PERASAAN YANG KUAT

...***...

Pagi itu Arya Susena sedang berlatih di halaman belakang. Pagi itu ia sedang bersemangat, itulah alasan kenapa ia ingin latihan. Beberapa jurus ia mainkan untuk mengeluarkan keringatnya. Sesekali ia melompat, dan mengerahkan tenaga dalamnya ke telapak tangannya untuk menyalurkan tenaga dalamnya. Akan tetapi, siapa yang menduga, jika Nismara saat itu sangat terkesan, ia sangat kagum dengan gerakan-gerakan olah kanuragan yang dilakukan oleh Arya Susena.

"Meskipun aku benci pada laki-laki." Dalam hatinya sedang menekan gejolak aneh di hatinya. "Kenapa padanya aku tidak bisa benci sama sekali?." Dalam hatinya sat itu berpikir tentang alasan kenapa ia benci. "Sepertinya ada yang salah dengan diriku ini." Nismara berusaha menekan perasaan aneh itu. "Atau ada sesuatu yang salah dengan hatiku ini?." Dalam hatinya saat itu sedang bertarung dengan akal pikirannya yang bergejolak. Hingga tanpa sadar ia malah berkata sesuatu yang sangat aneh pada Arya Susena. "Sebenarnya ilmu apa yang telah kau lambari pagi ini arya susena?." Suaranya terdengar sedikit keras. "Sehingga aku hampir terkesan padamu." Ucapnya tanpa sadar.

Arya Susena langsung menghentikan apa yang telah ia lakukan saat itu. Ia melompat ke arah Nismara, ingin memastikan sekali lagi atas apa yang dikatakan oleh Nismara padanya. "Katakan sekali lagi, apa yang kau katakan tadi?."

Deg!.

"Memangnya aku berkata apa tadi?." Nismara berpura-pura tidak tahu. "Mungkin kau salah dengar." Sebisa mungkin ia tidak bertatapan mata dengan Arya Susena.

"Aku tidak mungkin salah dengar." Ucap Arya Susena sambil memperhatikan penampilan Nismara. "Kau tadi berkata, terkesan padaku."

Blush!.

Wajah gadis itu memerah padam, ia sangat malu sekali karena ucapannya didengar oleh Arya Susena. Dalam hatinya mengutuk mulutnya yang keceplosan. "Dasar mulut kurang ajar!." Umpatnya dalam hati. "Akan aku robek kau nanti!." Dalam hatinya sangat mengutuk apa yang telah ia katakan tadi.

"Kenapa diam saja?." Arya Susena masih bersikeras. "Katakan sekali lagi."

Duakh!.

Nismara malah menghadiahi sebuah pukulan keras di pundak kiri Arya Susena.

"Aku tidak berkata apapun!." Bahkan tatapan matanya sangat berbeda.

"Baiklah." Balasnya sambil menghela nafas panjang. "Aku tidak akan meminta yang aneh-aneh." Arya Susena mengalah. "Aku tahu kau adalah pendekar wanita, yang memiliki harga diri yang sangat tinggi." Lanjutnya dengan senyuman kecil. "Meskipun aku tadi dengan sangat jelas mendengarkan apa yang kau ucapkan tadi." Dalam hatinya sangat menghormati apa yang telah dilakukan Nismara. Untuk sesaat kedua insan tersebut melupakan apa yang telah terjadi, dan kali ini merek telah fokus kembali dengan apa yang telah mereka rencanakan.

"Apakah kau telah selesai latihan?."

"Ya, begitulah." Jawabnya. "Lantas? Bagaimana dengan tugas pengawasan kalian?."

"Kalau masalah itu, mau tenang saja."

"Bagaimana keadaan desa itu? Apakah aman?."

"Untuk saat ini aman."

"Sepertinya darsana belum kembali."

"Dia mengirim surat."

"Surat?."

"Kita berkumpul di desa tembang."

"Kalau begitu, sore ini kita langsung ke sana."

"Baiklah kalau begitu."

...***...

Sementara itu di istana.

"Aku sudah tidak tahan lagi." Ungkap Prabu Maharaja Kanigara Rajendra. "Dengan apa yang mereka lakukan, pada orang-orang yang patuh padaku." Ada kemarahan yang tergambar di wajah sang Prabu saat itu. "Pendekar kegelapan?." Ucap sang Prabu dengan amarah yang semakin berkobar. "Siapa yang berada di belakang mereka? Sehingga berani mengacau tatanan pemerintahan yang aku pimpin sekarang."

"Mohon ampun Gusti Prabu." Patih Palasara Mada memberi hormat. "Gerakan mereka di dukung oleh rakyat kecil." Lanjutnya. "Sehingga kita tidak bisa bergerak begitu saja."

"Apakah kau takut?." Sorot mata sang Prabu terlihat tajam. "Kau pemilik kekuasaan, maka kau harus tegas pada siapa saja."

"Baik Gusti."

"Aku ingin kau membuat pengumuman sayembara." Prabu Maharaja Kanigara Rajendra menekan ucapannya. "Bagi siapa saja yang bisa membunuh kelompok kegelapan?." Senyumannya begitu lebar, dan suasana hatinya sangat senang. "Akan aku hadiahkan emas, dan juga jabatan yang baik di istana ini."

"Apakah itu tidak akan berisiko Gusti?."

"Resiko apa yang akan kita dapatkan? Katakan padaku."

"Bisa saja rakyat akan marah, dan malah balik memberontak Gusti."

"Akan aku hukum mati!." Balas Prabu Maharaja Kanigara Rajendra dengan suara keras. "Siapa saja yang berani melindungi mereka semua!." Gejolak amarah kembali menyelimuti hati sang Prabu. "Aku tidak akan mengampuni siapa saja?! Yang berani menghalangi aturan yang telah aku buat!."

"Akan hamba katakan Gusti." Patih Palasara Mada kembali memberi hormat.

"Katakan dengan tegas dalam sayembara itu!." Amarah sang Prabu belum juga reda. "Supaya mereka semua mengetahui! Siapa prabu maharaja kanigara rajendra?!."

"Baiklah Gusti Prabu." Patih Palasara Mada memberi hormat. "Akan hamba sampaikan dengan benar, apa yang Gusti prabu katakan."

"Bagus!." Kali ini Prabu Maharaja Kanigara Rajendra merasa lega. "Katakan dengan jelas!." Tegas sang Prabu. "Dan ini adalah ancaman buat kelompok pendekar bodoh itu!." Emosi gejolak jiwa sang Prabu kembali berkobar. "Bahwa mereka telah salah lahir! Di negeri yang aku pimpin saat ini!."

"Akan hamba sampaikan semuanya Gusti Prabu."

Apakah negeri ini memang dipimpin oleh seseorang yang memiliki kekejaman yang sangat luar biasa?. Apakah tidak ada niat untuk memberikan kemakmuran yang ia miliki pada rakyat kecil?. Simak terus ceritanya.

...***...

Masih dilingkungan istana.

Raden Kanigara Ganda saat itu menemui adiknya Raden Kanigara Lakeswara.

"Rayi lakeswara."

"Duduk lah raka."

"Terima kasih rayi."

"Apakah aku mengganggumu?."

"Sama sekali tidak raka." Jawabnya. "Aku baru saja hendak keluar, untuk latihan berkuda."

"Bukankah kau sudah mahir dalam berkuda?." Raden Kanigara Ganda sedikit berbasa-basi. "Tapi kenapa masih ingin belajar naik kuda? Kau ini agak aneh."

Raden Kanigara Lakeswara hanya tertawa saja, karena itu hanyalah alasannya saja agar rakanya itu tidak merasa curiga dengan apa akan ia lakukan.

"Lantas? Apa yang membuat raka datang ke sini?." Ada perasaan tidak enak di hatinya. "Apakah ada hal penting yang hendak raka sampaikan padaku?."

"Ada." Jawabnya cepat. "Ada hal yang sangat penting, dan ini hanya kau saja yang bisa melakukan itu."

"Apakah itu raka?." Keningnya terlihat sedikit mengkerut aneh. "Katakan saja padaku."

"Ini tugas penting dari ayahanda Prabu." Jawabnya.

"Dari ayahanda Prabu?."

"Ya, dari ayahanda Prabu." Jawabnya. "Ayahanda Prabu yang menyuruh aku, untuk menyampaikannya padamu."

"Baiklah kalau begitu raka." Responnya. "Katakan padaku raka."

"Katanya ada beberapa kelompok perampok, yang sangat meresahkan sebuah desa." Jawabnya. "Kau dimintai oleh ayahanda Prabu, untuk mengatasi masalah itu."

"Rampok?." Raden Kanigara Lakeswara merasa heran.

"Apakah kau meragukan informasi itu rayi?." Raden Kanigara Ganda terlihat sedih. "Apakah kau tidak percaya? Jika ayahanda Prabu, yang meminta kau, untuk menyelesaikan masalah itu?."

"Tidak." Balas Raden Kanigara Lakeswara dengan cepat. "Aku tidak pernah ragu raka." Lanjutnya. "Hanya saja, aneh." Ucapnya sambil berpikir. "Tidak biasanya ada kasus rampok, di sebuah desa."

"Masalah itu akan selalu ada rayi." Ucapnya sambil menghela nafas. "Sebenarnya aku sangat ingin membantu ayahanda." Lanjutnya. "Hanya saja, ayahanda lebih percaya tugas itu padamu."

"Baiklah raka." Raden Kanigara Lakeswara memberi hormat. "Aku akan melakukan tugas itu."

"Terima kasih rayi." Respon Raden Kanigara Ganda dengan senang hati. "Aku akan menyiapkan segala keperluan mu nantinya."

"Tidak perlu repot-repot raka."

"Aku tidak merasa kerepotan sama sekali rayi."

"Kalau begitu, aku ucapkan terima kasih raka."

"Ya, sama-sama rayi."

...***...

Di sebuah tempat.

Darsana kembali mengamati keadaan sekitarnya.

"Para rampok itu memang tidak bisa dibiarkan begitu saja." Dalam hatinya sambil memperhatikan beberapa orang yang sangat mencurigakan. "Ternyata benar, sesekali mereka meronda ke sini." Dalam hatinya. "Ini tidak bisa dibiarkan." Hatinya terasa panas. "Aku harus segera bertemu dengan arya susena, di tempat yang biasa kami bertemu." Darsana segera meninggalkan tempat. Hatinya memang sudah tidak tahan lagi dengan kejahatan yang telah dilakukan oleh anggota rampok itu.

...***...

Arya Susena melihat keadaan sekitarnya, namun  saat itu tidak menduga akan melihat sosok penghuni kawasan gerbang desa.

"Permisi tuan."

Sosok lelaki dewasa itu bingung, melihat ke segala arah.

"Saya berbicara dengan tuan."

"Kau bisa melihat aku anak muda?."

"Ya, saya rasa memang begitu."

"Matamu sangat bagus sekali." Ucapnya dengan penuh kekaguman. "Kau memiliki pendamping yang sangat kuat."

"Siluman gagak dari hutan larangan, dan siluman ular, walaupun tidak sekuat si gagak." Ucap Arya Susena dengan tawa kecil.

"Memangnya, kau mau apa denganku anak muda?."

"Saya hanya ingin mengetahui informasi penting tuan."

"Informasi apa yang kau inginkan anak muda?."

"Apakah para rampok itu sering lewat sini?."

"Maksudmu kelompok kelalawar hitam?."

"Ya, betul sekali tuan."

"Mereka kadang memang lewat di sini." Jawabnya. "Hanya lewat saja." Lanjutnya. "Karena tidak ada yang bisa mereka rampok di kawasan ini."

"Terima kasih atas informasinya tuan." Arya Susena tersenyum kecil. "Kenapa tuan masih berada di sini?." Arya Susena merasa heran. "Penyesalan tuan sangat besar sekali."

"Sebenarnya aku ingin kembali ke kadipaten pakualam raya." Jawabnya. "Tapi aku malah terbunuh di sini." Ucapnya sambil menepuk pundak Arya Susena.

Deg!.

Hingga saat itu Arya Susena seperti terbawa oleh sebuah dimensi yang aneh, ia dapat melihat kejadian di mana sosok lelaki itu terbunuh oleh para rampok.

Deg!.

Arya Susena kembali merasakan kesadarannya, hatinya terasa sakit.

"Ternyata para rampok itu membunuh tuan."

"Apakah aku bisa meminta bantuan padamu anak muda."

"Tuan ingin saya mencari keberadaan istri tuan?."

"Ya." Jawabnya. "Aku sangat cemas, akan keselamatannya anak muda." Wajah pucatnya terlihat resah, takut, dan banyak beban.

Arya Susena terdiam sejenak, ia bingung mau merespon seperti apa. "Siapa nama istri tuan?."

"Nyai padmasari jelita."

Arya Susena terdiam sejenak, sambil mengingat sesuatu.

"Istri tuan diselamatkan oleh seseorang." Jawabnya. "Saya pernah bertemu dengannya sekali."

"Kau pernah bertemu dengan istriku?." Tatapan matanya terlihat ada harapan.

"Ya." Jawabnya. "Istri tuan dijaga dengan baik, oleh seorang petinggi istana."

"Petinggi istana?."

"Benar tuan."

"Tapi bagaimana bisa?."

"Ada kenalan petinggi istana yang baik pada saya." Jawabnya. "Dia adalah paman dharmapati senar surya tangguh." Lanjutnya. "Tapi maaf, beliau yang telah menikahi istri tuan."

"Jadi begitu?." Ada rasa sedih di hatinya.

"Paman dharmapati senar surya tangguh telah bercerita pada saya." Arya Susena kembali bercerita. "Beliau tidak tega, melihat kesedihan yang dirasakan oleh istri tuan." Lanjutnya. "Paman dharmapati senar surya tangguh, sedang memeriksa kejadian sebenarnya."

"Kalau begitu, aku meminta bantuan padamu anak muda."

"Apa yang tuan inginkan?."

"Sampaikan salamku padanya." Ucapnya dengan senyuman yang lapang. "Katakan pada istriku, bahwa aku sangat mencintainya." Tanpa sadar air matanya mengalir begitu saja. "Aku akan selalu mendoakan kebahagiaan untuknya."

"Tentu saja tuan." Arya Susena memberi hormat.

"Terima kasih anak muda." Perlahan-lahan sukma lelaki itu menghilang, sudah tidak ada lagi di sana.

"Kurang ajar." Dalam hati Arya Susena sangat mengutuk. "Kalian akan aku bunuh, lebih sadis yang kalian lakukan pada tuan wangsa tekun." Arya Susena seakan-akan merasakan gejolak emosi tuan Wangsa Tekun. "Mereka harus diberi pelajaran yang sangat berharga."

...***...

Istana Kerajaan.

"Pendekar kegelapan itu, mereka hanya diisi oleh para remaja saja Gusti." Ucap Rambo si telik sandi khusus. "Tidak ada orang-orang khusus, atau orang penting lainnya yang berdiri di belakang mereka."

"Para remaja?." Prabu Maharaja Kanigara Rajendra terlihat sedang berpikir. "Kau yakin?."

"Sangat yakin sekali Gusti."

"Bagaimana mungkin? Anak remaja ingin berontak?." Prabu Maharaja Kanigara Rajendra semakin heran. "Pada kekuasaan yang aku pimpin saat ini?." Kening sang Prabu terlihat mengkerut aneh. "Apa yang telah mereka ketahui tentang kehidupan ini? Dorongan apa yang membuat mereka ingin berontak padaku?."

"Mungkin saja mereka adalah anak-anak dari petinggi istana sebelumnya." Jawab Rambo. "Orang tua mereka terbunuh ketika peristiwa itu Gusti." Lanjutnya. "Sehingga mereka ingin balas dendam pada Gusti."

"Ho?." Respon Prabu Maharaja Kanigara Rajendra. "Besar juga nyali mereka." Sang Prabu sedikit terkesan. "Ingin melawan aku yang hebat ini." Sang Prabu selalu membanggakan dirinya. "Apakah kau mengetahui? Di mana mereka mendirikan tempat berlindung?."

"Di hutan larangan, dekat sebelah timur kerajaan ini Gusti."

"Kalau begitu serbu mereka di sana."

"Mohon ampun Gusti." Rambo memberi hormat. "Hutan larangan terkenal sangat angker sekali Gusti."

"Lantas?."

"Tidak ada satupun orang yang berani masuk ke sana."

"Terus? Bagaimana dengan para bocah nakal itu?." Prabu Maharaja Kanigara Rajendra menatap serius ke arah bawahannya itu. "Bagaimana mungkin? Mereka bisa masuk ke sana? Jika hutan itu angker?."

"Sekali lagi maafkan hamba Gusti." Ucapnya lagi. "Hamba saja tidak berani masuk ke sana." Lanjutnya. "Hamba mendapatkan informasi itu, dari para penduduk yang tak jauh dari hutan larangan."

"Ah!." Tepis sang Prabu dengan perasaan jengkel. "Aku tidak mau tahu!." Ucap sang Prabu dengan tegas. "Kejar mereka sampai ke sana!."

Rambo masih belum merespon, ia sedang memikirkan cara yang baik.

"Jika perlu, bakar hutan larangan itu!."

"Tapi Gusti?."

"Lakukan sesuai dengan perintah ku!."

"Sandika Gusti Prabu." Rambo kembali memberi hormat. "Kalau begitu, hamba akan segera bergerak."

"Bagus." Prabu Maharaja Kanigara Rajendra sangat senang. "Jangan kembali, jika kau gagal melakukannya."

"Sandika Gusti." Setelah memberi hormat, Rambo segera meninggalkan ruangan itu.

"Melawan bocah? Heh!." Prabu Maharaja Kanigara Rajendra mendengus kesal. "Aku sangat yakin, pasti ada orang lain, yang berdiri di belakang mereka." Sang Prabu sangat yakin itu. "Aku tidak akan membiarkan mereka bergerak sesuka hati, di wilayah kekuasaan ku." Prabu Maharaja Kanigara Rajendra telah membulatkan tekad. "Mereka pasti akan aku singkirkan secepatnya." Hanya itu saja keinginan sang Prabu.

Apakah yang akan terjadi selanjutnya?. Apakah Prabu Maharaja Kanigara Rajendra menyingkirkan kelompok pendekar kegelapan?. Simak dengan baik kisah selengkapnya, temukan jawabannya.

...***...

Episodes
1 INFORMASI
2 BERGERAK SESUAI RENCANA
3 GEJOLAK HATI
4 PERTARUNGAN
5 KABAR?
6 JANGAN MAIN-MAIN
7 HAL YANG TAK SEHARUSNYA.
8 PERASAAN YANG KUAT
9 SUDAH BERGRAK
10 HANYA ITU SAJA
11 BERGRAK CEPAT
12 JURUS YANG MENGURAS TENAGA
13 TEKAD YANG KUAT
14 SAKIT DI HATI
15 HATI YANG TELAH HANCUR
16 DENDAM DAN RASA SAKIT
17 PEMBALASAN
18 LUKA YANG SANGAT DALAM
19 GEJOLAK HATI YANG MEMBARA
20 ARYA SUSENA
21 PERBATASAN
22 PILIH BERTAHAN
23 HATI YANG SIAP
24 HATI YANG KUAT
25 SEBUAH TINDAKAN
26 SIAPA YANG LEBIH KUAT?
27 AWAL YANG BAIK
28 ALASAN TIDAK IKUT BERTARUNG
29 RENCANA ARYA SUSENA
30 JANGAN BERANI MENANTANG
31 SANDIWARA?
32 MENUNGGU WAKTU YANG TEPAT
33 APAKAH BENAR SEPERTI ITU?
34 SALAM PERPISAHAN
35 KEPUTUSAN YANG KUAT
36 PERSIAPAN PERANG
37 KENAPA SEPERTI ITU?
38 KEBIMBANGAN HATI
39 LEDAKAN AMARAH
40 KONDISI PERANG
41 TAKTIK PERTARUNGAN
42 ANCAMAN MEMATIKAN
43 PERASAAN BENCI YANG DALAM
44 AMARAH YABG TIDAK TEPAT
45 TANGISAN KESEDIHAN
46 PERTEMUAN YANG MENYAKITKAN
47 MENGURAS EMOSI JIWA
48 HATI SEKUAT BAJA
49 KEBENCIAN YANG SANGAT DALAM
50 BERANI MENUNTUT?
51 KEPUTUSAN ARYA SUSENA
52 MULAI BERGERAK
53 MASALAH YANG RUMIT
54 DIPENUHI DENDAM MEMBARA
55 JANGAN MENGGANGGU
56 KECEMASAN HATI YANG BERLEBIHAN
57 KEPUTUSAN YANG KUAT
58 PERTARUNGAN YANG DAHSYAT
59 FIRASAT BURUK
60 PERTARUNGAN HARI ITU
61 BERMULUT KASAR
62 HATI YANG BAIK
63 JANGAN SAMPAI SEPERTI ITU
64 TIDAK TERDUGA SAMA SEKALI
65 PERASAAN HATI YANG SEBENARNYA
66 ARYA SUSENA SI PEMARAH
67 MASA LALU YANG PAHIT
68 KEJADIAN YANG MENGEJUTKAN
69 KEMARAHAN YANG MEMBARA
70 APA YANG TERJADI SEBENARNYA?
71 MASALAH DAN SOLUSI
72 KEMARAHAN YANG MEMBUNCAH
73 MENGHADAPI MASALAH YANG TERJADI
74 KEKUATAN YANG MENGERIKAN
75 PERASAAN CINTA
76 BERANI BERKATA
77 KETEGUHAN HATI ARYA SUSENA
78 KEBERSAMAAN YANG NYAMAN
79 MELEPASKAN PERASAAN DENDAM
80 ADA APA INI?
81 JANGAN SINGGUNG MASALAH ITU
82 KENAPA DENGAN ARYA SUSENA?
83 KEPUTUSAN HATI YANG KUAT
84 PERTEMUAN YANG TAK TERDUGA
85 ADA YANG ANEH
86 ITULAH ALASANNYA
87 SEDEKAT ITU?
88 KEJADIAN SAAT ITU
Episodes

Updated 88 Episodes

1
INFORMASI
2
BERGERAK SESUAI RENCANA
3
GEJOLAK HATI
4
PERTARUNGAN
5
KABAR?
6
JANGAN MAIN-MAIN
7
HAL YANG TAK SEHARUSNYA.
8
PERASAAN YANG KUAT
9
SUDAH BERGRAK
10
HANYA ITU SAJA
11
BERGRAK CEPAT
12
JURUS YANG MENGURAS TENAGA
13
TEKAD YANG KUAT
14
SAKIT DI HATI
15
HATI YANG TELAH HANCUR
16
DENDAM DAN RASA SAKIT
17
PEMBALASAN
18
LUKA YANG SANGAT DALAM
19
GEJOLAK HATI YANG MEMBARA
20
ARYA SUSENA
21
PERBATASAN
22
PILIH BERTAHAN
23
HATI YANG SIAP
24
HATI YANG KUAT
25
SEBUAH TINDAKAN
26
SIAPA YANG LEBIH KUAT?
27
AWAL YANG BAIK
28
ALASAN TIDAK IKUT BERTARUNG
29
RENCANA ARYA SUSENA
30
JANGAN BERANI MENANTANG
31
SANDIWARA?
32
MENUNGGU WAKTU YANG TEPAT
33
APAKAH BENAR SEPERTI ITU?
34
SALAM PERPISAHAN
35
KEPUTUSAN YANG KUAT
36
PERSIAPAN PERANG
37
KENAPA SEPERTI ITU?
38
KEBIMBANGAN HATI
39
LEDAKAN AMARAH
40
KONDISI PERANG
41
TAKTIK PERTARUNGAN
42
ANCAMAN MEMATIKAN
43
PERASAAN BENCI YANG DALAM
44
AMARAH YABG TIDAK TEPAT
45
TANGISAN KESEDIHAN
46
PERTEMUAN YANG MENYAKITKAN
47
MENGURAS EMOSI JIWA
48
HATI SEKUAT BAJA
49
KEBENCIAN YANG SANGAT DALAM
50
BERANI MENUNTUT?
51
KEPUTUSAN ARYA SUSENA
52
MULAI BERGERAK
53
MASALAH YANG RUMIT
54
DIPENUHI DENDAM MEMBARA
55
JANGAN MENGGANGGU
56
KECEMASAN HATI YANG BERLEBIHAN
57
KEPUTUSAN YANG KUAT
58
PERTARUNGAN YANG DAHSYAT
59
FIRASAT BURUK
60
PERTARUNGAN HARI ITU
61
BERMULUT KASAR
62
HATI YANG BAIK
63
JANGAN SAMPAI SEPERTI ITU
64
TIDAK TERDUGA SAMA SEKALI
65
PERASAAN HATI YANG SEBENARNYA
66
ARYA SUSENA SI PEMARAH
67
MASA LALU YANG PAHIT
68
KEJADIAN YANG MENGEJUTKAN
69
KEMARAHAN YANG MEMBARA
70
APA YANG TERJADI SEBENARNYA?
71
MASALAH DAN SOLUSI
72
KEMARAHAN YANG MEMBUNCAH
73
MENGHADAPI MASALAH YANG TERJADI
74
KEKUATAN YANG MENGERIKAN
75
PERASAAN CINTA
76
BERANI BERKATA
77
KETEGUHAN HATI ARYA SUSENA
78
KEBERSAMAAN YANG NYAMAN
79
MELEPASKAN PERASAAN DENDAM
80
ADA APA INI?
81
JANGAN SINGGUNG MASALAH ITU
82
KENAPA DENGAN ARYA SUSENA?
83
KEPUTUSAN HATI YANG KUAT
84
PERTEMUAN YANG TAK TERDUGA
85
ADA YANG ANEH
86
ITULAH ALASANNYA
87
SEDEKAT ITU?
88
KEJADIAN SAAT ITU

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!