TEKAD YANG KUAT

...***...

Malam harinya.

Arya Susena sedang menatap langit malam, hatinya sedang memikirkan sesuatu.

"Paman warsa jadi pernah berkata." Dalam hatinya merasakan kegelisahan yang tidak biasa. "Bahwa aku sangat mirip sekali dengan ayahanda Patih." Suasana hatinya semakin gelisah. "Ayahanda arya saka." Arya Susena menyebutkan nama itu. "Andai saja ayahanda masih hidup, apakah aku akan menjadi seorang pemuda yang seperti ini?." Pikirannya sedikit berkelana, membayangkan dirinya mengenakan pakaian bagus, ia dihormati oleh siapa saja. "Apakah tanganku ini?." Ucapnya sambil mengamati telapak tangannya. "Masih terhindar dari noda darah? Dan aku menjadi seorang pemuda yang pendiam?." Dari lubuk hatinya yang paling dalam bertanya-tanya seperti itu. "Ibunda." Terbayang sosok wanita di batinnya. "Walaupun aku tidak kenal dengan pasti siapa ibundaku." Hatinya merasakan sakit. "Namun aku sangat berharap, jika suatu hari nanti, aku bisa bertemu, dan membebaskan engkau dari tempat terkutuk." Hatinya sakit, seperti ditusuk pisau tajam. "Tunggulah barang sebentar ibunda." Arya Susena berusaha untuk menekan segala perasaan sesak itu. "Aku pasti bisa mempelajari jurus itu, dan mengeluarkan engkau dari tempat terkutuk itu." Hatinya sangat berharap, bahwa ibunda yang telah melahirkannya ke dunia ini, masih dalam keadaan baik-baik saja.

"Arya." Darsana memanggil Arya Susena.

"Ada apa darsana?."

"Apakah aku boleh bertanya padamu?."

Arya Susena memberi kode pada Darsana, agar duduk bersamanya.

"Kau mau bertanya apa padaku?."

"Kau tampak kelelahan sekali." Ucapnya dengan hati-hati. "Kau menggunakan jurus penembus alam sukma?." Matanya menyipit, seakan-akan menghakimi Arya Susena.

"Kenapa kau sangat yakin?." Balas Arya Susena. "Jika aku menggunakan jurus itu?."

"Aku pernah melihat kau, menggunakan jurus itu sekali." Jawabnya. "Seharian kau bisa tidur pulas, karena kehabisan tenaga."

Tidak ada komentar dari Arya Susena.

"Kau menggunakan jurus itu, ketika membantu dharmapati jala sutra." Ucapnya lagi. "Yang ingin membuktikan, bahwa temannya dharmapati tuah agung bermuka dua padanya." Lanjutnya. "Kali ini, kau gunakan pada siapa? Jurus penembus alam sukma itu?."

"Raden kanigara lakeswara."

Deg!.

Darsana sangat terkejut mendengarnya. "Kau masih waras arya?!." Spontan ia marah pada Arya Susena. "Untuk apa?! Kau menggunakan jurus itu padanya?."

"Aku hanya ingin menunjukkan padanya." Jawabnya dengan sangat santai. "Bahwa Prabu maharaja kanigara rajendra, bukanlah ayahanda kandungnya."

"Hufh!." Darsana mengambil nafas dalam-dalam. "Keuntungan apa? Yang akan kau dapatkan?." Darsana bertanya seperti itu. "Ketika kau menggunakan jurus itu pada Raden kanigara lakeswara?."

"Sudahlah darsana." Balas Arya Susena. "Tenagaku telah pulih." Lanjutnya dengan jengkelnya. "Kau tidak perlu cemas masalah itu."

"Kau ini sangat santai sekali arya." Kembali ia menghela nafas. "Aku yang lelah melihat sikapmu yang seperti itu.

"Hahaha!." Arya Susena tertawa keras.

...***...

Keesokan harinya, Istana.

"Mohon ampun Raden."

"Ada apa prajurit?."

"Hamba salah satu prajurit, yang ikut bersama Raden kanigara lakeswara." Jawabnya. "Kami telah kembali Raden."

"Lantas?." Respon Raden Kanigara Hastungkara. "Kenapa kau cepat sekali kembali?." Ucapnya dengan herannya. "Apakah kau telah berhasil? Melakukan tugas dengan baik?."

"Tentu saja Raden." Jawabnya sambil memberi hormat.

Deg!.

Raden Kanigara Hastungkara, dan Raden Kanigara Ganda spontan berdiri, saking terkejutnya dengan ucapan itu.

"Apakah kau yakin?."

"Benarkah? Kalian telah menyelesaikan tugas itu dengan baik?."

"Hamba tidak berbohong Raden." Jawabnya. "Saat ini kawan-kawan hamba, telah berada di halaman istana." Lanjutnya. "Membawa jasad Raden kanigara lakeswara."

"Bagaimana raka?."

"Kita lihat ke sana rayi."

"Baiklah kalau begitu."

Raden Kanigara Hastungkara, dan Raden Kanigara Ganda segera menuju halaman Istana.

"Semoga saja benar, apa yang dikatakan prajurit itu raka."

"Ya, semoga saja rayi."

Tentu saja mereka sangat berharap, jika itu bukanlah sebuah berita yang bohong.

...***...

Kembali ke masa itu.

"Memangnya? Apa yang akan kau lakukan padaku?." Raden Kanigara Lakeswara masih waspada.

"Hamba akan melambari tubuh Raden." Jawabnya. "Menggunakan jurus pengendali alam sukma."

"Kau akan menggunakan sihir padaku?."

"Kita terlahir di tanah kependekaran Raden." Arya Susena mencoba menahan tawanya. "Bukan tanah dukun, ataupun tanah tukang sihir." Lanjutnya. "Tenaga dalam yang kita miliki, adalah sesuatu kekuatan murni." Ucapnya lagi. "Walaupun membutuhkan tenaga dalam yang sangat banyak."

"Baiklah." Respon Raden Kanigara Lakeswara. "Apa yang akan terjadi padaku nantinya?." Keningnya terlihat aneh. "Jika engkau menggunakan jurus itu pada tubuhku?."

"Raden tenang saja." Jawab Arya Susena dengan sangat santainya. "Tubuh Raden hanya akan mengalami kelumpuhan saja." Ia mengamati tubuh Raden Kanigara Lakeswara. "Mereka melihat Raden telah sekarat, namun pendengaran Raden masih tajam, serta penglihatan Raden akan lebih tajam."

"Kau tidak menipu aku, kan?."

"Raden tenang saja." Balas Arya Susena dengan senyuman kecil. "Hamba tidak mungkin menyakiti Raden."

"Baiklah." Respon Raden Kanigara Lakeswara. "Aku percaya padamu."

"Kalau begitu, mari kita mulai." Arya Susena melambari tubuh Raden Kanigara Lakeswara dengan menggunakan jurus pengendali alam sukma."

...***...

Keesokan harinya, Hutan Larangan.

Arya Susena saat ini sedang bersama Mandala.

Mereka berlatih menggunakan jurus terlarang, jurus yang dapat mengubah seseorang menjadi siluman. Gerakan demi gerakan dilakukan oleh Arya Susena demi menyempurnakan kelarasan tenaga dalam yang mereka miliki. Tentu saja itu karena kekuatan tenaga dalam siluman berbeda dengan manusia, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk melakukan penyatuan itu.

"Eagkh!." Arya Susena berteriak keras. "Sakit!." Punggungnya terasa sakit, dan panas di saat yang bersamaan.

"Heh!." Mandala yang berada di dalam tubuh Arya Susena mendengus kecil." Apakah seperti ini saja? Kekuatan yang kau miliki arya?."

"Kegh!." Arya Susena menggunakan jurus Pemanas Rasa, jurus yang dapat meredakan semua tenaga dalamnya. "Hoh!." Arya Susena berusaha mengendalikan dirinya, nafasnya terengah-engah. "Jangan remehkan aku." Arya Susena kembali fokus. "Aku tidak akan menyerah begitu saja."

"Bagus kalau begitu." Mandala tersenyum lebar. "Kau memang lelaki yang hebat." Lanjutnya. "Pantas saja ibundaku tertarik padamu."

"Heh!." Arya Susena mendengus kesal. "Aku adalah arya susena!." Tegasnya. "Hanya kematian yang menghentikan, apa yang aku inginkan."

Setelah itu ia kembali melakukan gerakan jurus itu, memaksakan tubuhnya untuk menyimpan dan menyerap aura siluman gagak yang ada pada Mandala.

"Keras kepala juga dia ini." Dalam hatinya sangat terkesan, dengan apa yang dilakukan oleh Arya Susena. "Aku sangat yakin, jurus ini akan segera ia kuasai."

...***...

Di pondok.

"Di mana arya susena?." Barja yang baru saja ikut bergabung, tidak melihat Arya Susena.

"Katanya, dia ingin menemui mandala, sebelum kita berangkat ke istana."

"Mandala?." Barja merasa heran. "Siapa dia?."

"Anak siluman gagak."

"Siluman gagak?."

"Ya."

"Lantas? Apa yang akan kita lakukan?." Barja duduk di samping Patari. "Sambil menunggunya kembali?."

"Sebenarnya aku sangat ingin melihatnya." Jawab Darsana. "Tapi aku takut sekali, melihat wujud para siluman yang mengerikan."

"Sebaiknya kita tunggu saja." Patari menghela nafas panjang. "Aku juga tidak mau melihat hal yang menyeramkan seperti itu."

"Andai saja ada tempat lain yang lebih aman, aku pasti akan pindah ke sana." Ungkap Nismara.

"Jangan terlalu berharap."

"Ya, jangan terlalu berharap."

"Tempat ini dipilih arya susena, karena tidak ada yang berani masuk hutan angker ini."

"Bicara masalah angker." Ucap Darsana. "Aku malah teringat, ketika kita melihat genderuwo menyeramkan."

"Ya." Patari bergidik ngeri. "Arya susena memang gila." Lanjutnya. "Dia malah menyuruh itu setan, menampakkan diri pada kita."

Kembali ke masa itu.

Hari itu, hari kedua mereka berada di dalam hutan larangan.

"Hei!." Darsana memberi kode pada Barja agar mendekatinya. "Coba lihat itu." Tunjuknya ke arah Arya Susena yang sedang sendirian.

"Apa yang sedang ia lakukan di sana?." Patari juga merasa penasaran.

"Malam-malam seperti ini, apa yang ia lakukan sendirian di sana?." Darsana juga bingung melihatnya.

"Kita dekati saja dia." Nismara memberi saran.

Tak lama kemudian mereka mendekati Arya Susena.

"Jadi? Kau melarang kami tinggal di sini?." Arya Susena bertanya pada sosok tak kasat mata.

"Hei!." Tegur Nismara. "Arya susena!." Ia menepuk pundak Arya Susena. "Kau sedang berbicara dengan siapa?."

"Aku sedang berbicara dengan mbah karang."

"Mbah karang?!."

Nismara, Darsana, Patari, dan Barja bersamaan.

"Mbah karang siapa?." Respon Patari. "Jelas-jelas tidak ada siapa-siapa di sini."

Arya Susena melihat ke arah Mbah Karang, melihat raut wajah sosok tersebut sedikit berubah.

"Mbah karang ada di sini." Tunjuk Arya Susena tepat di hadapannya.

"Kau jangan main-main arya." Darsana semakin heran.

"Mbah." Arya Susena memberi hormat. "Mereka ingin melihat wujud mbah."

Cukup lama respon dari Mbah Karang, hingga saat itu muncul sosok genderuwo menyeramkan, membuat mereka terkejut, hingga terpaku di tempat.

"Beliau adalah mbah karang." Ucap Arya Susena dengan sangat santainya.

Deg!.

Sedangkan mereka semua, jantung mereka ingin lepas dari tempatnya. Karena melihat sosok genderuwo menyeramkan dengan tinggi lebih kurang 3 meter.

Kembali ke masa ini.

"Aku tidak menduga, jika ia memiliki penglihatan yang tidak biasa seperti itu." Nismara menarik nafas dalam-dalam.

"Jika boleh jujur, itu sangat aneh." Ucap Patari. "Tidak ada pendekar hebat manapun, yang pernah aku hadapi." Lanjutnya. "Memiliki kekuatan aneh seperti itu."

...***...

Arya Susena mengatur tenaga dalamnya perlahan-lahan, supaya tidak kacau.

"Ho?." Mandala mendekati Arya Susena. "Kau memang sangat hebat sekali arya susena." Mandala sangat terkesan. "Kau hampir menyempurnakan jurus itu."

"Aku harus bisa menggunakan jurus itu." Ucap Arya Susena. "Aku tidak ingin, keluarga yang sedang aku lindungi sekarang." Sorot matanya sangat tajam. "Terbunuh sia-sia, jika berhadapan dengan Raja kejam itu." Hatinya juta terasa panas. "Sebisa mungkin, aku tidak ingin, mereka berhadapan langsung dengan Raja terkutuk itu."

"Kau sangat baik sekali arya." Mandala mengeluarkan bambu yang berisikan air. "Minumlah, kau tampak pucat sekali."

"Terima kasih mandala." Arya Susena mengambilnya, meneguknya dengan pelan.

"Tapi jurus itu menanggung resiko yang sangat tinggi arya." Mandala tampak cemas. "Jika kau gagal dalam melakukan penyempurnaan tahap akhir." Matanya memperhatikan penampilan Arya Susena. "Tubuhmu akan rusak, karena tenaga dalamku dan tenaga dalammu berbenturan." Lanjutnya. "Kau akan tewas seketika."

"Aku tidak takut menanggung resiko apapun." Balasnya. "Bahkan aku hampir mati, ketika mempelajari jurus penembus alam sukma."

"Hahaha!." Mandala tertawa keras mendengarkan ucapan itu. "Kau memang sangat gila arya!." Ucapnya dalam tawanya. "Aku akui, kau memang hebat, dan sangat tangguh dalam menyerap ilmu hitam."

"Heh!." Arya mendengus kesal. "Tidak ada yang bisa menghalangi tekadku." Dalam hatinya. "Aku telah bersumpah! Aku akan membalaskan dendam kematian ayahanda patih arya saka." Gejolak di dalam hatinya sangat kuat, apa lagi jika ia ingat dengan janjinya pada mendiang ayahanda.

Kembali ke masa itu.

Deg!.

Arya Susena merasakan jantungnya berhenti berdetak, nafasnya juga tidak teratur, hingga akhirnya ia jatuh pingsan.

"Sakit sekali rasanya." Itulah dirasakan tubuhnya, pikirannya yang mulai kosong dan perlahan-lahan menghilang.

Namun saat itu ia merasakan ada yang berbeda dengan dirinya.

"Hangat sekali." Dalam hatinya merasakan sebuah ketenangan yang tidak biasa. "Siapa yang telah memeluk aku?." Arya Susena merasakan ada tangan kekar yang memeluk tubuhnya. "Siapa?."

Kesadarannya perlahan-lahan kembali, ia merasakan pelukan hangat dari seseorang.

"Kau telah bangun arya susena."

Arya Susena menangkap sosok asing di depannya, tersenyum lembut padanya.

"Kau telah besar anakku."

"Anak?."

"Ya, kau adalah anakku." Ucap lelaki itu. "Kau adalah putraku, arya susena."

"Apakah tuan." Arya Susena melihat ada kesamaan wajah lelaki itu dengan wajahnya.

"Panggil aku dengan sebutan ayahanda."

"Ayahanda?."

"Ya, aku adalah ayahanda mu."

Tanpa sadar air matanya mengalir begitu saja, membasahi wajahnya. Bibirnya bergetar menahan kesedihan yang selama ini ia pendam.

"Apakah saya telah mati?." Bibirnya yang bergetar, mengeluarkan kata-kata seperti itu. "Sehingga saya bertemu dengan ayahanda di sini?." Arya Susena berusaha menahan tangisnya. "Apakah perjalanan saya? Telah berakhir ayahanda?." Hatinya terasa sakit.

Patih Arya Saka tersenyum lembut. "Kau belum mati anakku." Ucapnya sambil mengusap air mata anaknya. "Kau masih hidup."

"Jika saya masih hidup? Kenapa saya bisa berada di sini ayahanda?." Terdengar sesegukan darinya.

"Kau hanya sedang beristirahat sejenak anakku."

"Apa maksud ayahanda?."

"Kau telah menggunakan jurus berbahaya." Jawab Patih Arya Saka. "Jurus penembus alam sukma, jurus itu sangat menguras tenaga dalam yang sangat besar." Patih Arya Saka berusaha untuk menjelaskan. "Tubuhmu kehabisan tenaga dalam, namun kau masih bisa bertahan."

"Benarkah itu ayahanda?."

"Apakah kau meragukan ucapan ayahandamu ini nak?." Patih Arya Saka mengusap sayang kepala anaknya.

"Tidak." Balas Arya Susena dengan cepat. "Saya tidak ragu sama sekali pada ayahanda."

"Bagus kalau begitu." Patih Arya Saka terlihat sangat senang. "Bagaimana kalau kita bercerita sebentar?."

"Saya selalu ingin, berbicara dengan ayahanda." Arya Susena menghapus air matanya. "Sebab, paman warsa jadi berkata." Lanjutnya. "Beliau selalu ingin menangis, jika melihat saya."

"Kenapa?."

"Karena beliau berkata, saya sangat mirip sekali dengan ayahanda." Jawabnya. "Saking miripnya, ketika saya kembali padanya, saya malah dikira ayahanda."

"Hahaha!." Patih Arya Saka tertawa mendengarnya. "Jika ayahanda perhatikan, kau memang sangat mirip dengan ayahanda."

"Banyak yang bilang begitu ayahanda." Arya Susena terlihat malu-malu.

"Bagi ayahanda, kelahiranmu sangat ditunggu-tunggu." Pandangan Patih Arya Saka terlihat sangat jauh. "Ayahanda, juga ibunda mu selalu bercerita masa depanmu, masa depan rakamu." Hatinya terasa pedih. "Tapi, karena kejadian itu." Ucapannya terhenti, raut wajahnya juga berubah drastis. "Rasanya ayahanda sangat tersiksa, mengingat peristiwa menyakitkan itu anakku."

"Saya tidak akan mengampuni dia ayahanda." Arya Susena juga terbawa amarah. "Saya tidak akan melepaskan, orang-orang yang terlibat, dalam pembunuhan sadis itu ayahanda."

"Kakang warsa jadi, pasti dia telah menceritakan padamu."

"Paman warsa jadi, yang telah membesarkan saya ayahanda."

"Maaf, karena telah membuatmu besar." Mata Patih Arya Saka terlihat semakin sedih. "Dalam perasaan dendam yang tidak baik anakku."

Arya Susena menggeleng pelan. "Ayahanda tidak perlu minta maaf pada saya." Ucapnya. "Karena mereka memang pantas mati ayahanda." Lanjutnya. "Mereka telah berbuat zalim, menindas rakyat, dan melakukan dosa besar." Hatinya sangat geram. "Saya tidak akan menyerah begitu saja ayahanda."

"Ayahanda harap, kau tidak mengalami kesulitan nantinya anakku."

"Saya akan tegar, menghadapi kesulitan apapun." Ucap Arya Susena dengan tegas. "Saya telah siap ayahanda."

"Kau adalah lelaki yang sangat kuat sekali." Patih Arya Saka menatap bangga anaknya. "Ayahanda bangga padamu, anakku arya susena."

Apakah yang akan terjadi selanjutnya?. Apakah Arya Susena berhasil menguasai jurus penyatuan dengan siluman gagak?. Simak terus kisahnya selanjutnya. Next.

...****...

Terpopuler

Comments

Sak. Lim

Sak. Lim

goblokkkk

2023-08-27

1

lihat semua
Episodes
1 INFORMASI
2 BERGERAK SESUAI RENCANA
3 GEJOLAK HATI
4 PERTARUNGAN
5 KABAR?
6 JANGAN MAIN-MAIN
7 HAL YANG TAK SEHARUSNYA.
8 PERASAAN YANG KUAT
9 SUDAH BERGRAK
10 HANYA ITU SAJA
11 BERGRAK CEPAT
12 JURUS YANG MENGURAS TENAGA
13 TEKAD YANG KUAT
14 SAKIT DI HATI
15 HATI YANG TELAH HANCUR
16 DENDAM DAN RASA SAKIT
17 PEMBALASAN
18 LUKA YANG SANGAT DALAM
19 GEJOLAK HATI YANG MEMBARA
20 ARYA SUSENA
21 PERBATASAN
22 PILIH BERTAHAN
23 HATI YANG SIAP
24 HATI YANG KUAT
25 SEBUAH TINDAKAN
26 SIAPA YANG LEBIH KUAT?
27 AWAL YANG BAIK
28 ALASAN TIDAK IKUT BERTARUNG
29 RENCANA ARYA SUSENA
30 JANGAN BERANI MENANTANG
31 SANDIWARA?
32 MENUNGGU WAKTU YANG TEPAT
33 APAKAH BENAR SEPERTI ITU?
34 SALAM PERPISAHAN
35 KEPUTUSAN YANG KUAT
36 PERSIAPAN PERANG
37 KENAPA SEPERTI ITU?
38 KEBIMBANGAN HATI
39 LEDAKAN AMARAH
40 KONDISI PERANG
41 TAKTIK PERTARUNGAN
42 ANCAMAN MEMATIKAN
43 PERASAAN BENCI YANG DALAM
44 AMARAH YABG TIDAK TEPAT
45 TANGISAN KESEDIHAN
46 PERTEMUAN YANG MENYAKITKAN
47 MENGURAS EMOSI JIWA
48 HATI SEKUAT BAJA
49 KEBENCIAN YANG SANGAT DALAM
50 BERANI MENUNTUT?
51 KEPUTUSAN ARYA SUSENA
52 MULAI BERGERAK
53 MASALAH YANG RUMIT
54 DIPENUHI DENDAM MEMBARA
55 JANGAN MENGGANGGU
56 KECEMASAN HATI YANG BERLEBIHAN
57 KEPUTUSAN YANG KUAT
58 PERTARUNGAN YANG DAHSYAT
59 FIRASAT BURUK
60 PERTARUNGAN HARI ITU
61 BERMULUT KASAR
62 HATI YANG BAIK
63 JANGAN SAMPAI SEPERTI ITU
64 TIDAK TERDUGA SAMA SEKALI
65 PERASAAN HATI YANG SEBENARNYA
66 ARYA SUSENA SI PEMARAH
67 MASA LALU YANG PAHIT
68 KEJADIAN YANG MENGEJUTKAN
69 KEMARAHAN YANG MEMBARA
70 APA YANG TERJADI SEBENARNYA?
71 MASALAH DAN SOLUSI
72 KEMARAHAN YANG MEMBUNCAH
73 MENGHADAPI MASALAH YANG TERJADI
74 KEKUATAN YANG MENGERIKAN
75 PERASAAN CINTA
76 BERANI BERKATA
77 KETEGUHAN HATI ARYA SUSENA
78 KEBERSAMAAN YANG NYAMAN
79 MELEPASKAN PERASAAN DENDAM
80 ADA APA INI?
81 JANGAN SINGGUNG MASALAH ITU
82 KENAPA DENGAN ARYA SUSENA?
83 KEPUTUSAN HATI YANG KUAT
84 PERTEMUAN YANG TAK TERDUGA
85 ADA YANG ANEH
86 ITULAH ALASANNYA
87 SEDEKAT ITU?
88 KEJADIAN SAAT ITU
Episodes

Updated 88 Episodes

1
INFORMASI
2
BERGERAK SESUAI RENCANA
3
GEJOLAK HATI
4
PERTARUNGAN
5
KABAR?
6
JANGAN MAIN-MAIN
7
HAL YANG TAK SEHARUSNYA.
8
PERASAAN YANG KUAT
9
SUDAH BERGRAK
10
HANYA ITU SAJA
11
BERGRAK CEPAT
12
JURUS YANG MENGURAS TENAGA
13
TEKAD YANG KUAT
14
SAKIT DI HATI
15
HATI YANG TELAH HANCUR
16
DENDAM DAN RASA SAKIT
17
PEMBALASAN
18
LUKA YANG SANGAT DALAM
19
GEJOLAK HATI YANG MEMBARA
20
ARYA SUSENA
21
PERBATASAN
22
PILIH BERTAHAN
23
HATI YANG SIAP
24
HATI YANG KUAT
25
SEBUAH TINDAKAN
26
SIAPA YANG LEBIH KUAT?
27
AWAL YANG BAIK
28
ALASAN TIDAK IKUT BERTARUNG
29
RENCANA ARYA SUSENA
30
JANGAN BERANI MENANTANG
31
SANDIWARA?
32
MENUNGGU WAKTU YANG TEPAT
33
APAKAH BENAR SEPERTI ITU?
34
SALAM PERPISAHAN
35
KEPUTUSAN YANG KUAT
36
PERSIAPAN PERANG
37
KENAPA SEPERTI ITU?
38
KEBIMBANGAN HATI
39
LEDAKAN AMARAH
40
KONDISI PERANG
41
TAKTIK PERTARUNGAN
42
ANCAMAN MEMATIKAN
43
PERASAAN BENCI YANG DALAM
44
AMARAH YABG TIDAK TEPAT
45
TANGISAN KESEDIHAN
46
PERTEMUAN YANG MENYAKITKAN
47
MENGURAS EMOSI JIWA
48
HATI SEKUAT BAJA
49
KEBENCIAN YANG SANGAT DALAM
50
BERANI MENUNTUT?
51
KEPUTUSAN ARYA SUSENA
52
MULAI BERGERAK
53
MASALAH YANG RUMIT
54
DIPENUHI DENDAM MEMBARA
55
JANGAN MENGGANGGU
56
KECEMASAN HATI YANG BERLEBIHAN
57
KEPUTUSAN YANG KUAT
58
PERTARUNGAN YANG DAHSYAT
59
FIRASAT BURUK
60
PERTARUNGAN HARI ITU
61
BERMULUT KASAR
62
HATI YANG BAIK
63
JANGAN SAMPAI SEPERTI ITU
64
TIDAK TERDUGA SAMA SEKALI
65
PERASAAN HATI YANG SEBENARNYA
66
ARYA SUSENA SI PEMARAH
67
MASA LALU YANG PAHIT
68
KEJADIAN YANG MENGEJUTKAN
69
KEMARAHAN YANG MEMBARA
70
APA YANG TERJADI SEBENARNYA?
71
MASALAH DAN SOLUSI
72
KEMARAHAN YANG MEMBUNCAH
73
MENGHADAPI MASALAH YANG TERJADI
74
KEKUATAN YANG MENGERIKAN
75
PERASAAN CINTA
76
BERANI BERKATA
77
KETEGUHAN HATI ARYA SUSENA
78
KEBERSAMAAN YANG NYAMAN
79
MELEPASKAN PERASAAN DENDAM
80
ADA APA INI?
81
JANGAN SINGGUNG MASALAH ITU
82
KENAPA DENGAN ARYA SUSENA?
83
KEPUTUSAN HATI YANG KUAT
84
PERTEMUAN YANG TAK TERDUGA
85
ADA YANG ANEH
86
ITULAH ALASANNYA
87
SEDEKAT ITU?
88
KEJADIAN SAAT ITU

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!