamar menjadi gadis desa yang bernama kasih.

"Perjalanan birahimu, cukup sampai di sini saja tua bangka." Arya Susena mengeluarkan sebuah belati kecil, di arahkan ke dada kiri Senopati Watur Jasa.

"Siapa kau?." Senopati Watur Jasa terlihat sangat panik. "Kenapa kau menggunakan jurus malih rupa?." Jantungnya seakan-akan hendak melompat dari tempatnya. "Kenapa kaua bisa mengetahui? Rencana yang telah aku buat?."

"Kau sendiri, yang menyuruh aku untuk mengundang, salah satu dari gadis desa yang berada di sungai."

Deg!.

Rasanya tak henti-henti Senopati Watur Jasa terkejut.

"Kau? Kau menyamar menjadi prajurit basir?." Senopati Watur Jasa semakin takut. "Tidak mungkin!." Lanjutnya dipenuhi ketakutan. "Basir yang mengantar kasih ke sini!."

"Setelah menyamar jadi basir, aku mengancam basir, agar mengantar aku yang dalam wujud wanita." Jawabnya dengan santainya. "Dia sangat takut, karena mengetahui aku ini siapa."

"Siapa kau memangnya?!."

"Aku arya susena." Jawabnya. "Ketua kelompok pendekar kegelapan."

Deg!.

Sudah tidak terhitung lagi, sudah berapa kali ia terkejut.

"Arya susena?." Ulangnya. "Aku tidak punya urusan, dengan pendekar kegelapan!." Ia berusaha berontak, namun sayang sekali tidak bisa.

"Siapa yang mengatakan? Jika Gusti tidak punya urusan dengan arya susena?." Senyumannya terlihat mengerikan. "Apakah Gusti masih ingat, peristiwa terbunuhnya nyai endang mustika? Menantu kepala desa yang sangat cantik itu?."

Deg!.

Matanya terbelalak lebar, mengingat peristiwa itu.

"Gusti merasa sakit hati, karena nyai endang mustika menolak pinangan Gusti."

"Bagaimana mungkin? Kau mengetahui kejadian itu?."

"Melalui arwah nyai endang mustika yang tersiksa." Jawabnya. "Akibat perbuatan kejam mu itu." Lanjutnya. "Kau menyebar fitnah, bahwa nyai endang mustika telah bermain asmara denganmu."

Srakh!.

"Eagkh!." Terdengar suara teriakan yang sangat keras dari Senopati Watur Jasa. Lengan kirinya disobek paksa oleh Arya Susena.

"Kau memang manusia bejad!." Tatapan matanya dipenuhi oleh kebencian. "Sudah tua bangka, masih saja ingin menggauli anak gadis." Hatinya sangat panas.

"Itu bukan urusan kau!." Senopati Watur Jasa terlihat marah. "Lepaskan aku!."

"Aku telah bersumpah!." Tegas Arya Susena. "Aku telah berjanji, pada neng ayu tari, putri dari arwah nyai endang mustika." Lanjutnya. "Bahwa aku akan membunuhmu!."

"Kau terlalu percaya diri sekali." Senopati Watur Jasa mencoba terlihat kuat. "Aku tidak takut sama sekali dengan ancamanmu."

"Kau memang tidak bisa dibiarkan hidup."

Chekh!.

"Eagkh!."

Kembali terdengar suara teriakan dari Senopati Watur Jasa, karena kali ini bahu kanannya yang disobek paksa oleh Arya Susena.

"Aku tidak akan mengampuni, orang bejad seperti kau." Arya Susena menunjuk Senopati Watur Jasa dengan menggunakan belati kecil itu. "Kau telah menyebabkan, nyawa neng ayu tari, melayang sia-sia."

Chekh!.

"Uhuk!." Senopati Watur Jasa terbatuk memuntahkan darah. Dada kirinya telah ditusuk keras menggunakan belati kecil itu.

"Maaf saja, aku tidak bisa berlama-lama di sini denganmu." Hatinya merasa kesal. "Aku sangat muak, melihat wajah orang tua bangka seperti kau." Ia mencabuti berlari itu, membersihkan darah yang menempel di sana. "Selamat atas perpindahan alamnya tuan." Arya Susena kembali menjelma menjadi sosok kasih. "Saatnya bersandiwara."

Kasih keluar dalam keadaan panik.

"Tuan prajurit! Tuan prajurit!." Teriaknya dengan suara yang sangat keras.

Saat itu juga prajurit datang mendekatinya.

"Ada apa nini?."

"Tadi, ada penyusup!."

"Penyusup?!."

Mereka segera memasuki tenda Senopati Watur Jasa.

Deg!.

Mereka semua sangat terkejut, melihat keadaan Senopati Watur Jasa yang sudah tidak bernyawa.

"Gusti!."

"Bangun Gusti!."

"Kau." Bisik Kasih pada Basir.

"A-ada apa?."

"Segera antar aku ke dalam desa."

"Kenapa harus seperti itu?."

"Tentunya kau ingin hidup lama, bukan?."

"Baik." Responnya dengan cepat. "Akan saya antar." Basir benar-benar sangat ketakutan dengan ancaman itu.

Keduanya segera menuju ke gerbang desa, memasuki desa dengan aman.

"Kau tenang saja." Ucapnya dengan senyuman kecil. "Rahasiamu akan aman." Lanjutnya. "Asalkan kau? Juga tidak menyebarkan rahasia ini pada siapapun."

"Tapi tuan."

"Kau memiliki anak gadis?."

"Punya tuan." Matanya menangkap sosok Arya Susena telah kembali ke sosok semula. "Tapi masih kecil."

"Bagaimana? Jika kejadian tidak senonoh itu, menimpa anak gadismu nantinya?."

Tidak ada jawaban darinya.

"Aku adalah pendekar kegelapan." Lanjutnya. "Aku bisa saja membunuhmu, karena kau telah mengajak para gadis desa menemui manusia terkutuk itu." Tatapan matanya sangat tajam. "Kali ini, aku masih mengampuni perbuatan kau!."

Deg!.

Basir sangat terkejut mendengar ancaman itu.

"Pergi kau dari lingkungan seperti itu." Arya Susena menyeringai lebar. "Jika aku masih melihatmu dalam lingkungan istana? Tamatlah riwayat kau."

Deg!.

Basir semakin ketakutan dengan ancaman itu. Apakah yang akan terjadi selanjutnya?. Simak terus kisahnya. Next.

...***...

Episodes
1 INFORMASI
2 BERGERAK SESUAI RENCANA
3 GEJOLAK HATI
4 PERTARUNGAN
5 KABAR?
6 JANGAN MAIN-MAIN
7 HAL YANG TAK SEHARUSNYA.
8 PERASAAN YANG KUAT
9 SUDAH BERGRAK
10 HANYA ITU SAJA
11 BERGRAK CEPAT
12 JURUS YANG MENGURAS TENAGA
13 TEKAD YANG KUAT
14 SAKIT DI HATI
15 HATI YANG TELAH HANCUR
16 DENDAM DAN RASA SAKIT
17 PEMBALASAN
18 LUKA YANG SANGAT DALAM
19 GEJOLAK HATI YANG MEMBARA
20 ARYA SUSENA
21 PERBATASAN
22 PILIH BERTAHAN
23 HATI YANG SIAP
24 HATI YANG KUAT
25 SEBUAH TINDAKAN
26 SIAPA YANG LEBIH KUAT?
27 AWAL YANG BAIK
28 ALASAN TIDAK IKUT BERTARUNG
29 RENCANA ARYA SUSENA
30 JANGAN BERANI MENANTANG
31 SANDIWARA?
32 MENUNGGU WAKTU YANG TEPAT
33 APAKAH BENAR SEPERTI ITU?
34 SALAM PERPISAHAN
35 KEPUTUSAN YANG KUAT
36 PERSIAPAN PERANG
37 KENAPA SEPERTI ITU?
38 KEBIMBANGAN HATI
39 LEDAKAN AMARAH
40 KONDISI PERANG
41 TAKTIK PERTARUNGAN
42 ANCAMAN MEMATIKAN
43 PERASAAN BENCI YANG DALAM
44 AMARAH YABG TIDAK TEPAT
45 TANGISAN KESEDIHAN
46 PERTEMUAN YANG MENYAKITKAN
47 MENGURAS EMOSI JIWA
48 HATI SEKUAT BAJA
49 KEBENCIAN YANG SANGAT DALAM
50 BERANI MENUNTUT?
51 KEPUTUSAN ARYA SUSENA
52 MULAI BERGERAK
53 MASALAH YANG RUMIT
54 DIPENUHI DENDAM MEMBARA
55 JANGAN MENGGANGGU
56 KECEMASAN HATI YANG BERLEBIHAN
57 KEPUTUSAN YANG KUAT
58 PERTARUNGAN YANG DAHSYAT
59 FIRASAT BURUK
60 PERTARUNGAN HARI ITU
61 BERMULUT KASAR
62 HATI YANG BAIK
63 JANGAN SAMPAI SEPERTI ITU
64 TIDAK TERDUGA SAMA SEKALI
65 PERASAAN HATI YANG SEBENARNYA
66 ARYA SUSENA SI PEMARAH
67 MASA LALU YANG PAHIT
68 KEJADIAN YANG MENGEJUTKAN
69 KEMARAHAN YANG MEMBARA
70 APA YANG TERJADI SEBENARNYA?
71 MASALAH DAN SOLUSI
72 KEMARAHAN YANG MEMBUNCAH
73 MENGHADAPI MASALAH YANG TERJADI
74 KEKUATAN YANG MENGERIKAN
75 PERASAAN CINTA
76 BERANI BERKATA
77 KETEGUHAN HATI ARYA SUSENA
78 KEBERSAMAAN YANG NYAMAN
79 MELEPASKAN PERASAAN DENDAM
80 ADA APA INI?
81 JANGAN SINGGUNG MASALAH ITU
82 KENAPA DENGAN ARYA SUSENA?
83 KEPUTUSAN HATI YANG KUAT
84 PERTEMUAN YANG TAK TERDUGA
85 ADA YANG ANEH
86 ITULAH ALASANNYA
87 SEDEKAT ITU?
88 KEJADIAN SAAT ITU
Episodes

Updated 88 Episodes

1
INFORMASI
2
BERGERAK SESUAI RENCANA
3
GEJOLAK HATI
4
PERTARUNGAN
5
KABAR?
6
JANGAN MAIN-MAIN
7
HAL YANG TAK SEHARUSNYA.
8
PERASAAN YANG KUAT
9
SUDAH BERGRAK
10
HANYA ITU SAJA
11
BERGRAK CEPAT
12
JURUS YANG MENGURAS TENAGA
13
TEKAD YANG KUAT
14
SAKIT DI HATI
15
HATI YANG TELAH HANCUR
16
DENDAM DAN RASA SAKIT
17
PEMBALASAN
18
LUKA YANG SANGAT DALAM
19
GEJOLAK HATI YANG MEMBARA
20
ARYA SUSENA
21
PERBATASAN
22
PILIH BERTAHAN
23
HATI YANG SIAP
24
HATI YANG KUAT
25
SEBUAH TINDAKAN
26
SIAPA YANG LEBIH KUAT?
27
AWAL YANG BAIK
28
ALASAN TIDAK IKUT BERTARUNG
29
RENCANA ARYA SUSENA
30
JANGAN BERANI MENANTANG
31
SANDIWARA?
32
MENUNGGU WAKTU YANG TEPAT
33
APAKAH BENAR SEPERTI ITU?
34
SALAM PERPISAHAN
35
KEPUTUSAN YANG KUAT
36
PERSIAPAN PERANG
37
KENAPA SEPERTI ITU?
38
KEBIMBANGAN HATI
39
LEDAKAN AMARAH
40
KONDISI PERANG
41
TAKTIK PERTARUNGAN
42
ANCAMAN MEMATIKAN
43
PERASAAN BENCI YANG DALAM
44
AMARAH YABG TIDAK TEPAT
45
TANGISAN KESEDIHAN
46
PERTEMUAN YANG MENYAKITKAN
47
MENGURAS EMOSI JIWA
48
HATI SEKUAT BAJA
49
KEBENCIAN YANG SANGAT DALAM
50
BERANI MENUNTUT?
51
KEPUTUSAN ARYA SUSENA
52
MULAI BERGERAK
53
MASALAH YANG RUMIT
54
DIPENUHI DENDAM MEMBARA
55
JANGAN MENGGANGGU
56
KECEMASAN HATI YANG BERLEBIHAN
57
KEPUTUSAN YANG KUAT
58
PERTARUNGAN YANG DAHSYAT
59
FIRASAT BURUK
60
PERTARUNGAN HARI ITU
61
BERMULUT KASAR
62
HATI YANG BAIK
63
JANGAN SAMPAI SEPERTI ITU
64
TIDAK TERDUGA SAMA SEKALI
65
PERASAAN HATI YANG SEBENARNYA
66
ARYA SUSENA SI PEMARAH
67
MASA LALU YANG PAHIT
68
KEJADIAN YANG MENGEJUTKAN
69
KEMARAHAN YANG MEMBARA
70
APA YANG TERJADI SEBENARNYA?
71
MASALAH DAN SOLUSI
72
KEMARAHAN YANG MEMBUNCAH
73
MENGHADAPI MASALAH YANG TERJADI
74
KEKUATAN YANG MENGERIKAN
75
PERASAAN CINTA
76
BERANI BERKATA
77
KETEGUHAN HATI ARYA SUSENA
78
KEBERSAMAAN YANG NYAMAN
79
MELEPASKAN PERASAAN DENDAM
80
ADA APA INI?
81
JANGAN SINGGUNG MASALAH ITU
82
KENAPA DENGAN ARYA SUSENA?
83
KEPUTUSAN HATI YANG KUAT
84
PERTEMUAN YANG TAK TERDUGA
85
ADA YANG ANEH
86
ITULAH ALASANNYA
87
SEDEKAT ITU?
88
KEJADIAN SAAT ITU

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!