GEJOLAK HATI

...***...

Nismara dan Patari saat itu telah berhasil meringkus para pemuda yang hendak menculik gadis desa. Mereka sangat benci dengan apa yang telah dilakukan oleh pemuda yang hanya bisa melakukan pekerjaan kotor.

"Lalu kita apakah mayat mereka ini?." Patari melihat ke arah ketiga pemuda yang sudah tumbang tak bergerak lagi.

"Biarkan saja! Paling nanti ditemukan penduduk." Balas Nismara masih dikuasai oleh amarah yang sangat luar biasa. "Atau lebih bagusnya dimakan oleh hewan buas!."

"Hahaha! Kau ini sangat sadis sekali." Patari sangat heran dengan kelakuan temannya itu. "Lantas? Apa yang akan kita lakukan setelah ini? Apakah kita akan menemui bajra? Atau menemui arya susena?." Patari masih ingat dengan teman-temannya.

"Tidak dengan keduanya!." Balasnya dengan cepat.

"Tidak? Kenapa?." Ia kembali bertanya.

"Karena urusan kita adalah menghabisi anak buah, atau pemuda yang berani menculik wanita di desa ini! Apakah kau lupa?." Ia menatap tajam ke arah temannya itu.

"Ba-baiklah jika memang itu tugas kita." Ia bergidik ngeri melihat kemarahan temannya. "Kau ini sangat mengerikan sekali jika marah." Dalam hatinya sangat tidak enak sama sekali.

Setelah itu keduanya segera meninggalkan tempat, tentu saja akan melakukan tugas berikutnya. Memastikan jika tidak ada lagi orang-orang yang akan menculik gadis desa.

...***...

Di kediaman Tuan Ampasutra.

Bajra dan Darsana benar-benar mendapatkan kesempatan yang emas, karena mereka berhasil membawa target mereka menuju tempat yang sangat rahasia.

"Hanya aku saja yang boleh masuk di sini! karena tempat ini sangat keramat." Ucapnya dengan penuh percaya diri. "Tapi kalian berjaga-jaga lah di sini!."

"Baik tuan!." Balas beberapa anak buahnya.

"Bagaimana kalau mereka diam-diam masuk ke dalam tempat ini karena merasa penasaran?." Bajra mengujinya?.

"Tidak mungkin! Karena aku telah melarang mereka untuk masuk ke sini!." Jawabnya. "Akan aku potong kepala mereka jika mereka berani masuk ke sini tanpa izin dariku!." Lanjutnya.

"Kenapa tuan melarang mereka masuk ke sini? Apakah tuan takut mereka akan membawa budak tuan kabur dari sini?." Darsana kali ini yang bertanya.

"Salah satu alasannya itu." Jawabnya sambil membuka pintu rumah megah itu. "Aku tidak mau ada yang mengkhianati aku." Ia mempersilahkan keduanya untuk masuk. "Aku tidak ingin mereka malah membelot karena merasa kasihan pada budak tahanan, nanti aku bisa rugi besar." Ia sangat kesal jika membayangkan hal yang pernah terjadi dulunya.

"Ternyata dia cukup waspada juga." Dalam hati Bajra sedikit terkesan. "Tapi aku sangat tidak suka dengan gaya bicaranya itu." Dalam hatinya juga merasa kesal. "Awas saja kau nanti! Pasti akan aku kuliti sampai tinggal tengkorak kau!." Dalam hatinya sudah sangat gatal ingin menghajar mangsanya.

"Aku tidak tahan lagi, rasanya ingin aku bunuh saja dia di sini, tapi aku hanya ingin memastikan apakah mereka masih aman atau tidak?." Dalam hati Darsana juga sedang menahan dirinya agar tidak gegabah dalam bertindak.

Ternyata lorong tempat itu lumayan panjang, hingga mereka masuk ke dalam sebuah ruangan yang lumayan besar?. Saat itu mereka dapat melihat ada beberapa orang wanita yang terlihat sangat ketakutan dengan kedatangan mereka.

Deg!.

Jantung mereka seakan-akan terpukul habis dengan palu yang sangat kuat ketika melihat bagaimana keadaan para wanita itu.

...***...

Di Istana.

Raden Kanigara Hastungkara dan Raden Kanigara Ganda baru saja selesai latihan, keduanya tampak sedikit kelelahan.

"Kalian sangat luar biasa sekali." Puji Prabu Maharaja Kanigara Rajendra dengan penuh kebanggaan. "Ayahanda tidak salah memiliki penerus hebat seperti kalian."

"Tentu saja ayahanda Prabu harus bangga pada kami."

"Kami pasti akan selalu membanggakan ayahanda."

Raden Kanigara Hastungkara dan Raden Kanigara Ganda dengan penuh percaya diri berkata seperti itu.

"Baiklah, kalau begitu kalian istirahat lah, ayahanda yakin ibunda kalian juga ingin bersama kalian."

"Baiklah ayahanda."

Setelah itu keduanya langsung pergi meninggalkan tempat, tentu saja menuju wisma putra Raja untuk mengganti pakaian.

"Heh! Tentu saja aku memiliki keturunan yang hebat!." Dalam hatinya merasa bangga. "Apakah kau melihat itu kanda? Kau tidak akan bisa melakukan apa yang aku lakukan sekarang." Dalam hatinya tersenyum dengan penuh kemenangan.

Dalam hidupnya Prabu Maharaja Kanigara Rajendra telah berhasil mendapatkan kerajaan besar dari tangan kakak kandungnya dengan kecerdikan yang dimiliki sang Prabu. Tapi apakah akan bertahan lebih lama lagi?.

"Tujuh belas tahun telah berlalu, tentu saja aku lah yang mutlak berkuasa, dan aku lah Raja keabadian yang sesungguhnya! Hahaha!." Hati Prabu Maharaja Kanigara Rajendra sedang bahagia setelah memimpin selama 17 tahun, dan belum ada yang berani menggeser posisinya sebagai seorang Raja yang terkuat. "Aku yakin kau akan menangis melihat ini kanda, sungguh malang sekali nasibmu memiliki adik sepertiku." Prabu Maharaja Kanigara Rajendra tertawa kecil sambil mengingat masa itu. "Harusnya kau mendengarkan ucapan patihmu yang bodoh itu, akhirnya kau mati di tanganku dengan cara yang sangat indah." Senyumannya terlihat mengerikan, berkali-kali ingatannya selalu tertuju ke masa itu.

Apakah yang terjadi sebenarnya pada 17 tahun yang lalu?. Apakah ingatan itu tidak bisa dilupakan begitu saja?.

...***...

Arya Susena yang masih dalam wujud kucing hitam masih mengamati itu dengan seksama, rasanya ia sudah tidak tahan lagi dengan apa yang ia dengar.

"Aku tidak perlu banyak mengumpulkan bukti lagi untuk menghajar Senopati biadab itu!." Hatinya sangat memanas, ia telah melakukannya dengan benar.

Namun ia masih ingat dengan apa yang telah dikatakan paman Warsa Jadi ketika ia memutuskan untuk menjadi pendekar kegelapan.

Kembali ke masa itu.

Arya Susena yang sudah tidak tahan lagi dengan kejamnya dunia mulai merasakan gejolak membara di dalam hatinya saat itu.

"Saya telah memutuskan akan mendirikan kelompok pendekar kegelapan untuk membasmi mereka semua paman."

"Apakah kau yakin akan melakukannya?."

"Apakah paman meragukan kemampuan saya?."

"Aku tidak meragukan kemampuanmu arya susena, hanya saja banyak resiko yang akan kau dapatkan nantinya."

Tentu saja Paman Warsa Jadi sangat cemas dengan keselamatan Arya Susena.

"Aku takut kau akan menjadi buronan, kau akan diburu oleh semua orang yang memiliki dendam padamu setelah apa yang kau lakukan." Raut wajahnya tampak sedih. "Meskipun kau dianggap sebagai pahlawan bagi orang yang membutuhkan bantuan darimu? Namun yang aku takutkan? Kau akan diburu oleh pihak yang menganggap kau sebagi musuhnya."

"Paman tenang saja, itu adalah sebuah resiko dari apa yang akan aku lakukan nantinya." Arya Susena tersenyum kecil, seakan-akan tidak ada yang ia takutkan. "Itu semua tidak akan membuat saya mundur barang setapak pun! Akan saya hadapi siapapun juga yang berani menyengsarakan orang kecil! Akan saya libas semuanya! Bahkan itu Raja iblis yang berani menyengsarakan rakyat? Akan saya hadapi mereka semua." Ucapnya dengan penuh percaya diri.

"Hufh! Rasanya percuma saja aku memberikan masukan padamu arya susena." Paman Warsa Jadi menghela nafasnya dengan pelan.

"Hahaha! Jadi menyerah saja paman, izinkan saya untuk melakukan tugas ayahanda dengan baik demi memulihkan kerajaan ini."

"Baiklah arya susena." Akhirnya ia menyerah. "Tapi satu hal yang aku harapkan padamu." Dengan senyuman lembut ia menatap Arya Susena. "Jangan pernah menyesal setelah apa yang kau lakukan, jangan mundur jika kau merasa terdesak, dan cari lah kebenarannya terlebih dahulu sebelum kau bergerak, agar kau tidak salah dalam menentukan jalan mana yang akan kau ambil nantinya."

Itulah nasihat yang diberikan Paman Warsa Jadi saat itu, ia hanya tidak ingin Arya Susena gegabah dalam bertindak.

Kembali ke masa ini.

...****...

Kediaman tuan Ampasutra.

Rasanya Darsana dan Bajra memang tidak tega melihat bagaimana keadaan mereka, hati keduanya benar-benar sangat bergetar penuh simpati melihat keadaan mereka.

"Tuan-tuan bisa melihatnya." Senyuman lebar mengembang di wajahnya. "Mereka masih segar, dan masih cantik, saya harap tuan-tuan tertarik untuk membawa mereka." Lanjutnya lagi. "Tuan-tuan boleh meminta penawaran pada saya." Seperti itulah ucapannya.

"Dia ini?! Kau pikir kau sedang menjual ternak?." Dalam hati Darsana sangat emosi. "Memang biadab sekali dia ini!." Dalam hatinya saat itu sudah tidak tahan lagi, apa lagi ketika melihat bagaimana raut wajah ketakutan para wanita itu.

Tentu saja mereka sangat ketakutan jika memang akan dijual seperti itu?!.

"Nah? Tuan-tuan dapat memilih diantara mereka." Tuan Ampasutra malah menawarkan seperti itu?. "Jika merasa bingung? Saya yang akan memilihkannya untuk tuan-tuan.

"Aku ingin kalian semua masuk ke dalam bilik itu!." Darsana menunjuk ke arah bilik yang tak jauh dari mereka berdiri.

"A-apa?." Mereka sangat gugup mendengarkan ucapan itu.

"Apa maksud ucapan tuan?." Tuan Ampasutra merasa heran. "Kenapa tuan menyuruh mereka masuk bilik?."

"Apakah kau tidak lihat? Mereka sangat ketakutan dengan apa yang kau katakan tadi." Jawabnya.

"Hah?." Tuan Ampasutra semakin bingung.

"Nah?! Sekarang kalian masuk lah!." Suaranya terdengar agak tinggi. "Kalian tidak perlu takut! Kami tidak akan lama! Keluarlah jika aku memanggil kalian nanti!." Lanjutnya.

"Memangnya apa yang akan tuan lakukan?." Ia mulai curiga dengan apa yang akan dilakukan tamunya. "Apakah kau sedang ingin bermain-main dengan aku?!." Ia sangat marah, hingga tidak ada tutur kata lembut lagi, ia mulai curiga pada sikap kedua tamunya.

"Sekarang! Masuklah!." Bentaknya dengan suara yang sangat keras.

"Kya!." Mereka berteriak ketakutan sambil berlari masuk ke bilik yang tak jauh dari ruangan itu.

Tentu saja mereka tidak ingin menjadi korban karena amukan kedua orang itu, bukan?. Mereka masih ingin hidup dengan selamat, jangan sampai mereka mati sia-sia karena kekejaman dunia yang membuat takdir mereka hidup dalam ketakutan, dan bayangan kematian yang menyakitkan.

"Tuan apsari? Apa maksudnya itu? Apa yang hendak teman tuan lakukan sebenarnya?." Ia merasa curiga.

Bajra tidak menjawabnya, karena saat itu ia hanya ingin memastikan apakah semua wanita yang menjadi tahanan itu telah masuk ke dalam bilik, serta menutup bilik itu?.

"Tidak perlu basa-basi lagi babi kampung busuk!." Hatinya sangat memanas. "Kau harus bertanggung jawab atas apa yang telah kau lakukan! Babi kampung busuk!.

"Babi kampung busuk!? Kau ini bicara apa tuan?." Ia juga memanas. "Apa yang hendak kau lakukan sebenarnya?!." Bentaknya.

"Aku hanya ingin melakukan ini saja!." Dengan sangat santai ia menikam dada kiri tuan Ampasutra.

"Kegh!." Tentunya ia mengerang sakit. "Sialan!." Ia mundur beberapa langkah. Dadanya terasa sangat sakit, dan kepalanya terasa sangat pusing. Karena dada kirinya yang ditikam dengan sebuah belati kecil?.

"Itu adalah hukuman yang kau dapatkan dari kami." Darsana menatap tuan Ampasutra dengan penuh kebencian yang sangat dalam.

Tuan Ampasutra tidak berdaya, dan ia hanya mengerang sakit?. Hingga akhirnya ia tidak sadarkan diri?. Apakah ia meninggal dalam keadaan seperti itu?.

"Jika saja kau tidak melakukan ini? Bisa jadi kau tidak berurusan dengan kami." Darsana langsung mencabuti belati itu. "Tapi sayangnya sikap serakah yang kau miliki untuk memiliki dunia? Kau menjual hati nuranimu dengan cara yang tidak manusiawi, aku tidak akan mengampuni kau!."

"Tugas kita telah selesai." Bajra hanya menghela nafasnya. "Biasanya kau akan bertarung terlebih dahulu dengan targetmu untuk menguji ilmu kanuragan yang dimiliki musuh?." Ia melirik ke arah temannya. "Tapi kenapa hari ini kau malah langsung membunuhnya? Kau ini sangat aneh sekali, cukup mengejutkan sih." Ucapnya sambil berjalan menuju bilik yang dimana para wanita itu disuruh bersembunyi.

"Melawan babi kampung tidak perlu pakai tenaga! Nanti dia malah bawa kawannya! Aku tidak mau repot-repot dikeroyok penjahat kelas teri, hanya membuang waktu dan tenaga saja." Balasnya dengan agak kesal.

"Ahaha! Kau ini sangat sensian sekali ya?." Ia hanya bisa tertawa saja. "Terserah kau saja mau melakukan apa." Hanya seperti itu saja yang bisa ia katakan untuk temannya itu.

Tok!. Tok!. Tok!.

"Nini? Keluarlah." Dengan suara yang sangat ramah ia memanggil mereka yang berada di dalam. "Semuanya telah aman, kalian boleh bebas."

Namun tidak ada tanggapan dari dalam, karena mereka tidak ada yang berani melangkah ataupun bersuara. Mereka sedang meringkuh ketakutan, karena mereka takut akan diperlakukan kasar oleh Bajra dan Darsana.

"Tenanglah nini, kami tidak akan menyakiti nini semua." Darsana dengan suara lembut. "Kami justru ingin memulangkan nini semua pada keluarga nini." Lanjutnya.

Lima orang wanita itu saling bertatapan satu sama lain, bagi mereka itu adalah ucapan yang ingin mereka dengar selama ini. Kebebasan yang direnggut oleh orang-orang yang berhati binatang?.

Temara, salah satu dari wanita yang dijadikan budak. Dengan penuh keberanian yang telah mendorongnya untuk membuka pintu.

"Syukurlah, jika nini mau keluar." Bajra tersenyum kecil.

"Kalau begitu siap-siap saja, kami akan membawa nini keluar dari sini." Darsana juga ikut tersenyum. "Kami akan  membawa nini dengan aman, tanpa adanya pertumpahan darah." Ia terlihat sangat percaya diri.

"Terima kasih tuan pendekar, terima kasih karena telah membantu kami."

Tangis bahagia pecah di ruangan itu, mereka semua menangis bahagia karena telah dibantu oleh orang baik. Kini ketakutan telah sirna begitu saja dari hati mereka.

"Kita harus memikirkan cara keluar dari ruangan ini, tentu saja kita tidak mungkin terjebak di sini."

"Kau benar, kita juga tidak boleh gegabah membawa mereka keluar dari sini."

Apakah mereka bisa membawa kelima wanita itu tanpa adanya pertumpahan darah?. Simak terus ceritanya.

...***...

Sementara itu?. Arya Susena yang saat itu masih mengamati Senopati Uparengga yang sedang bersama anak buahnya. Karena anak dan istrinya telah masuk ke dalam bilik masing-masing.

"Bagaimana dengan si ampasutra itu? Masih mencari budak untuk dijadikan uang? Ahaha!." Ia tertawa dengan sangat puas. "Dia itu sangat rakus sekali, aku selalu dibuat repot karena menutupi kejahatan yang telah ia lakukan."

"Tentu saja masih tuan." Balasnya. "Bahkan kabar yang masuk terakhir ia berhasil mengambil lima orang gadis." Lanjutnya dengan tawa aneh.

"Hahaha! Dia itu memang sangat rakus sekali, apakah ada masuk laporan padaku mengenai hilangnya kelima gadis itu? Aku sangat yakin pasti ada! Hahaha!." Entah kenapa itu terasa lucu baginya.

"Tentu saja ada tuan, bahkan mereka mendesak hamba untuk mempertemukan tuan dengan mereka." Jawabnya dengan sangat entengnya.

"Lantas apa yang kau katakan pada mereka? Sehingga mereka tidak datang padaku? Aku tidak menerima protes apapun dari siapapun! Hahaha!." Kembali ia tertawa dengan suara yang sangat keras.

"Itu karena saya mengatakan pada mereka, jika tuan tidak ada di rumah, tuan memiliki pekerjaan yang sangat penting di istana, sehingga tidak bisa diganggu." Jawabnya. "Ya? Walaupun mereka mendesak? Tapi hamba mengancam mereka, sehingga mereka tidak lagi berani membantah hamba."

"Hahaha! Bagus! Kau sangat pintar sekali Aku sangat suka dengan caramu itu! Ahahaha!." Ia kembali tertawa, ia semakin bangga memiliki anak buah yang pintar seperti itu. "Kau sangat pengertian sekali, aku rasa kau akan mendapatkan imbalan yang lebih dariku nantinya."

"Terima kasih tuan, hamba sangat senang bisa membantu tuan." Ia juga senang jika memang upah yang akan ia dapatkan bertambah.

"Tapi aku sangat tidak suka dengan apa yang kalian lakukan." Suara seseorang ikut berbicara pada mereka.

Deg!.

Keduanya sangat terkejut, dengan spontan, keduanya langsung bangkit dari duduk. Mata keduanya sangat liar mencari siapa sosok yang telah lancang berkata seperti itu?.

"Hei! Siapa kau?! Keluar!." Senopati Uperangga sangat kesal.

"Kalian memang makhluk rendahan yang tidak pantas untuk hidup di dunia ini!." Suara itu kembali terdengar.

"Kurang ajar! Siapa bedebah busuk yang mencoba bermain-main denganku?!." Senopati Uperangga sangat kesal.

"Hei! Kunyuk jelek! Jangan hanya pandai bermain wujud saja! Tunjukkan wujudmu jika kau berani!."

"Pasti! Aku pasti akan menunjukkan wujudku pada kalian!."

Namun belum ada tanda-tanda dari orang itu akan keluar dari tempat persembunyian? Apakah yang akan terjadi selanjutnya?. Siapakah sosok itu sebenarnya?. Apakah itu pertanda baik atau pertanda buruk?. Simak dengan baik kisahnya.

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!