CHAPTER 14

...***...

Entah itu suatu kebetulan atau apa?. Prabu MAharaja Kanigara Rajendra, Ratu Arundaya Dewani, Raden Kanigara Ganda, dan Raden Kanigara Hastungkara tiba di halaman istana secara bersamaan. Suasana sempat tegang, karena selama ini mereka tidak akur?. Akan tetapi Ratu Arundaya Dewani mecoba untuk mengabaikan itu.

"Prajurit?. Di mana putraku?. Kenapa aku tidak melihatnya menaiki kudanya?." Ya, matanya tidak melihat keberadaan anaknya. "Katakan di mana anakku?." Hatinya Bergetar penuh dengan ketakutan yang berlebihan.

"Ibunda?." Raden Kanigara Lakeswara yang berada di dalam kereta kuda sebenarnya dapat mendengarkan suara ibundanya, hanya saja ia tidak bisa berbicara.

"Hei!. Prajurit!. Apkah kau tidak mendengarkan apa yang dikatakan ratu mu ini?." Entah kenapa Raden Kanigara Ganda yng membentak prajurit itu.

Mereka tersentak terkejut dengn suara keras itu, hingga mereka sedikit panik. "Ampuni kami gusti ratu." Kelima prajurit itu memberi hormat.

"Raden Kanigara lakeswara berada di dalam kereta kuda." Jawab Sutang, salah Satu Prajurit yang ikut dalam tugas itu.

Deg!.

Perasaan Suasana hati Ratu Arundaya Dewani semakin cemas. Dengan memberanikan dirinya?. Ia melihat ke dalam kereta kuda.

Deg!.

Jantungnya seakan-akan hendak lepas dari tempatnya, ketika matanya itu menangkap bagaimana Keadaan anaknya. "Putraku." Ratu Arundaya Dewani tidak sanggup lagi menahan kesedihan yang sangat membuncah di dalam hatinya yang sangat perih luar biasa.

"Ibunda. Jangan menangis ibunda. Maafkan ananda, ini adalah bagian dari rencana." Raden Kanigara Lakeswara tidak tega melihat ibundanya menangis. "Maafkan nanda, karena ananda terpaksa melakukan ini." Dalam hatinya merasa bersalah, tapi ia memang sangat terpaksa melakukan itu demi menemukan sebuah kebenaran.

Sementara itu mereka yang mendengarkan suara tangisan Ratu Arundaya Dewani hanya bisa diam saja. Karena mereka telah mengerti dengan keadaan Raden Kanigara Lakeswara?. Apakah itu adalah bagian dari rencana yang memang mereka inginkan?.

"Prajurit. Apakah semuanya berhasil sesuai dengan rencana?." Bisik Raden Kanigara Ganda pada Sutang.

"Semuanya telah berjalan sesuai dengan rencana raden." Balasnya sambil memberi hormat.

"Bagus. Kalau begitu bawa dia ke biliknya. Suruh saja tabib untuk memeriksa keadaanya, apakah dia layak hidup atau tidak." Ucapnya dengan puas.

"Akan hamba laksanakan raden." Sutang, prajurit kepercayaan Raden Kanigara Ganda langsung mengerjakan tugasnya.

Dengan sangat hati-hati ia menggiring kereta kuda itu menuju kediaman putra raja. Sedangkan Prabu Maharaja Kanigara Rajendra, Raden Kanigara Ganda dan Raden Kanigara Hastungkara hanya melihat itu dengan senyuman yang sangat puas.

"Nanti panggilkan dia. Aku ingin mendengarkan ceritanya mengenai cara mereka melumpuhkan anak tidak berguna itu."

"Ayahanda prabu tenang saja. Biarkan mereka mengurus ank tidak berguna itu untuk sebentar saja. Setelah itu akan saya suruh mereka untuk menceritakan semuanya."

"Baiklah, jika memang seperti itu. Ayahanda tidak sabar untuk menunggunya."

"Saya juga tidak sabar ayahanda prabu."

"Bagaimana jika kita masuk ke istana terlebih dahulu?. Ini adalah hari yang sangat indah untuk menikmati kematian anak tidak berguna itu."

"Baik ayahanda prabu."

Prabu Maharaja Kanigara Rajendra, Raden Kanigara Ganda, dan Raden Kanigara Hastungkara masuk ke dalam istana setelah puas memastikan bagaimana keadaan Raden Kanigara Lakeswara.

...***...

Di tempat persembunyian pendekar kegelapan.

Mereka telah mendengarkan cerita yang sesungguhnya dari Arya Susena yang ternyata kenal dengan Raden Kanigara Lakeswara?.

"Jadi kau mengetahui sesuatu tentang raden kanigara lakeswara?."

"Apakah gurumu itu tidak berbohong?."

"Aku tidak percaya jika raden kanigara lakeswara bukan anak kandung raja kejam itu. Pantas saja sikapnya berbeda."

"Apakah karena fitnah yang beredar mengenai hubungan raden kanigara lakeswara yang terlibat dengan kawanan perampok itu?. Kau sengaja melakukan ini semua?."

"Kau telah merencanakan ini semua dengan matang, kan?."

Bajra, Patari, Nismara, dan Darsana menghujani Arya Susena dengan ucapan dan pertanyaan mereka. Kembali Arya Susena menghela nafasnya dengan sangat pelan. "Rasanya aku sangat lelah dengan sikap kalian yang seperti ini."

Deg!.

Mereka semua sangat terkejut, karena suasana tiba-tiba saja panas. Panas itu terasa sangat berbeda dari panas karena cuaca.

"Ah!. Benar juga. Aku mau mencari kayu bakar dulu. Aku tidak mau kelaparan jika persediaan kayu bakat mendadak habis." Darsana langsung keluar. Karena itu adalah tugasnya?.

"Oh?!. Aku baru ingat. Aku ada tugas untuk memeriksa panas masuk ke hutan ini. Akan kau periksa sekarang juga. Bisa jadi ada anak panah yang melesat masuk ke sana." Dengan perasaan yang sangat gugup Bajra ingat dengan tugas utamanya yang mengumpulkan informasi tentang permintaan rakyat yang meminta bantuan pada mereka.

"Aku-aku-, aku mau latihan sebentar." Patari juga langsung melarikan diri.

"Aku mau melihat sekitar. Mungkin ada sesuatu yang bisa aku makan." Nismara juga mengambil langkah seribu.

Mereka tidak akan berani berkata apapun, ataupun melawan Arya Susena jika merasakan hawa yang sepertti itu. "Hufh!." Arya Susena menghela nafasnya dengan pelan, ketika ruangan itu telah kosong. "Mereka ini sangat tidak sopan. Mereka yang penasaran?. Kenapa malah melarikan diri?. Benar-benar sangat tidak sopan." Keluh Arya Susena dengan kesalnya. Setelah itu ia juga pergi meninggalkan ruangan itu, karena ada hal penting yang harus ia lakukan.

Sementara itu Darsana yang melarikan diri ke hutan?.

"Anak itu memang sangat mengerikan jika marah. Bukan hanya marah saja, bahkan sekitarnya ikut panas." Darsana saat itu ingat dengan masa lalu. "Rasanya aku tidak ingin mengingatnya. Badanku semakin ketakutan mengingat itu semua." Darsana hampir saja setengah berteriak dengan masa-masa menyakitkan.

Kembali ke masa itu.

Mereka semua sedang berkumpul. Itu adalah pertama kalinya mereka bertemu, karena mereka masih sangat asing.

"Jadi kalian yang ingin bergabung denganku?." Arya Susena menatap mereka.

"Memangnya siapa yang menjadi ketua di sini?." Darsana balik menatap.

"Kau terlihat seperti anak kemarin sore yang baru belajar ilmu kanuragan." Bajra terlihat meremehkan Arya Susena.

"Guru mengatakan, jika kau yang akan memimpin kelompok ini." Nismara juga terlihat sangat merendahkan Arya Susena. "Kemampuan seperti apa yang bisa kau banggakan?. Sehingga guruku menyuruhku untuk ikut denganmu?." Nismara mengamati Arya Susena. Ia terlihat sangat kecewa dengan apa yang ia bayangkan.

"Bagiku kau terlihat tidak pantas menjadi ketua kami. Apalagi jika dilihat dari penampilan?. Kau terlihat masih muda, dan aku sangat yakin?. Kelompok ini akan segera berpindah alam." Ucapnya dengan sangat kesal.

"Kalian tidak berhak berkata seperti itu padaku?." Arya Susena tersenyum rumah.

Namun entah kenapa mereka semua merasakan hawa panas yang sangat berbeda. Tubuh mereka seperti terbakar bara api. "Aku rasa kalian masih ingin pemanas bilik yang lebih panas lagi." Dengan senyuman yang mengerikan ia berkata seperti itu.

Kembali ke masa ini.

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!