CHAPTER 18

...***...

Sementara itu. Arya Susena, Darsana, dan Patari saat itu sedang menunggu kedatangan seseorang?. Sudah cukup lama mereka menunggu, akan tetapi Bajra juga belum kembali. 

"Lama sekali datangnya si bajra. Tidak biasanya dia datang terlambat." Darsana tampak tidak sabaran. "Mataku sudah mulai mengantuk." Dalam hatinya sangat mengutuk Bajra yang datang terlambat?.

"Mungkin berjalan sebentar. Bosan juga dia jika lama-lama bersama kita di sini. Biarkan saja dia jalan-jalan di luar satu hari ini." Setidaknya itulah yang dikatakan Darsana.

"Tapi aku sangat yakin, tujuannya jalan-jalan bukan untuk mencari istri, tapi mencari babi guling." Patari tanpa perasaan malah berkata seperti itu.

"Pikiranmu itu terlalu panjang padanya." Arya Susena menghela nafasnya dengan sangat pelan. "Kau ini suka sekali berpikiran jauh tentang seseorang." Ucapnya dengan sangat heran.

"Tapi kenapa kau menyuruh nismara untuk mengusir penyusup itu?." Darsana penasaran.

"Saat ini pikirannya sedang meledak-ledak. Apa lagi jika berurusan dengan nama laki-laki." Ia tidak bisa membayangkan bagaimana musuhnya saat ini menghadapi Nismara. "Karena itulah aku menyuruhnya untuk menyelesaikan masalah itu, supaya dia bisa melampiaskan masalahnya dengan baik." Lanjutnya dengan  sangat santai, serta senyuman miris sambil membayangkan nasib musuhnya.

"Bagaimana kalau hutan ini hancur oleh kemarahannya itu?." Darsana sangat cemas.

"Benar yang dikatakan darsana. Nismara itu memiliki kemarahan yang mengerikan. Dia itu hanya takut padamu saja." Patari membenarkan itu. Perasaannya, nalurinya sebagai seorang wanita yang mengatakan itu. "Apakah kau tidak menyadari ?. Jika dia itu sebenarnya jatuh cinta padamu." Lanjutnya lagi sedikit jengkel pada Arya Susena.

Keduanya memang sangat khawatir dengan sifat gila Nismara jika telah marah. Meskipun tingkat kemarahan yang paling berbahaya dipegang oleh Arya Susena itu sendiri. Perasaan cemas yang mereka rasakan saat itu, tidak akan tenang jika mereka tidak melihat sendiri.

"Akan berbahaya jika meledak, jika orang yang dia cintai tidak datang untuk mencegahnya." Patari dengan nada menggoda berkata seperti itu. Sedangkan Darsana terlihat seperti sedang menahan tawanya saat itu.

"Jangan terlalu membawa masalah cinta." Arya Susena tersenyum kecil. "Karena cinta itu sesungguhnya lebih tajam dari pedang, keris, atau bahkan lebih tajam dari benda apapun di dunia ini." Arya Susena memang tidak kenal dengan yang namanya Cinta, akan tetapi cinta dapat dirasakan ketika seseorang merasakannya secara langsung.

"Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang?." Darsana tidak sabar. Ia hampir saja menguap beberapa kali, menahan kantuknya yang sangat tidak bisa ditolong lagi.

"Apakah kita hanya akan menunggu mereka di sini?. Arya?. Apakah kau tidak bosan?." Patari merasa bosan, bahkan ia memberanikan dirinya untuk bertanya pada Arya Susena.

"Itu terserah kalian saja. Aku masih betah berada di sini." Ucap Arya Susena sambil memainkan sentir Penerang ruangan itu. "Mau tetap berada di sini?. Atau mau masuk ke bilik?." Ia malah melempari pertanyaan dengan pertanyaan?.

"Kalau begitu aku mau ke bilik dulu. Rasanya aku lelah sekali." Darsana bangkit dari dudukku, setelah itu berjalan menuju biliknya yang paling ujung.

"Bagaimana denganmu patari?." Ia bertanya pada Patari yang tampak ragu.

"Aku juga mau mau masuk ke bilik ku." Patari juga menuju biliknya. "Aku tidak ingin kekasihmu itu salah pengertian padaku. Nanti dia kira aku menggoda mu." Ucapnya dengan nada bercanda.

"Ahaha!. Kau ini ada-ada saja." Arya Susena hanya tertawa kecil mendengarkan ucapan Patari. "Aku masih di sini. Karena tamu yang akan datang bukan hanya satu." Arya Susena melihat ke arah luar, di mana jendela masih terlihat terbuka. "Sudah banyak juga orang sangat penasaran dengan hutan larangan." Arya susena dapat melihat itu dari seekor burung gagak yang sedang bertengger tak jauh dari rumah itu.

...***...

Sementara itu Ratu Arundaya sedang bersama anaknya yang kini mungkin tertidur?. Sebab, ketika ia mencoba untuk mencolek anaknya tidak ada tanggapan sama sekali. Hatinya sangat sedih dengan keadaan anaknya, ia tidak bisa tenang sama sekali.

"Apa yang harus ibunda lakukan, nak?. Kondisimu yang seperti ini." Ia genggam kuat tangan anaknya yang terasa sangat dingin. "Maafkan ibunda. Karena ibunda ibunda tidak bisa  mengatakan siapa ayahanda kandungmu nak." Hatinya masih sedih dengan ucapan Prabu Kanigara Rajendra yang sama sekali tidak mau mengakui, Raden Kanigara Lakeswara adalah anaknya.

"Ibunda. Ananda mohon jangan menangis. Jika ananda telah terbebas dari jurus ini?. Ananda akan menceritakan semuanya pada ibunda." Dalam hatinya sangat sedih dengan apa yang ia rasakan saat itu. Hatinya juga ikut menangis, ia merasa sangat berdosa karena telah membuat ibundanya meneteskan air mata.

"Kau harus kuat nak, meskipun kondisimu seperti ini. Ibunda akan tetap menyayangimu nak." Ratu Arundaya mencium kening anaknya dengan penuh cinta dan kasih sayang.

"Tenang lah ibunda. Suatu saat nanti anada berjanji, bahwa ananda akan membuat ibunda tersenyum bahagia." Dalam hati Raden Kanigara Lakeswara telah bersumpah untuk itu.

Masih di lingkungan istana.

"Jadi rayi lakeswara bukan lah rayi kandung kami?." Raden Kanigara Ganda tampak terkejut.

"Benar. Dia adalah anak dari musuh besar ayahanda prabu." Jawabnya.

"Apakah karena mencintai ibundanya?. Ayahanda prabu tidak mengusir mereka dari istana ini?." Raden Kanigara Hastungkara yang bertanya kali ini.

"Anggap saja seperti itu. Karena ayahanda terlalu jatuh cinta padanya." Prabu Maharaja Kanigara Rajendra tidak menyangkal itu sama sekali.

"Lalu dengan tanggapan ibunda permata bulan saat itu?. Apakah ibunda permata bukan setuju?." Raden Kanigara Ganda merasa sangat simpati dengan kerelaan hati ibundanya menerima wanita lain menikah dengan ayahandanya.

"Bagi kalangan istana, termasuk raja?. Memiliki istri banyak itu adalah hal yang sangat wajar." Jawabnya dengan senyuman kecil. "Kalian mungkin akan mengalami hal yang sama pula dengan ayahanda." Lanjutnya sambil terkekeh kecil.

"Tapi, bukankah tahta yang sah itu diserahkan pada putra raja yang sebelumnya?. Apakah itu tidak apa-apa ayahanda prabu?." Raden Kanigara Ganda tiba-tiba saja memikirkan itu.

"Benar yang dikatakan raka ganda, ayah. Apakah itu tidak masalah jika kami berebut tahta dengan lakeswara?." Ada perasaan cemas yang ia rasakan.

"Karena itulah ayahanda menyuruh kalian untuk menyingkirkan lakeswara. Supaya kalian yang mendapatkan tahta yang sah itu." Prabu Maharaja Kanigara Rajendra menyeringai lebar.

"Ayahanda prabu memang sangat luar biasa." Keduanya memuji Prabu Maharaja Kanigara Rajendra.

"Tentu saja ayahanda kalian sangat luar biasa. Sehingga dengan mudahnya mendapatkan apa yang ayahanda inginkan. Pasti dapat!." Dengan percaya diri ia berkata seperti itu.

"Kalau begitu kami ingin belajar banyak hal dengan ayahanda prabu." Keduanya memberi hormat, membuat Prabu Maharaja Kanigara Rajendra sangat senang dengan ucapan kedua anaknya.

...**...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!