CHAPTER 6

...***...

Kembali ke masa di mana Arya Senopati yang saat itu sedang berhadapan dengan Senopati Uperangga dan Beguna yang saat itu lumayan memiliki ilmu kanuragan yang sangat mempuni. Dua, tiga, empat, hingga lima jurus telah mereka mainkan. Kena pukulan dan tendangan bagi mereka saat itu belum membuat mereka kapok untuk melanjutkan pertarungan itu. Meskipun sesekali berhenti sambil mengambil nafas?.

"Heh!. Orang tua seperti kalian masih saja ingin membuat kejahatan?. Baru lima jurus saja kalian terengah-engah seperti orang tua rentan disuruh berlari keliling padang ilalang."

"Diam kau!. Itu karena kau mirip sekali dengan bajing lompat yang sangat liar!."

"Aku masih sanggup melayani kau dengan beberapa jurus lagi, jika kau masih penasaran dengan ilmu tapak sekat alam."

"Sudahlah orang tua. Sebaiknya kalian tidur di alam lain saja malam ini."

Deg!.

Tidur di alam sana?. Itu artinya Arya Susena sangat menginginkan kematian kedua orang itu?. Keduanya sangat marah mendengarkan ucapan itu.

"Hei!. Kau anak kemarin sore!. Aku tidak tahu itu atas keinginanmu sendiri atau suruhan orang lain untuk menghabisi kami?. Tapi aku tidak akan membiarkan kau melakukan apapun yang kau inginkan!."

"Aku beri kau peringatan. Segera pergi dari sini!. Aku tidak akan pernah mengampuni orang yang telah berani mengincar aku."

Ada kemarahan yang ditunjukkan keduanya saat itu. Darah mereka mendidih karena ada seorang pemuda yang tidak mereka kenali mengancam akan membunuh mereka?.

"Aku datang ke sini atas nama rakyat yang telah kau tindas. Dan atas nama kebencian pada orang-orang seperti kalian yang telah bernai melindungi penjahat bangsat!. Yang telah merenggut hak kebebasan rakyat yang telah kalian jadikan budak!."

"Ho?. Jadi kau ingin menegakkan keadilan dengan cara membunuh kami?. Sungguh nyali yang sangat besar. Kalau begitu akan kau tantang kau bertarung dengan aku." Senopati Uperangga saat itu mengeluarkan senjata andalannya yang selama ini ia simpan di dalam tubuhnya dengan menggunakan tenaga dalamnya. "Majulah!. Jika kau memang ingin membunuh aku!."

"Saya akan membantu gusti." Beguna juga mengeluarkan senjata andalannya.

"Kalau begitu mari ita adu senjata siapa yang lebih hebat."

Arya Susena juga tidak ingin kalah dari musuhnya?. Saat itu ia mengeluarkan pedang yang sangat langka. Senopati Uperangga dan Beguna sangat terkejut melihat dan menyaksikan pedang badai petir itu.

"Bukankah pedang itu adalah pedang milik-?."

"Jadi kau masih ingat siapa yang memiliki pedang ini?. Artinya kau harus membayar nyawa dari pemilik pedang ini. Arya saka!."

"Arya saka?."

Keduanya sangat terkejut mendengarkan nama itu. Tentunya mereka sangat kenal dengan nama itu. Nama yang dulunya nama yang sangat harum di pelosok kerajaan ini. Tapi bagaimana mungkin anak muda itu memiliki pedang itu?. Saat pedang itu diayunkan?. Tampak ada kilatan petir yang menyambar, angin disekitar seakan-akan sedang mengantar aliran listrik yang sangat menyengat?.

"Kegh!."

Tubuh keduanya seakan-akan ditotok oleh aliran tenaga dalam yang sangat kuat, sehingga keduanya sama sekali tidak bisa bergerak.

"Sial!. Meskipun dia telah mati!. Namun kutukan yang ia katakan pada saat itu sangat benar." Dalam hati Senopati Uperangga ingat dengan kejadian saat itu. Ketika beramai-ramai membunuh Arya Saka!. Seorang patih raja yang sangat setia, namun, karena ada pemberontakan yang sangat besar?. Beliau terbunuh.

"Kalian harus menerima hukuman atas apa yang telah kalian lakukan pada beliau." Arya Susena telah mengerahkan tenaga dalamnya untuk membunuh keduanya.

Saat itu terdengar suara rintihan yang sangat keras dari dua orang yang sedang dihakimi oleh seorang pemuda. Hukum alam yang sangat menyakitkan. Siapa yang membunuh?. Maka pada akhirnya ia juga akan dibunuh untuk mempertanggung jawabkan atas apa yang telah ia lakukan selama ini.

Kembali ke masa ini.

Mereka sedikit merinding mendengarkan cerita dari Arya Susena. Bulu kuduk mereka sampai merinding mendengarkan kisah mengerikan itu.

"Tadinya aku berpikir, jika yang lebih menyeramkan itu adalah nismara. Ternyata arya susena leih menyeramkan dari penampilannya yang sangat kelam ini." Dalam hati Patari membandingkan siapa yang lebih seram diantara mereka?.

"Aku rasa urat kemanusiaanmu telah lepas dari tempatnya arya."

"Kenapa kau malah berkata seperti itu bajra?."

"Sebab kau membunuh orang lain tanpa memberi mereka kesempatan untuk melawan. Sama kejamnya dengan yang dilakukan darsana ketika marah."

"Jadi kau mengatakan urat marahku telah putus dari tempatnya, bajra?."

"Diam kau bajra. Aku masih normal. Hanya menusuk orang lain ke dada kirinya saja, supaya tidak terlalu lama merasakan sakit!. Sedangkan arya?. Dia malah membiarkan musuhnya merasakan sengatan tenaga petir, hingga mati gosong. Aku masih normal dibandingkan dia."

Saat itu mereka hanya mengadu nasib siapa yang lebih kejam saat membunuh?. Lalu apa yang akan mereka lakukan setelah ini?. Benarkah mereka bergerak atas nama rakyat yang sedang menderita?. Simak terus ceritanya.

...***...

Keesokan harinya di istana.

Ada laporan baru yang masuk, berita yang sangat mengejutkan?. Prabu Maharaja Kanigara Rajendra mendapatkan informasi yang sangat mengejutkan.

"Salam hormat kami gusti prabu."

"Katakan pada kami semua yang kalian dapatkan."

'Laporan nyang kami dapatkan dari para prajurit yang menjaga desa, mereka menemuka jenazah milik tuan ampasutra yang selama ini telah memberikan upeti yang sagat banyak."

"Apa?. Apakah dia terbunuh?."

"Kabarnya memang seperti itu gusti prabu."

"Bukankah rumahnya itu dijaga dengan sangat ketat oleh para pendekar pilih tanding?. Bagaimana mungkin dia bisa terbunuh seperti itu?."

"Setelah hamba selidiki, mereka mengatakan ada dua orang saudagar kaya yang datang untuk membeli budak padanya."

Jamasta, sorang pemuda yang diberi wewenang untuk menerima laporan dari semua bawahan yang bekerja di istana. Jadi saat itu ia bertugas melaporkan apa saja. "Menurut kesaksian dari anak buahnya yang berjaga di gerbang, ia ingin mengantar dua orang saudagar itu menuju perbatasan. Sebenarnya mereka ingin ikut, akan tetapi tuan ampasutra saat itu melarang mereka."

"Lantas?. Bagaimana mungkin mereka menyadari jika majikan mereka terbunuh?."

"Saat itu mereka sadar, jika majikan mereka tidak kunjung pulang. Setelah dicari, ternyata tuan mereka telah dibunuh."

"Heh!. Mati dengan cara yang sangat tidak menyenangkan sekali."

"Tapi ada kabar yang lebih buruk lagi gusti prabu."

"Katakan!."

"Senopati uperangga dan anak buahnya tewas dengan cara yang sangat mengerikan."

"Apa?!. Kau tidak salah dalam menyampaikan laporan itu padaku?!."

"Tidak gusti prabu. Karena dari laporan yang hamba dapatkan, itu adalah karma karena telah melindungi penjahat perbudakan jual beli budak."

"Sial!. Malah mati dalam keadaan yang sangat tidak tepat."

Saat itu Prabu Maharaja Kanigara Rajendra terlihat sedang sangat marah, hingga keluar umpatan. Simak terus ceritanya.

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!