...***...
Kelompok kegelapan telah bergerak, saat ini mereka berada di kawasan para rampok yang sedang bercokol di sebuah hutan yang cukup lebat.
"Kurang ajar! Kita tidak bisa mendengarkan pembicaraan mereka." Umpat Nismara dengan kesalnya.
Blofh!.
Deg!.
Mereka semua terkejut melihat perubahan yang dilakukan oleh Arya Susena.
"Aku yang akan mendekati mereka." Ucap Arya Susena dalam wujud kucing hitam.
"Terserah kau saja." Balas Nismara.
Arya Susena melenggok dengan santainya menuju tenda para rampok itu.
"Kurang ajar sekali anak ini." Dalam hati Barja sangat kesal. "Dia bisa mengubah dirinya, hanya untuk mendapatkan informasi secara langsung." Hatinya sangat mengutuk. "Andai saja aku juga bisa melakukan seperti itu." Dalam hatinya sangat marah.
"Salah satu jurus aneh yang dimiliki arya susena." Dalam hati Nismara merasa heran. "Selain bisa melihat hantu, dia bisa mengubah dirinya menjadi wujud lain."
"Kadang aku bertanya, apakah aku masih normal atau tidak." Dalam hati Patari bergidik ngeri melihat perubahan Arya Susena.
"Hanya arya susena, yang mampu melakukan itu." Dalam hati Darsana juga merasa heran. "Dia sangat luar biasa sekali." Ada perasaan kagum terselip di hatinya saat itu.
Arya Susena yang berada di dalam wujud kucing pun telah berhasil masuk ke dalam tenda kawanan perampok dengan aman, tanpa ada satu orangpun yang merasa curiga. Arya Susena dengan sangat leluasa mendengarkan apa yang mereka bicarakan.
"Apakah kalian telah menyebarkan berita tentang itu?." Matanya menatap mereka semua. "Berita tentang kawanan perampok, yang melakukan aksi mereka, atas perintah dari Raden kanigara lakeswara?."
"Kakang tenang saja." Jawabnya. "Kami telah melakukannya dengan sangat baik." Senyuman puas mengembang di wajahnya. "Warga desa rambi sangat percaya, dan mereka sangat mengutuk Raden kanigara lakeswara."
"Hahaha!."
Mereka malah tertawa setelah mendengarkan ucapan itu?. Seperti ada hal yang sangat lucu, sehingga mereka tertawa sangat puas. Pada saat itu mereka berbicara dengan sangat lancar, tanpa menyadari jika ada seseorang yang menyimak pembicaraan itu.
"Bagus, itu sangat bagus sekali."
"Biar rakyat semakin membenci keluarga istana."
"Ya, termasuk benci pada Raden lakeswara."
"Hahaha!."
"Mari kita nikmati kesenangan hari ini."
"Tentu saja kakang."
"Hahaha!."
"Seperti yang aku duga sebelumnya." Dalam hati Arya Susena. "Ini ada kesalahan yang tidak bisa dimaafkan." Dalam hati Arya Susena sangat marah luar biasa.
"Panas." Keluh mereka sambil mengipasi wajah mereka dengan tangan.
"Kenapa cuaca tiba-tiba saja panas kakang?."
"Entahlah adi." Jawabnya. "Rasanya tempat ini hampir saja terbakar, saking panasnya."
Mereka semua keluar dari tenda itu, merasakan panas yang tidak biasa.
"Hei! Lihat itu." Darsana menunjuk ke arah para rampok yang keluar dengan raut wajah aneh. "Mereka keluar, dan terlihat seperti kepanasan."
"Si arya itu memang gila." Barja malah bergidik heran. "Aku rasa mereka kepanasan, karena amarah dari arya susena." Ucapnya. "Walaupun dalam bentuk kucing sekalipun, amarahnya itu sangat mengerikan sekali."
"Ya, kau benar barja." Nismara juga memperhatikan itu. "Dia itu memang gila."
"Hahaha!." Patari malah tertawa mendengarnya. "Mengerikan juga, kalau kita bermusuhan dengannya."
"Jangan sampai itu terjadi mba yu." Darsana bergidik ngeri membayangkan itu terjadi padanya. "Cukup sekali, di masa lalu kita bermusuhan dengannya."
"Aku rasa kau benar darsana." Barja masih ingat itu. "Aku sangat takut sekali berhadapan dengan arya sinting itu."
"Ya, jangan sampai terjadi untuk kedua kalinya." Patari juga pernah bermusuhan dengan Arya Susena.
"Hufh!." Nismara hanya bisa menghela nafasnya dengan lelahnya.
...***...
Di istana.
Ratu Arundaya Dewani saat itu menemui Prabu Maharaja Kanigara Rajendra. Hatinya masih merasa keberatan dengan tugas yang telah dilakukan oleh Raden Kanigara Lakeswara anaknya.
"Mohon ampun kanda Prabu." Ratu Arundaya Dewani memberi hormat. "Jika saya datang di saat yang tidak tepat."
"Katakan saja." Balas Prabu Maharaja Kanigara Rajendra dengan senyuman kecil. "Apa yang dinda ingin katakan?." Sorot matanya memperhatikan lekat istri keduanya itu. "Jangan berbelit-belit." Lanjut sang Prabu. "Katakan saja."
"Saya hanya ingin memastikan." Ratu Arundaya Dewani terlihat menahan segala gejolak emosi di hatinya. "Kenapa kanda Prabu menyuruh putra saya?." Tatapan matanya terlihat sedih. "Melakukan tugas membasmi para kawanan perampok?." Ungkap Ratu Arundaya Dewani. "Itu adalah pekerjaan yang sangat berbahaya kanda." Hatinya sangat sakit, dan sesak. "Bisa membahayakan keselamatan putra saya, nanda lakeswara."
"Sebagai putra mahkota?!." Balas Prabu Maharaja Kanigara Rajendra dengan tegas. "Apakah tidak ada yang bisa? Anakmu lakukan selain berdiam diri saja di istana ini?!." Suara sang Prabu terdengar tinggi, dan terselip amarah di sana. "Bahkan para prajurit yang berdiam diri, mematung di pintu bilik aku ini!." Ucap sang Prabu sambil menunjuk ke arah pintu ruangan pribadinya. "Masih memiliki manfaat, untuk melaporkan siapa saja padaku!." Bahkan tangannya ikut menggebrak meja di hadapannya. "Yang hendak masuk ke ruangan ini!." Ucap Sang Prabu penuh penekanan. "Mereka lebih berguna dari putramu itu!."
"Kejam sekali engkau kanda Prabu!." Ratu Arundaya Dewani sangat sakit hati mendengarkan ucapan itu. "Kejam sekali kanda Prabu!." Terlihat nafas Ratu Arundaya Dewani yang naik turun karena menahan amarahnya. "Membandingkan putra saya, dengan tugas seorang prajurit jaga!."
"Jika anakmu itu tidak ingin, dibandingkan dengan prajurit jaga?!." Prabu Maharaja Kanigara Rajendra menyeringai lebar. "Maka? Lakukan apapun! Yang aku perintahkan!."
Hati Ratu Arundaya Dewani sangat sakit mendengarkan ucapan itu. Apa lagi suaminya itu sangat marah-marah padanya. Perasaan dendam di masa lalu, masih membekas di dalam ingatan masing-masing, atas apa yang telah mereka lalui saat itu.
"Setidaknya kanda Prabu-."
"Pergi kau dari sini!." Prabu Maharaja Kanigara Rajendra semakin marah. "Kesabaranku hari ini sedang sangat tipis!." Tegasnya. "Setipis daun lontar yang siap aku tulis, jika kau bukanlah istriku lagi." Ucap sang Prabu dengan nada mengusir.
"Baik!." Balas Ratu Arundaya Dewani menahan segala emosi jiwanya. "Saya pergi!." Ratu Arundaya Dewani terlihat hampir menangis. "Kanda terlalu baik, sebagai tempat saya meminta sandaran hidup."
Setelah berkata seperti itu, Ratu Arundaya Dewani langsung meninggalkan tempat. Hatinya yang saat itu sangat sakit atas apa yang telah dilakukan Prabu Maharaja Kanigara Rajendra padanya. Hati ibu mana?. Hati wanita mana?. Yang tidak sakit?. Jika ucapannya tidak didengar oleh orang yang seharusnya melindungi dirimu?. Dan melindungi anakmu?.
"Heh!." Prabu Maharaja Kanigara Rajendra mendengus kesal. "Kau tidak perlu berkata seperti itu padaku." Sang Prabu meneguk minuman yang tersaji. "Bagiku, kau adalah siksaan yang sangat menyenangkan." Senyuman sang Prabu mengembang begitu saja. "Aku tidak akan melepaskan kau begitu saja." Lanjut sang Prabu. "Kau, dan anakmu itu, akan aku singkirkan secara perlahan-lahan." Ada rencana tidak baik, yang tergambar di kepala Prabu Maharaja Kanigara Rajendra saat itu.
Rencana seperti apa yang akan dilakukan oleh Prabu Maharaja Kanigara Rajendra selanjutnya?. Simak dengan baik kisahnya.
...***...
Raden Kanigara Lakeswara dan prajurit yang ikut bertugas.
Saat itu mereka melewati sebuah desa yang cukup ramah sekali, dan beristirahat di sana.
"Hei!." Tegur seorang lelaki dewasa pada kawannya yang kebetulan duduk di sana. "Bukankah itu Raden kanigara lakeswara?."
Mereka yang mendengarkan ucapan itu memperhatikan dengan seksama penampilan Raden Kanigara Lakeswara yang cukup sederhana sebagai seorang pangeran.
"Ya, aku rasa memang dia."
"Apakah kalian tidak dengar kabar?."
"Maksudmu kabar tentang rampok itu?."
"Ya, apa lagi memang?."
"Dia yang memimpin para rampok itu kakang."
"Apa yang harus kita lakukan?."
Untuk sesaat mereka terdiam sambil memperhatikan keadaan sekitar.
"Kita tidak bisa bergerak sembarangan."
"Ya, aku dengar para prajurit istana sangat tangguh sekali."
"Jadi? Kita hanya bisa berdiam diri saja?."
"Jangan gegabah."
"Kita punya pendekar kegelapan."
"Kau benar."
Kali ini raut wajah mereka terlihat seperti memiliki harapan.
"Semoga saja informasi ini sampai pada pendekar kegelapan."
"Ya, semoga saja dia ringkus oleh kelompok pendekar kegelapan."
"Semoga saja."
Mereka sangat berharap, jika Raden Kanigara Lakeswara dibunuh oleh pendekar kegelapan. Apakah bisa seperti itu nantinya?.
...***...
Arya Susena menatap seorang kakek tua yang sedang duduk di sebuah pohon besar.
"Kau kembali lagi anak muda?."
"Saya kembali lagi eyang." Balasnya sambil memberi hormat. "Saya telah bertemu dengan rampok itu."
"Apakah benar? Mereka yang telah membunuh anakku?."
"Saya telah melihat masa lalu dari mereka." Jawabnya. "Memang mereka yang telah melakukannya."
"Oh?." Lelaki tua itu terlihat sangat sedih. "Anakku terbunuh oleh rampok." Air matanya mengalir begitu saja.
"Jasadnya tidak jauh dari tempat ini." Ucap Arya Susena sambil menunjuk ke arah itu. "Ketika mereka berhasil membunuh eyang di sini, anak eyang melarikan diri." Lanjutnya. "Sayang sekali, ia tertangkap oleh rampok, dan dibunuh dengan sangat sadis."
"Oh? Dewata yang agung." Kakek tua itu semakin sedih. "Bagaimana dengan sukma anakku?." Kakek tua terlihat berharap. "Apakah ia menderita?."
Arya Susena terdiam sejenak, tidak tahu harus menyampaikan seperti apa pada kakek itu.
"Kenapa kau diam saja anak muda?." Kakek tua itu mendesak Arya Susena. "Apakah aku masih bisa bertemu dengan sukma anakku?."
"Dari apa yang saya lihat." Jawab Arya Susena dengan hati-hati. "Sukma anak eyang telah bermuara di alam lain."
"Bermuara ke alam lain?."
"Sukma anak tuan dituntut oleh seseorang, agar segera memasuki alam nirwana yang lebih bahagia."
"Oh? Syukurlah kalau begitu." Kakek tua itu merasa sangat senang. "Terima kasih atas bantuanmu anak muda."
"Sama-sama eyang." Arya Susena kembali memberi hormat. "Kalau begitu pergilah ke alam nirwana eyang." Arya Susena tersenyum kecil. "Anak eyang pasti menunggu di sana."
"Aku rasa kau benar anak muda." Seketika wajah kakek tua itu berubah menjadi lebih bersahabat. "Sekali lagi aku ucapkan terima kasih anak muda." Perlahan-lahan sukma itu memudar. "Aku harap, kau mampu menjaga negeri ini dengan baik." Lanjutnya. "Arya susena, kau adalah calon pemimpin hebat selanjutnya."
Deg!.
Arya Susena terkejut mendengarnya.
"Kakek tua itu mengetahui nama asliku?." Dalam hatinya merasa heran.
...***...
Di sebuah jembatan.
"Di mana arya?." Barja mengamati sekitarnya.
"Aku tidak tahu." Jawab Darsana.
"Katanya ia ingin ke sebuah tempat." Patari yang menjawab. "Kita disuruh menunggu di jembatan ini."
"Memangnya apa yang akan kita lakukan di jembatan ini?." Barja semakin heran. "Setelah mengalahkan para rampok, kita malah disuruh ke sini."
"Tentu saja untuk menghancurkan jembatan ini."
Deg!.
Mereka semua terkejut mendengar suara Arya Susena yang sangat dekat, namun tidak terlihat sama sekali wujudnya.
"Kenapa kalian malah termenung seperti itu?."
Deg!.
Mereka semakin terkejut, karena kali ini Arya Susena dalam wujud burung gagak hitam.
"Tugas kita menghancurkan jembatan ini." Ucapnya sambil mengubah dirinya ke wujud manusia. "Jembatan menuju desa rambi." Lanjutnya.
"Kenapa kita harus menghancurkan jembatan ini?." Barja yang memberanikan dirinya untuk bertanya.
"Untuk mencegah Raden lakeswara, agar tidak memasuki daerah ini."
"Kau yakin? Ingin melindungi pihak istana?."
Tidak ada jawab dari Arya Susena, hingga untuk beberapa saat suasana terlihat hening.
"Hancurkan saja jembatan ini." Ucapnya sambil melangkah menuju ujung jembatan. "Aku tidak suka, ada keluarga istana memasuki kawasan desa ini." Ucapnya tanpa melihat ke arah mereka.
Deg!.
Saat itu mereka terkejut merasakan hawa panas yang tidak biasa.
"Baik, akan kami hancurkan jembatan ini." Darsana segera melompat ke ujung jembatan.
"Kau tenang saja, kami akan menghancurkannya." Patari juga ikut melompat menyusul.
Begitu juga dengan Barja dan Nismara, karena takut membantah ucapan Arya Susena.
"Apakah kau yakin? Jika Raden kanigara lakeswara? Akan datang ke desa ini?." Barja kembali mencoba bertanya.
"Mata-mata yang aku kirim ke sana sangat banyak sekali." Jawab Arya Susena. "Kau tidak perlu ragu padaku." Lanjutnya. "Bahkan aku sendiri bisa masuk ke sana, tanpa adanya kendala sama sekali." Ucapnya dengan penuh percaya diri. "Lakukan."
"Baiklah." Barja dan Darsana segera mengambil ancang-ancang, dan mereka menyalurkan kekuatan tenaga dalam ke telapak tangan, hingga akhirnya mengarahkan kekuatan itu ke jembatan.
Duarr!.
Terdengar ledakan yang cukup kuat, akibat tenaga dalam yang mereka salurkan.
"Kalau begitu, kita istirahat di pondok singgahan saja malam ini." Ucap Arya Susena. "Kita tunggu kedatangannya."
"Baiklah kalau begitu arya." Balas Barja.
"Sebelum malam menjelang, aku ingin melihat keadaan sekitar." Ucap Darsana. "Mungkin saja, masih ada kawanan perampok itu memiliki kawan yang lainnya."
"Aku akan ikut dengan darsana." Barja berniat kabur.
"Kami juga ingin memastikan keadaan desa ini." Patari juga mencari alasan. "Mari nismara." Ucapnya sambil menarik paksa lengan Nismara. "Kita juga punya tugas penting."
"Ya, aku rasa kau benar." Nismara merasa bingung, hanya saja ia juga tidak ingin berlama-lama berada di sana.
"Kami pergi dulu arya."
Darsana, Barja, Patari dan Nismara segera meninggalkan tempat. Tentu saja mereka tidak tahan dengan aura amarah yang ditebarkan oleh Arya Susena. Kulit mereka bisa terbakar habis, atau bahkan nyawa mereka bisa melayang sia-sia jika tidak segera meninggalkan tempat. Kemarahan Arya Susena memang berbeda dari kemarahan orang normal pada umumnya.
"Maaf saja, aku tidak bisa menceritakan pada kalian." Dalam hati Arya Susena hanya bisa berharap, bahwa apa yang ia lakukan tidak keliru. "Aku tahu kalian benci pada keluarga istana." Dalam hatinya. "Namun, ada satu orang yang tidak boleh kita benci." Hatinya merasa tidak nyaman sama sekali. Baginya itu adalah jurang pemisah yang tidak baik bagi kelangsungan kerja sama untuk mereka. "Cepat atau lambat, aku rasa kalian akan mengetahuinya." Arya Susena mencoba untuk menguatkan hatinya, agar tidak melakukan hal berbahaya pada temannya. Apakah yang akan terjadi selanjutnya?. Apakah Arya Susena berniat melindungi Raden Kanigara Lakeswara?. Simak terus kisahnya ya.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments