BERGRAK CEPAT

...***...

Rombongan Raden Kanigara Lakeswara telah sampai di perbatasan desa Rambi.

"Jembatannya putus." Ucap Raden Kanigara Lakeswara dengan herannya.

"Sayang sekali Raden." Sakral, salah satu prajurit yang ikut dalam rombongan memberi hormat. "Kita tidak bisa melanjutkan perjalanan ke desa rambi."

"Ya, saya rasa memang seperti itu." Balasnya. "Kalau begitu, malam ini kita beristirahat di sekitar sini." Lanjutnya. "Besok pagi, tolong dirikan kembali jembatannya."

"Baik Raden."

Mereka mulai bergerak, tentu saja membuat tenda untuk istirahat malam itu.

"Jembatannya rusak." Dalam hati Raden Kanigara Lakeswara memperhatikan bentuk kerusakannya. "Aku sangat yakin, ada seseorang yang sengaja, merusak jembatan ini." Matanya memperhatikan dengan jelas, bagaimana kondisi jembatan hancur oleh kekuatan tenaga dalam. "Aku harus bisa menyelesaikan masalah dengan baik." Hanya itu saja tekad Raden Kanigara Lakeswara.

...***...

Di Desa Rambi.

"Desa telah aman." Ucap Arya Susena sambil memperhatikan teman-temannya. "Kalian kembali saja ke hutan larangan."

"Memangnya kau mau ke mana arya?."

"Aku ingin melakukan sesuatu."

"Mendatangi raden kanigara lakeswara sendirian?."

PLAK!.

"Eagkh!." Darsana berteriak sakit, kepalanya berdenyut sakit.

Arya Susena memukul kepala Darsana agak keras, sehingga membuat pemuda itu meringis kesakitan.

"Lakukan saja, apa yang telah aku katakan pada kalian!." Sorot matanya terlihat mengerikan.

"Ba-ba-baik!."

Nismara, Darsana, Bajra dan patari langsung Pergi meninggalkan lokasi dengan mengambil langkah seribu. Mereka masih sayang nyawa, jadi mereka tidak berani menolak apa yang telah dikatakan Arya Susena.

"Nama baik Raden kanigara lakeswara harus dibersihkan kembali." Hatinya terasa panas. "Aku telah bersumpah! Bahwa aku akan menjaganya." Hatinya sangat bergemuruh. "Aku tidak akan segan-segan, membunuh siapa saja, yang berani menyakiti Raden kanigara lakeswara."

Setelah itu Arya Susena melompat menuju perbatasan desa Rambi, memastikan apakah Raden Kanigara Lakeswara telah berada di sana atau belum.

Sedangkan Nismara, Patari, Darsana dan Barja yang berhasil melarikan diri dari Arya Susena.

"Aku rasa di semakin gila." Ucap Darsana sambil mengatur nafasnya dengan baik. "Dia rela mengancam kita, asalkan dia ingin bertemu dengan kanigara lakeswara."

"Mungkin dia memiliki alasan yang kuat." Ucap Patari. "Kenapa ia ingin bertemu dengan Raden kanigara lakeswara." Lanjutnya. "Bisa saja, ia ingin membunuh Raden kanigara lakeswara dengan sadis, namun tidak ingin melakukannya dihadapan kita."

"Bisa saja seperti itu." Darsana sangat setuju. "Arya susena memang sudah gila!." Ucapnya dengan kesal. "Apakah kalian tidak ingat? Cerita dia membunuh Senopati uperangga?."

Deg!.

Mendadak mereka bergidik berjamaah, membayangkan Arya Susena dengan sadisnya membunuh targetnya.

"Ah!." Nismara mencoba menepis bayangan mengerikan itu. "Sebaiknya kita segera kembali ke hutan larangan."

"Aku setuju mba yu." Darsana mengambil langkah seribu menuju Hutan Larangan.

...***...

Di Istana.

Prabu Maharaja Kanigara Rajendra sedang latihan ringan, merasakan setiap aliran tenaga dalam menyerap di tubuhnya.

"Malamku dikejar cakar kegelapan." Ucap Prabu Maharaja Kanigara Rajendra sambil merapalkan sebuah mantram. "Kan ku lampiaskan semua amarah, dan akan aku cabik tubuhmu dengan kuku cakar harimau." Sang Prabu melakukan gerakan seperti harimau yang sedang memangsa musuhnya, merobek mangsanya dengan sangat ganas. "Tak akan aku biarkan mau melarikan diri begitu saja." Terlihat hawa hitam kegelapan menyelimuti tubuh sang Prabu.

Ratu Aristawati Estiana memperhatikan gerakan itu dengan seksama, lelaki yang telah menikahinya, dan memberikan dua anak padanya.

Tak berselang lama Prabu Maharaja Kanigara Rajendra menghentikan gerakannya, menatap istrinya dengan senyuman lembut.

"Apakah saya mengganggu kanda?." Ratu Aristawati Estiana mendekati suaminya, menyeka keringat di wajah suaminya.

"Dinda bukanlah sebuah gangguan bagi saya." Ungkap Prabu Maharaja Kanigara Rajendra sambil mencium tangan istrinya dengan lembut. "Bagi kanda, dinda adalah semangat jiwa kanda." Tak lupa kecupan ringan di bibir istrinya.

"Kita bukan lagi anak remaja." Ucap Ratu Aristawati Estiana dengan rona merah di pipinya. "Tapi kanda masih saja, mengeluarkan kata-kata gombal seperti itu."

"Hehehe!." Prabu Maharaja Kanigara Rajendra terkekeh kecil. "Kanda akan merasa seperti remaja." Ucap Sang Prabu. "Bagi kanda, dinda memang seperti itu kenyataannya."

"Ah!." Dengan malu-malu Ratu Aristawati Estiana menepis pelan. "Kanda memang pandai merayu saya."

"Hahaha!." Kali ini Prabu Maharaja Kanigara Rajendra tidak dapat menahan tawanya, dan bahkan tidak segan-segan menggendong istrinya.

"Kanda ingin bermanja-manja dengan dinda malam ini."

"Tentu saja kanda."

Cup!.

Prabu Maharaja Kanigara Rajendra mencium kening istrinya, setelah itu melangkah menuju bilik asmara mereka.

...***...

Perbatasan Desa Rambi.

Raden Kanigara Lakeswara berjalan-jalan di sekitar, dengan menggunakan kuda.

"Mungkin saja, ada jembatan lain yang tak jauh dari sini." Dalam hati Raden Kanigara Lakeswara sambil memperhatikan sungai yang minim pencahayaan.

Akan tetapi pada saat itu Raden Kanigara Lakeswara terkejut, ada seseorang yang menuntun kudanya menuju sebuah tempat.

"Hei!." Raden Kanigara Lakeswara sedikit membentak. "Siapa kau?!." Tunjuknya dengan kasar. "Mau di bawa ke mana aku?!."

"Raden tenang saja." Jawabnya dengan sangat santainya. "Hamba bukanlah orang jahat." Lanjutnya. "Raden tidak perlu cemas." 

Raden Kanigara Lakeswara sedang menahan dirinya, ada perasaan penasaran yang menyelimuti hatinya.

"Hamba bukanlah orang jahat, ataupun orang yang lancang." Ucapnya sambil mengikat kuda Raden Kanigara Lakeswara. "Hamba tidak berniat jahat pada Raden."

Orang asing itu membawa Raden Kanigara Lakeswara menuju sebuah tempat?. Api unggun?.

"Apakah kau sengaja membawa aku ke sini?." Raden Kanigara Lakeswara masih duduk di punggung kudanya.

"Mari kita bicara sebentar Raden." Ucapnya sambil menunjuk ke arah api unggun. "Ada hal penting yang ingin hamba sampaikan pada Raden."

Saat itu Raden Kanigara Lakeswara tampak Sedang berpikir. "Apakah kau sendirian saja?." Matanya memperhatikan keadaan sekitarnya. "Aku sangat yakin sekali, kau memiliki kelompok."

"Hamba hanya sendirian saja." Jawabnya. "Hamba telah memerintahkan, anggota kelompok pendekar kegelapan lainnya, agar segera kembali ke hutan larangan."

Deg!.

Raden Kanigara Lakeswara langsung turun dari kudanya. Ia mengarahkan Pedangnya ke leher Arya Susena. "Jadi? Kau adalah kelompok pendekar kegelapan?."

"Tenanglah Raden." Arya Susena masih terlihat kalem. "Ada kabar buruk, yang akan hamba sampaikan, sebelum Raden masuk ke desa itu."

Raden Kanigara Lakeswara melihat sorot mata pemuda itu, akan tetapi?. Selanjutnya ia malah menghela nafasnya. "Ibunda pernah mengatakan padaku." Raden Kanigara Lakeswara mencoba tenang. "Cara mengetahui seseorang berbohong, yaitu dari sorot matanya yang liar."

"Lalu?." Respon Arya Susena. "Apa yang Raden lihat dari mata hamba?." Dengan sangat ramah ia berkata seperti itu. Ia sama sekali tidak takut dengan tajamnya pedang siap menebas lehernya.

"Kau tidak tampak berbohong sama sekali." Ucapnya dengan perasan aneh. "Bahkan kau sangat santai sekali." Kembali ia menghela nafasnya. "Atau mungkin? Kau sudah terbiasa menghadapi suasana seperti ini?." Keningnya terlihat mengkerut aneh. "Sehingga dengan mudahnya, kau menipu aku yang tidak memiliki pengalaman sama sekali." Lanjutnya dengan perasan waspada. "Aku yakin kau memiliki niat yang sangat buruk padaku."

"Hahaha!." Arya Susena tertawa keras, ia merasa ada yang lucu dengan ucapan itu.

"Kenapa malah tertawa?." Raden Kanigara Lakeswara sangat jengkel.

"Ayolah Raden, mari kita bicara sebentar." Ucapnya. "Ini demi keselamatan Raden."

"Hufh!." Raden Kanigara Lakeswara menghela nafas panjang. "Baiklah, aku akan mempercayai kau."

"Mari Raden."

Raden Kanigara Lakeswara menyarungkan kembali pedangnya, setelah itu mengikuti langkah Arya Susena, walaupun tidak mengetahui apa yang akan mereka bicarakan nantinya.

...***...

Sementara itu. Para prajurit yang datang ber sama Raden Kanigara telah Selesai mendirikan tenda.

"Di mana Raden kanigara lakeswara?."

"Tadi dia berkata, ingin memeriksa keadaan sekitar." Jawabnya. "Mungkin saja ada jembatan lain, yang tidak jauh dari sini." Lanjutnya. "Ia berkata seperti itu, sebelum memacu kudanya."

"Di malam yang gelap seperti ini?."

"Ya? Kita tidak bisa mencegahnya."

"Tapi kita memiliki tugas penting, membunuhnya di desa rambi."

"Aku rasa tidak perlu."

"Kenapa?."

"Biar saja ia dibunuh para rampok itu."

"Kabar yang aku dapatkan, kelompok pendekar kegelapan, mereka juga sudah bergerak di desa terdekat."

"Pendekar kegelapan?."

"Ya, pendekar sadis yang membunuh para petinggi istana." Jawabnya. "Mereka tidak akan segan-segan membunuh siapa saja, yang berani menyengsarakan rakyat."

"Apakah Raden kanigara lakeswara? Juga akan menjadi target mereka?."

"Bisa jadi seperti itu."

"Itu sudah pasti." Responnya. "Apalagi para pendekar kegelapan sangat benci pada keluarga istana."

"Kalau begitu, tugas kita akan lebih mudah!."

"Hahaha!."

Terdengar suara tawa yang kompak dari mereka semua, dan rencana mereka ingin mencelakai Raden Kanigara Lakeswara.

...***...

Kembali ke masa itu, di mana Arya Susena yang dalam wujud kucing hitam mendengarkan pembicaraan kawanan perampok.

"Dalam tugas perampokan ini, kita harus bisa memancing dua kubu."

"Dua kubu? Apa maksudmu kakang?."

"Kita harus bisa memancing lakeswara ke tempat kelompok pendekar kegelapan."

"Bukankah? Para pendekar kegelapan berada di hutan larangan?."

"Itu memakan waktu yang cukup jauh sekali kakang."

"Kita mendapatkan permintaan itu, dari Raden kanigara hastungkara."

"Tapi kenapa mereka malah saling ingin membunuh kakang?."

"Kenapa harus kita yang melakukan pekerjaan bodoh itu kakang?."

"Ah! Kalian jangan banyak mengeluh."

"Baiklah, akan kami lakukan kakang."

"Kalau begitu, mulailah bergerak."

"Baik kakang."

Mereka hendak meninggalkan tempat, akan tetapi mereka dicegat oleh seekor kucing hitam.

"Sejak kapan ada kucing di sini?."

"Sejak tadi."

Deg!.

Mereka semua sangat terkejut, mendengarkan suara kucing itu?.

"Tangkap kucing siluman itu!."

Mereka langsung bergerak, atas apa yang dikatakan pemimpin mereka.

Mereka semakin terkejut, karena sosok kucing bisa berubah menjadi sosok pemuda yang gagah, dengan tatapan mematikan.

"Siapa kau?!."

"Aku arya susena." Jawabnya dengan sangat santai. "Aku adalah ketua dari kelompok pendekar kegelapan."

Deg!.

Rasanya tidak ada habis-habisnya mereka terkejut.

"Kelompok pendekar kegelapan?."

"Ya."

"Untuk apa kau datang ke sini? Hah?."

"Heh!." Arya Susena mendengus kesal. "Kalian masih bertanya?."

"Sudahlah! Jangan banyak basa-basi lagi." Ucapnya. "Aku tidak peduli sama sekali." Ia maju berapa langkah. "Jika memang kau ketua kelompok pendekar kegelapan? Perlihatkan kesaktian yang kau miliki."

"Ho?." Arya Susena merasa tertantang. "Mari kita bermain-main." Ucapnya sambil memberikan kode pada yang lainnya.

Pada saat itu juga suasana tenda rampok menjadi lebih ramai, karena diserang oleh kelompok pendekar kegelapan. Dalam serangan cepat, mereka berhasil mengalahkan para rampok itu.

Kembali ke masa ini.

Arya Susena telah menceritakan itu semua pada Raden kanigara Lakeswara.

"Hamba secara langsung mendengarkan pembicaraan itu." Ucapnya. "Hamba tidak berbohong sama sekali Raden."

"Jadi? Raka hastungkara ingin membunuh aku?."

"Tapi Raden tenang saja." Arya Susena tersenyum kecil. "Kami telah melibas semua rampok itu." Lanjutnya. "Kami tidak suka, kejahatan yang seperti itu."

Raden Kanigara Lakeswara memperhatikan penampilan Arya Susena yang sangat sederhana, namun tidak menduga memiliki wajah tampan.

"Kenapa Raden menatap hamba seperti itu?."

"Rasanya saya tidak menduga." Jawab Raden Kanigara Lakeswara. "Karena selama ini, saya hanya mendengar nama kelompok pendekar kegelapan saja." Lanjutnya. "Saya tidak mengetahui mereka seperti apa."

"Ho?." Respon Arya Susena. "Sebenarnya hamba tidak ingin menemui Raden secara langsung." Ia menyeringai lebar. "Setiap waktu, setiap hari, hamba bisa menemui Raden di istana, jika saya mau."

"Menemui saya di istana?." Raden Kanigara Lakeswara terkejut.

"Memasuki istana adalah hal yang paling mudah bagi hamba."

"Lantas? Apa yang kau inginkan dari saya sekarang?."

"Raden tidak perlu cemas." Balasnya. "Hamba tidak akan menyakiti Raden." Ia memberi hormat. "Justru hamba berniat, ingin menunjukkan sesuatu pada Raden."

"Menunjukkan sesuatu pada saya?." Raden Kanigara Lakeswara merasa tidak enak hati.

"Ini demi masa depan Raden, sebagai calon Raja masa depan."

"Apakah kau merasa kasihan padaku?."

"Anggap saja seperti itu."

"Kenapa?."

"Berdasarkan ramalan seseorang, negeri ini akan hancur, jika tidak dipimpin oleh orang yang sah!." Jawabnya. "Prabu maharaja kanigara rajendra, bukan Raja sah, berdasarkan trah Raja yang seharusnya." Lanjutnya. "Itulah alasan, kenapa hamba harus melindungi Raden."

Deg!.

Raden Kanigara Lakeswara semakin tidak karuan, hatinya sedang bergejolak.

"Apakah aku harus percaya padanya?." Dalam hatinya masih belum bisa memutuskannya. "Apakah ia nantinya tidak menjebak aku?." Raden Kanigara Lakeswara masih memikirkannya. "Dia adalah anggota kelompok pendekar kegelapan." Hatinya sulit memutuskan secara langsung. "Raja sah berdasarkan trah? Apa artinya itu?." Raden Kanigara Lakeswara belum bisa mencerna semua ucapan itu.

...***...

Istana, bilik Ratu Arundaya Dewani.

"Aku tidak bisa tidur sama sekali." Ratu Arundaya Dewani sangat gelisah, memikirkan keselamatan anaknya. "Apa yang dilakukan putraku saat ini? Apakah ia baik-baik saja?." Dalam hatinya merasakan ketakutan yang sangat luar biasa. "Kanda Prabu, andai saja kau masih ada di sini." Perlahan-lahan air matanya mulai jatuh, membasahi pipinya. "Pasti kehidupan saya tidak akan seperti ini, dan putra kita akan mendapatkan kehormatannya sebagai putra Raja." Tangisnya telah terdengar, pertanda tidak dapat lagi menahan perasaan sesak itu.

"Dinda dewi." Suara pelan dan lembut yang selalu menyebut namanya. "Dinda adalah wanita yang sangat kuat."

"Saya tidak bisa kuat lagi kanda." Ratu Arundaya Dewani menangis terisak.

"Tetaplah tersenyum dinda."

"Saya sangat ingin tersenyum, tapi tidak bisa lagi kanda."

"Dinda harus kuat, demi putra kita."

"Putra kita sedang berada di tempat yang sangat jauh kanda." Ratu Arundaya Dewani menahan isak tangisnya. "Mereka sedang berusaha ingin mencelakai putra kita."

"Putra kita akan kembali, dinda tenang saja."

"Dinda sangat berharap, putra kita segera kembali."

"Pasti, putra kita pasti akan segera kembali."

"Oh? Putraku nanda lakeswara." Ratu Arundaya Dewani benar-benar sangat tersiksa dengan perasaan itu. "Kembalilah nak, ibunda cemas padamu."

Malam itu Ratu Arundaya Dewani berperang dengan perasaan ketakutan yang memenuhi lubuk hatinya. Ketakutan seorang ibu akan keselamatan anaknya. Apakah yang akan terjadi selanjutnya?. Simak dengan baik kisah selengkapnya.

...***...

Episodes
1 INFORMASI
2 BERGERAK SESUAI RENCANA
3 GEJOLAK HATI
4 PERTARUNGAN
5 KABAR?
6 JANGAN MAIN-MAIN
7 HAL YANG TAK SEHARUSNYA.
8 PERASAAN YANG KUAT
9 SUDAH BERGRAK
10 HANYA ITU SAJA
11 BERGRAK CEPAT
12 JURUS YANG MENGURAS TENAGA
13 TEKAD YANG KUAT
14 SAKIT DI HATI
15 HATI YANG TELAH HANCUR
16 DENDAM DAN RASA SAKIT
17 PEMBALASAN
18 LUKA YANG SANGAT DALAM
19 GEJOLAK HATI YANG MEMBARA
20 ARYA SUSENA
21 PERBATASAN
22 PILIH BERTAHAN
23 HATI YANG SIAP
24 HATI YANG KUAT
25 SEBUAH TINDAKAN
26 SIAPA YANG LEBIH KUAT?
27 AWAL YANG BAIK
28 ALASAN TIDAK IKUT BERTARUNG
29 RENCANA ARYA SUSENA
30 JANGAN BERANI MENANTANG
31 SANDIWARA?
32 MENUNGGU WAKTU YANG TEPAT
33 APAKAH BENAR SEPERTI ITU?
34 SALAM PERPISAHAN
35 KEPUTUSAN YANG KUAT
36 PERSIAPAN PERANG
37 KENAPA SEPERTI ITU?
38 KEBIMBANGAN HATI
39 LEDAKAN AMARAH
40 KONDISI PERANG
41 TAKTIK PERTARUNGAN
42 ANCAMAN MEMATIKAN
43 PERASAAN BENCI YANG DALAM
44 AMARAH YABG TIDAK TEPAT
45 TANGISAN KESEDIHAN
46 PERTEMUAN YANG MENYAKITKAN
47 MENGURAS EMOSI JIWA
48 HATI SEKUAT BAJA
49 KEBENCIAN YANG SANGAT DALAM
50 BERANI MENUNTUT?
51 KEPUTUSAN ARYA SUSENA
52 MULAI BERGERAK
53 MASALAH YANG RUMIT
54 DIPENUHI DENDAM MEMBARA
55 JANGAN MENGGANGGU
56 KECEMASAN HATI YANG BERLEBIHAN
57 KEPUTUSAN YANG KUAT
58 PERTARUNGAN YANG DAHSYAT
59 FIRASAT BURUK
60 PERTARUNGAN HARI ITU
61 BERMULUT KASAR
62 HATI YANG BAIK
63 JANGAN SAMPAI SEPERTI ITU
64 TIDAK TERDUGA SAMA SEKALI
65 PERASAAN HATI YANG SEBENARNYA
66 ARYA SUSENA SI PEMARAH
67 MASA LALU YANG PAHIT
68 KEJADIAN YANG MENGEJUTKAN
69 KEMARAHAN YANG MEMBARA
70 APA YANG TERJADI SEBENARNYA?
71 MASALAH DAN SOLUSI
72 KEMARAHAN YANG MEMBUNCAH
73 MENGHADAPI MASALAH YANG TERJADI
74 KEKUATAN YANG MENGERIKAN
75 PERASAAN CINTA
76 BERANI BERKATA
77 KETEGUHAN HATI ARYA SUSENA
78 KEBERSAMAAN YANG NYAMAN
79 MELEPASKAN PERASAAN DENDAM
80 ADA APA INI?
81 JANGAN SINGGUNG MASALAH ITU
82 KENAPA DENGAN ARYA SUSENA?
83 KEPUTUSAN HATI YANG KUAT
84 PERTEMUAN YANG TAK TERDUGA
85 ADA YANG ANEH
86 ITULAH ALASANNYA
87 SEDEKAT ITU?
88 KEJADIAN SAAT ITU
Episodes

Updated 88 Episodes

1
INFORMASI
2
BERGERAK SESUAI RENCANA
3
GEJOLAK HATI
4
PERTARUNGAN
5
KABAR?
6
JANGAN MAIN-MAIN
7
HAL YANG TAK SEHARUSNYA.
8
PERASAAN YANG KUAT
9
SUDAH BERGRAK
10
HANYA ITU SAJA
11
BERGRAK CEPAT
12
JURUS YANG MENGURAS TENAGA
13
TEKAD YANG KUAT
14
SAKIT DI HATI
15
HATI YANG TELAH HANCUR
16
DENDAM DAN RASA SAKIT
17
PEMBALASAN
18
LUKA YANG SANGAT DALAM
19
GEJOLAK HATI YANG MEMBARA
20
ARYA SUSENA
21
PERBATASAN
22
PILIH BERTAHAN
23
HATI YANG SIAP
24
HATI YANG KUAT
25
SEBUAH TINDAKAN
26
SIAPA YANG LEBIH KUAT?
27
AWAL YANG BAIK
28
ALASAN TIDAK IKUT BERTARUNG
29
RENCANA ARYA SUSENA
30
JANGAN BERANI MENANTANG
31
SANDIWARA?
32
MENUNGGU WAKTU YANG TEPAT
33
APAKAH BENAR SEPERTI ITU?
34
SALAM PERPISAHAN
35
KEPUTUSAN YANG KUAT
36
PERSIAPAN PERANG
37
KENAPA SEPERTI ITU?
38
KEBIMBANGAN HATI
39
LEDAKAN AMARAH
40
KONDISI PERANG
41
TAKTIK PERTARUNGAN
42
ANCAMAN MEMATIKAN
43
PERASAAN BENCI YANG DALAM
44
AMARAH YABG TIDAK TEPAT
45
TANGISAN KESEDIHAN
46
PERTEMUAN YANG MENYAKITKAN
47
MENGURAS EMOSI JIWA
48
HATI SEKUAT BAJA
49
KEBENCIAN YANG SANGAT DALAM
50
BERANI MENUNTUT?
51
KEPUTUSAN ARYA SUSENA
52
MULAI BERGERAK
53
MASALAH YANG RUMIT
54
DIPENUHI DENDAM MEMBARA
55
JANGAN MENGGANGGU
56
KECEMASAN HATI YANG BERLEBIHAN
57
KEPUTUSAN YANG KUAT
58
PERTARUNGAN YANG DAHSYAT
59
FIRASAT BURUK
60
PERTARUNGAN HARI ITU
61
BERMULUT KASAR
62
HATI YANG BAIK
63
JANGAN SAMPAI SEPERTI ITU
64
TIDAK TERDUGA SAMA SEKALI
65
PERASAAN HATI YANG SEBENARNYA
66
ARYA SUSENA SI PEMARAH
67
MASA LALU YANG PAHIT
68
KEJADIAN YANG MENGEJUTKAN
69
KEMARAHAN YANG MEMBARA
70
APA YANG TERJADI SEBENARNYA?
71
MASALAH DAN SOLUSI
72
KEMARAHAN YANG MEMBUNCAH
73
MENGHADAPI MASALAH YANG TERJADI
74
KEKUATAN YANG MENGERIKAN
75
PERASAAN CINTA
76
BERANI BERKATA
77
KETEGUHAN HATI ARYA SUSENA
78
KEBERSAMAAN YANG NYAMAN
79
MELEPASKAN PERASAAN DENDAM
80
ADA APA INI?
81
JANGAN SINGGUNG MASALAH ITU
82
KENAPA DENGAN ARYA SUSENA?
83
KEPUTUSAN HATI YANG KUAT
84
PERTEMUAN YANG TAK TERDUGA
85
ADA YANG ANEH
86
ITULAH ALASANNYA
87
SEDEKAT ITU?
88
KEJADIAN SAAT ITU

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!