PENDEKAR KEGELAPAN

PENDEKAR KEGELAPAN

INFORMASI

...****...

Perang, apakah manusia tidak bisa bertemu satu sama lain?. Kenapa harus ada peperangan?. Bukan hanya dari luar saja, bahkan dari dalam negeri itu sendirinya terjadi peperangan yang sangat mengerikan. Apakah kau ingin mengetahui, perang seperti apa yang terjadi di dalam negeri itu?.

Perang antara bangsawan dengan kaum yang hidup dibawah garis kemiskinan. Rakyat yang hidup menderita karena dijadikan budak oleh penguasa, serta meminta pajak yang sangat tinggi, hingga memberikan tekanan hidup yang sangat tinggi bagi mereka semua. Inilah kisah kejam yang yang terjadi di sebuah kerajaan besar. Mau tahu jawabannya?. Simak dengan baik bagiamana kisah itu terjadi nantinya.

Di halaman istana.

Saat itu dharmapati sedang bersama beberapa prajurit yang selalu berjaga-jaga di istana, karena takut adanya penyusup yang akan membuat kerusuhan nantinya.

"Saat ini kita sedang direndahkan oleh beberapa penjahat busuk, yang menganggap mereka adalah pahlawan bagi rakyat miskin!." Suaranya terdengar sangat keras. "Kita harus tetap waspada! Dan ada kemungkinan dia akan masuk ke istana ini!." Teriaknya lagi. "Kalian tidak boleh lengah! Tetaplah waspada dengan kondisi sekitar!." Amarahnya yang membuncah membuatnya menyampaikan pesan dari atasannya dengan cara yang menggebu-gebu.

"Siap! Jalankan!." Jawab mereka semua.

"Bagus, dengan penjagaan yang seperti ini, aku harap penjahat busuk itu tidak akan berani masuk ke dalam istana ini." Dalam hati dharmapati Salera sangat kesal dengan itu.

Saat ini mereka semua sedang ketakutan, karena kelompok yang dibuat oleh Arya Sena untuk menghabisi para petinggi istana yang koruptor. Termasuk Raja yang tidak pernah mendengarkan rintihan para rakyat yang tercekik akan pungutan pajak yang sangat tinggi. Mereka ingin memberontak pada negara, ingin menegakkan keadilan yang mereka inginkan. Ingin bebas dari cengkraman para pemerintah yang memperbudak mereka dengan sesuka hati.

Sementara itu di dalam istana.

Prabu Maharaja Kanigara Rajendra sedang berdiskusi dengan Patih Palasara Mada. Sebagai seorang Raja, tentu ia tidak akan membiarkan para pemberontak rusuh di negara yang dipimpinnya.

"Sudah berapa lama mereka melakukan pemberontakan itu?." Prabu Maharaja Kanigara Rajendra telah kehilangan kesabarannya.

"Sudah hampir satu purnama ini mereka bergerak, mereka yang telah membunuh beberapa dharmapati, serta senopati yang bertugas di setiap desa." Jawabnya.

Prabu Maharaja Kanigara Rajendra terdiam sejenak memikirkan apa yang dikatakan patihnya. "Apakah kamu sudah tahu apa yang menyebabkan mereka memberontak? Mengapa mereka tidak puas dengan apa yang saya lakukan selama ini?" Itu tanda tanya bagi Raja.

"Menurut informasi yang hamba dapatkan, itu karena mereka merasa diperlakukan dengan tidak adil, serta mereka merasa diperas setiap hatinya hanya karena prajurit meminta pungutan pajak setiap hari untuk pembangunan istana baru, padahal itu semua demi membantu saudara-saudara mereka yang bekerja untuk membangun istana baru itu gusti prabu." Patih Palasara Mada menjelaskan alasannya?.

“Lalu bagaimana dengan pendapat orang- orang tentang grup mereka yang bergerak seperti itu? Saya yakin kelompok mereka punya nama panggilannya.” Prabu Maharaja Kanigara Rajendra ingin tahu lebih banyak tentang itu.

"Julukan yang diberikan pada mereka adalah pendekar kegelapan." Patih Palasara Mada seperti sedang menunjukkan bagaimana kemarahan yang ia rasakan pada saat itu.

"Pendekar kegelapan?." Prabu Maharaja Kanigara Rajendra terkejut.

"Benar gusti prabu. Hamba telah memastikan itu." Jawabnya. "Menurut informasi yang hamba dapatkan, saat ini mereka bergerak atas nama keadilan rakyat yang dipungut pajaknya dalam jumlah yang sangat besar." Lanjutnya.

"Kalau begitu, segera habisi mereka semua." Prabu Maharaja Kanigara Rajendra tidak akan membuang-buang waktunya hanya untuk memikirkan siapa yang telah memberontak. "Jangan sampai mereka merebut tahta ku, hanya karena mendapatkan dukungan dari rakyat nantinya." Ada kemarahan yang ia rasakan. Hatinya sangat panas mendengarkan ucapan patihnya.

"Dengan senang hati akan hamba lakukan Gusti prabu." Patih Palasara Mada tersenyum kecil. Namun sorot matanya saat itu sangat berbeda dengan suasana hatinya yang sedang merencanakan sesuatu.

...***...

Sementara itu Arya Susesan yang saat ini sedang bersama teman-temannya sedang berdiskusi mengenai target mereka yang selanjutnya itu siapa.

"Di desa kembang, aku mendapatkan informasi yang sebenarnya sangat tidak enak aku katakan pada kalian semua." Bajra, ia adalah pendekar yang berjulukan seribu tangan. Dia yang memiliki kemampuan yang sangat luar biasa jika mencari informasi yang sangat akurat.

"Katakan saja, bukankah itu adalah makanan sehari-hari kita semua? Jadi jangan sungkan lagi." Patari, pendekar wanita yang sangat sadis jika telah menyentuh selendang maut miliknya. Jurus yang paling berbahaya yang ia miliki adalah lipatan selendang kematian. Jika kau terkena jurus itu, maka jangan harap kau akan melihat bulan, ataupun matahari besoknya.

"Baiklah!." Bajra hanya pasrah saja. "Di desa kembang, desa yang saat ini ada penculikan untuk gadis muda yang belum menikah." Kali ini tatapan matanya terlihat sangat serius. "Mereka ditangkap oleh tuan tanah untuk dijadikan budak malam, demi kepuasan para tamu perdagangan." Nafasnya hampir saja sesak membayangkan itu semua. "Mereka sangat biadab! Mereka akan membunuh siapa yang ketahuan mengandung, karena bagi mereka wanita yang mengandung benih busuk, maka mereka akan dibunuh dengan dilempar ke jurang." Lanjutnya lagi.

Mereka yang mendengar itu sangat geram, kebiadaban yang sangat tidak manusiawi. Ada kemarahan yang sangat membawa yang ada di dalam diri mereka pada saat itu.

"Bukankah tuan tanah itu berdekatan dengan senopati uperangga? Kenapa tidak ada tanggapan darinya mengenai pembantaian itu?." Arya Susena kali ini yang bersuara.

"Sayang sekali arya susena." Ucap Bajra dengan lelahnya. "Jika saja Senopati Upperangga tidak berguna itu bergerak, mungkin tidak akan ada korban seperti itu." Lanjutnya dengan helaan nafas panjang. "Dia sama sekali tidak peduli dengan penderitaan rakyat yang berada di sana." Hatinya sangat sakit mengingat itu semua.

"Kalau begitu tunggu apalagi?." Nismara, pendekar wanita yang memiliki paras cantik, tapi ia lebih berbahaya dari apa yang kalian duga. "Kita bunuh mereka semua yang telah memberikan penderitaan pada wanita, akan aku potong barang berharga mereka, supaya mereka bisa mengingat bagaimana jika harga diri mereka yang diinjak seperti binatang!." Hawa yang ditunjukkan pendekar wanita itu sangat mengerikan.

"Lihat arya susena? Kekasihmu itu sudah terbakar." Bisik Darsana sedikit takut melihat raut wajah Nismara. "Apakah kau tidak berusaha untuk menenangkannya?." Bisiknya lagi.

"Abaikan saja." Balas Arya Susena dengan perasaan tidak enak.

"Hahaha! Kau ini sangat cuek sekali." Darsana merasa kagum dengan sikap cuek Arya Susena yang seperti itu.

"Baiklah, kita bantu wanita-wanita yang dijadikan budak malam!." Arya Susena seperti memerintahkan mereka. "Setelah itu kita bunuh Senopati tidak berguna itu, tidak ada gunanya dia hidup jika hanya menjadi beban." Arya Susena sangat kesal. "Untuk tugas menyelamatkan para wanita aku serahkan pada kalian patari dan nismara." Ia melihat ke arah kedua temannya.

"Serahkan saja padaku." Balas Nismara.

"Masalah tuan tanah aku serahkan pada kalian bajra, darsana."

"Tentu saja." Darsana terlihat sangat percaya diri.

"Baik! Mari kita lakukan." Ucap mereka dengan nada penuh semangat.

"Ini benar-benar masalah yang sangat serius, kita tidak boleh membiarkan mereka bertindak sesuka hati mereka." Dalam hati Arya Susena sangat kesal dengan apa yang telah terjadi selama ini.

Mereka akan bergerak, menegakkan keadilan yang menurut mereka adalah kebenaran yang akan mereka jaga. Mereka yang benar- benar tidak menyukai kejahatan yang dilakukan segelintir orang terhadap hak hidup seseorang yang mereka bunuh.

...***...

Di Lingkungan istana.

"Kau mau ke mana putraku?." Ratu Arundaya Dewani melihat anaknya yang hendak pergi meninggalkan istana?.

"Tidak apa-apa ibunda, hanya pergi berjalan-jalan sebentar saja." Raden Kanigara Lakeswara mendekati ibundanya.

"Bagaimana kalau jalan-jalan bersama ibunda? Kebetulan ibunda tidak ada yang menemani."

"Baiklah kalau begitu ibunda, mari."

Ratu Arundaya Dewani saat itu jalan-jalan bersama anaknya Raden Kanigara Lakeswara.

"Bagaimana dengan latihan ilmu kanuragan yang kau jalani? Apakah semuanya berjalan dengan sangat lancar?."

"Tentu saja ibunda, nanda akan sungguh-sungguh berlatih, karena kita tidak bisa mengetahui jika di luar sana banyak musuh yang memiliki kekuatan di atas kita."

"Kau hanya perlu hati-hati saja, jangan terlalu mudah percaya dengan orang baru sebelum kau mengenalinya dengan baik."

"Ibunda benar, belum tentu ada orang yang benar-benar jujur pada kita jika dia memiliki niat yang buruk pada kita."

Begitulah percakapan antara Ratu Arundaya Dewani dengan putranya Raden Kanigara Lakeswara.

...****...

Sedangkan Raden Kanigara Ganda dan Raden Kanigara Hastungkara latihan bersama di wisma prajurit.

Keduanya sangat serius ketika berlatih, tentu saja untuk mempersiapkan diri untuk diangkat menjadi pewaris Raja selanjutnya.

"Aku sangat yakin kedua anakku akan lebih hebat, jika melakukan latihan dengan rutin seperti itu." Prabu Maharaja Kanigara Rajendra sangat yakin dengan kemampuan kedua anaknya.

"Ya, Gusti Prabu benar." Ia sangat setuju. "Hamba sangat yakin mereka akan menjadi calon yang hebat seperti Gusti Prabu."

"Tentu saja seperti itu." Prabu Maharaja Kanigara Rajendra percaya diri.

...***...

Arya Susena saat itu sedang berada di biliknya, akan tetapi ia bersama beberapa gagak hitam yang merupakan penghuni hutan Larangan.

"Aku ingin kalian tetap menjaga hutan ini, jangan biarkan siapapun masuk ke dalam hutan ini, dan sampaikan salamku pada junjungan kalian."

"Krak!."

"Baiklah, hanya ini yang dapat aku berikan pada kalian."

"Krak!."

Setelah itu gagak-gagak itu menghilang begitu saja setelah dapat makanan dari Arya Susena.

"Kejahatan akan selalu ada, dan aku benci pada orang yang telah berani berbuat keji, padahal mereka memiliki kekuasaan, tapi karena uang? Harta? Mereka rela menutup telinga demi mendapatkan itu semua." Hatinya benar-benar sangat sakit mengingat semua itu. "Dengan tanganku ini, akan aku bunuh mereka semuanya, akan aku lumuri tanganku ini dengan darah busuk mereka yang hidupnya hanya menyengsarakan rakyat." Hatinya yang saat itu sedang dipenuhi dengan dendam yang sangat membara tumbuh bersama sejak ia telah mengenal rasa sakit di dalam hidupnya.

...****...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!