GEJOLAK HATI YANG MEMBARA

...***...

Perlahan-lahan Ratu Arundaya Dewani membuka mata, mencoba meresapi apa yang telah terjadi. Namun saat itu air matanya kembali jatuh, melihat anaknya yang masih terbaring di tempat tidur.

"Putraku kanigara lakeswara." Hatinya tercabik-cabik oleh kenyataan yang sangat menyakitkan. "Kenapa kau bernasib seperti ini nak?." Kembali, terdengar tangisan kesedihan darinya. "Ibunda tidak sanggup, melihat keadaan kau seperti ini." Hatinya sudah tidak karuan lagi. "Dunia ibunda telah hancur, telah sirna, melihatmu seperti ini." Ratu Arundaya Dewani mengingat kembali pertemuannya dengan Prabu Maharaja Kanigara Maheswara di alam mimpinya. "Maafkan ibunda, karena tidak bisa menceritakan kejadian yang sebenarnya." Dadanya terasa sangat sesak.

Saat itu juga Prabu Maharaja Kanigara Rajendra, Raden Kanigara Ganda, Raden Kanigara Hastungkara, dan Ratu Aristawati Estiana memasuki ruangan pengobatan.

"Rayi arundaya." Ratu Aristawati Estiana tampak sedih. "Maafkan saya."

Tidak ada tanggapan dari Ratu Arundaya Dewani, hantunya masih berduka.

"Aku telah memerintahkan prajurit, agar bersiap-siap pagi ini." Ucap Prabu Maharaja Kanigara Rajendra dengan suara yang keras. "Sebaiknya kau juga, lakukan persiapan barang-barang anakmu." Lanjut sang Prabu. "Yang akan dibawa nantinya."

Ratu Arundaya Dewani mendekati Prabu Maharaja Kanigara Rajendra, member hormat pada lelaki yang telah menikahinya itu. "Mohon maaf kanda Prabu." Ucap Ratu Arundaya Dewani sambil menahan gejolak kepedihan di hatinya. "Apakah? Seorang anak yang telah sekarat ini? Masih memerlukan barang bawaan?."

Deg!.

Mereka semua sangat terkejut mendengarnya, ucapan yang tak terduga dari Ratu Arundaya Dewani.

"Jangan memulai arundaya dewani."

"Saya hanya berkata yang sebenarnya." Kembali Ratu Arundaya Dewani memberi hormat. "Kalau begitu, saya akan mempersiapkan segalanya, untuk putra saya." Setelah itu Ratu Arundaya Dewani segera meninggalkan ruangan pengobatan, menuju bilik putranya.

...***...

Perbatasan Kota Raja.

Setelah sarapan bersama, mereka terlihat sedang berdiskusi.

"Informasi apa saja? Yang telah kalian dapatkan?." Arya Susena menatap mereka semua. "Darsana."

"Informasi ini sangat penting bagi kita semua." Jawabnya. "Kita harus berhati-hati lagi, dalam bertindak."

"Apa maksudmu?." Arya Susena kembali bertanya. "Apakah kita mendapatkan ancaman dari pihak asing?."

"Kabar yang aku dapatkan, rakyat kecil yang meminta bantuan pada kita." Jawabnya sambil memperhatikan mereka semua. "Mereka akan mendapatkan hukuman mati."

Deg!.

Tentu saja ucapan itu membuat mereka sangat terkejut.

"Hukuman mati?."

"Ya, itu benar." Respon Darsana. "Bahkan, yang lebih parahnya lagi." Ia terlihat menghela nafasnya dalam-dalam. "Bagi siapa saja yang ketahuan mengungsi ke daerah lain? Maka ia akan dipekerjakan secara paksa di sebuah tambang." Lanjutnya. "Tanpa adanya makanan, dan juga minuman." Sorot matanya terlihat sedih. "Bagi mereka yang tewas, jasadnya dibuang ke dalam lubang tambang."

Saat itu juga gejolak emosi jiwa mereka semakin berkobar dengan sangat membara.

"Mereka memang bukan manusia." Arya Susena mengepal kuat tangannya. "Mereka semua memang harus dimusnahkan."

"Mungkin, informasi yang aku dapatkan." Ucap Barja. "Hampir saja dengan darsana." Lanjutnya. "Hanya saja, ada kejadian-kejadian yang tidak enak." Lanjutnya. "Seperti rampok yang masih berkeliaran, serta pemerasan penguasa terhadap pajak rakyat."

Untuk sesaat mereka semua terdiam, mencerna dengan baik, masalah yang akan mereka hadapi setelah ini.

"Pekerjaan kita semakin bertambah." Arya Susena semakin geram. "Kekuasaan hanya digunakan, untuk menekan rakyat kecil."

"Kita juga harus berhati-hati, dari para pendekar lainnya."

Ucapan Patari membuatnya menjadi pusat perhatian.

"Sebelum kami ke sini." Ia melirik ke arah Nismara. "Para petinggi istana, yang berada di kota raja, mereka mencari para pendekar." Lanjutnya. "Untuk menjadi pengawal pribadi."

"Pengawal pribadi?." Ulang Darsana.

"Tentunya mereka takut, dengan tindakan yang telah kita lakukan selama ini." Ucap Patari. "Sehingga mereka memutuskan untuk mencari pengawal pribadi, dari kalangan pendekar."

"Siapapun lawannya." Respon Arya Susena. "Akan kita hadapi." Sorot matanya tampak tajam seperti elang. "Hak kita, yang telah mereka renggut selama ini." Gejolak amarahnya keluar begitu saja. "Kebahagiaan, kebersamaan, kenyamanan, serta hak merdeka!." Ucapnya dengan perasaan yang berkobar. "Telah mereka renggut, sejak kita lahir ke dunia ini."

"Ya." Respon Darsana. "Kau benar sekali arya." Ia juga merasakan gejolak amarah itu. "Keluargaku, dibunuh dengan keji." Hatinya terasa sakit mengingat kejadian itu. "Sehingga membuat aku, menjadi pemuda gila seperti ini!."

Mereka semua dapat merasakan, bagaimana kebahagiaan mereka direnggut paksa oleh para penguasa. Kebersamaan mereka hilang, sirna tanpa bekas, kenyamanan mereka juga terancam saat masih kecil. Bahkan kemerdekaan mereka juga diterkam dengan kejamnya. Mereka tidak bisa bergerak bebas, karena diburu oleh petinggi istana yang tidak suka sikap berontak mereka selama ini.

...**...

Di istana.

Setelah melakukan persiapan, Raden Kanigara Lakeswara dibawa ke daerah lain.

"Sebenarnya ibunda merasa keberatan." Dalam hati Ratu Arundaya Dewani mencoba tabah. "Maafkan ibunda nak, ibunda akan menunggumu di sini." Ratu Arundaya Dewani menggenggam tangan anaknya. Hatinya sangat sedih dengan keadaan putranya.

"Ibunda tidak perlu cemas, saya akan menjemput ibunda." Dalam hati Raden Kanigara Lakeswara bersumpah akan melakukan itu dengan segenap hatinya. "Setelah saya bebas dari jurus ini." Dalam hatinya telah membulatkan tekadnya. "Saya akan menyusun rencana, untuk membalas semua perbuatan mereka." Dalam hatinya telah bertekad akan melakukan semuanya demi mendiang ayahandanya.

"Sekali lagi ibunda minta maaf nak. "Ratu Arundaya Dewani berusaha untuk menahan tangisnya.

"Kami pamit Gusti Ratu." Sakral memberi hormat.

"Saya mohon pada kalian." Ratu Arundaya Dewani menahan isak tangisnya. "Jagalah putra saya dengan baik." Air matanya kembali mengalir membasahi pipinya. "Hanya dia, satu-satunya harapan saya untuk hidup."

"Sandika Gusti." Sakral kembali memberi hormat.

Rombongan yang membawa Raden Kanigara Lakeswara segera meninggalkan halaman Istana.

"Kanda Prabu maharaja kanigara maheswara." Dalam hati Ratu Arundaya Dewani. "Saya mohon pada kanda." Hatinya terasa remuk. "Saya mohon, selamatkan putra kita." Getaran perih dan sesak itu semakin terasa besar. "Jangan biarkan, orang lain menyakiti putra kita." Ratu Arundaya Dewani hanya ingin anaknya dalam keadaan baik-baik saja.

Masih dalam lingkungan Istana.

Prabu Maharaja Kanigara Rajendra saat ini sedang bersama kedua anaknya. Keduanya tampak cemas dengan rencana Prabu Maharaja Kanigara Rajendra, tentang pengobatan yang telah dilakukan terhadap Raden Kanigara Lakeswara.

"Apakah tidak apa-apa ayahanda Prabu?." Wajahnya tampak cemberut. "Jika ayahanda Prabu, akan mengobati lakeswara?." Raden Kanigara Ganda terlihat sedikit cemas dengan apa yang telah dilakukan ayahandanya.

"Bagaimana jika setelah sembuh?." Raden Kanigara Hastungkara juga tampak cemas. "Kemudian di luar sana ia mempelajari ilmu kanuragan yang lebih hebat lagi." Lanjutnya. "Kemudian ia balas dendam pada kita semua?."

"Kenapa kalian tampak cemas?." Respon Prabu Maharaja Kanigara Rajendra. "Kalian ragu dengan rencana? Yang telah ayahanda siapkan untuknya?."

Raden Kanigara Ganda, dan Raden Kanigara Hastungkara saling bertatapan satu sama lain.

"Sepertinya ayahanda memiliki rencana yang sangat bagus."

"Kalian mau mendengarkan rencana dari ayahanda?."

"Tentu saja ayahanda." Raden Kanigara Ganda, dan Raden Kanigara Hastungkara terlihat bersemangat.

"Mari ikuti ayahanda."

"Ke mana?."

"Ke ruangan pribadi Raja."

"Sandika ayahanda."

Setelah itu mereka menuju ke ruangan pribadi Raja, agar hanya mereka saja yang mendengarkan pembicaraan itu.

...***...

Perbatasan Kota Raja.

"Untuk masalah lainnya, bisa kita atasi nanti." Arya Susena menatap mereka semua. "Ada masalah penting, yang harus kita kerjakan di sini."

Seketika mereka dalam mode serius, menyimak apa yang akan disampaikan oleh Arya Susena.

"Raja kejam itu telah membuat rencana." Ucapnya lagi. "Bahwa ia berencana akan membunuh Raden kanigara lakeswara."

"Membunuh Raden kanigara lakeswara?." Respon Darsana.

"Apakah kita akan menuju ke istana?." Respon Barja. "Untuk menyelamatkan Raden kanigara lakeswara?."

"Apakah itu tidak terlalu berisiko arya?." Patari sangat cemas.

"Kita bisa terbunuh, jika memaksa masuk ke kota Raja."

Arya Susena memberi kode, agar teman-temannya menyimak apa yang akan ia sampaikan.

"Sampul ireng telah memberi informasi padaku."

"Siapa dia?." Patari bingung.

"Siapa lagi? Kalau bukan pasukan siluman gagaknya itu." Darsana yang menjawabnya.

"Oh?." Respon Patari, Barja, dan Nismara.

"Dia mengatakan, jika Raja kejam itu tidak membunuh Raden kanigara lakeswara di istana." Lanjutnya. "Namun di tempat lain."

"Di tempat lain?."

"Mereka akan melewati tempat ini."

"Apakah karena itu?." Respon Barja. "Kita menunggu di sini?."

"Ya, begitulah."

"Rencana yang cukup bagus juga."

"Jadi? Kita menunggu di sini?." Nismara yang bersuara kali ini. "Sampai mereka melewati daerah ini?."

"Daerah kota raja memang tidak aman, untuk kita masuki." Jawab Arya Susena. "Tempat ini jarang dimasuki siapa saja, kecuali orang-orang tertentu."

"Tapi, kenapa kita dengan mudahnya masuk ke sini?."

"Heh!." Arya Susena mendengus kecil. "Karena aku telah mengetahui, jalan pintas masuk ke istana, memang lewat sini."

"Hufh!."

Mereka menarik, dan menghela nafas berjamaah.

"Kau memang hebat arya." Barja sangat terkesan.

...**...

Istana.

Ratu Arundaya Dewani berada di bilik anaknya, melihat dengan jelas bagaimana tempat tidur anaknya yang telah rapi.

"Apakah aku akan kehilangan segala-galanya?." Hatinya terasa hancur.

Kembali ingatannya ke mimpi malam itu.

"Kanda." Ratu Arundaya Dewani menatap sedih suaminya. "Kembalilah kanda." Ratu Arundaya Dewani menangis sedih. "Kembalilah."

"Apa yang dinda katakan?." Prabu Maharaja Kanigara Maheswara terlihat bingung. "Selamatkan putra kita." Air matanya kembali membasahi pipinya. "Saya mohon, selamatkan putra kita."

"Dinda dewi." Prabu Maharaja Kanigara Maheswara mengusap pipi istrinya dengan lembut. "Putra kita masih di sini." Sang Prabu mengusap pelan perut istrinya. "Kanda tidak mengerti sama sekali, apa yang dinda katakan."

"Ini tidak nyata kanda." Ratu Arundaya Dewani berusaha untuk menjelaskan. "Kanda telah dibunuh oleh rajendra."

Deg!.

Prabu Maharaja Kanigara Maheswara sangat terkejut mendengarnya.

"Kenapa dinda berkata seperti itu?." Raut wajah sang Prabu berubah, ada kecemasan yang sangat luar biasa di sana.

"Karena itulah kenyataannya kanda." Ratu Arundaya Dewani semakin menangis, hatinya sangat sesak, terasa sangat sulit untuk bernafas.

"Dinda dewi." Kali ini suara Prabu Maharaja Kanigara Maheswara sedikit berubah. "Kuatkan hati dinda." Sang Prabu mengusap sayang punggung istrinya, mencoba menguatkan hatinya. "Maaf, karena kanda tidak bisa melindungi kalian."

Deg!.

Ratu Arundaya Dewani sangat terkejut, spontan melepaskan pelukan itu, memastikan siapa yang telah ia peluk.

"Kanda Prabu." Bibirnya bergetar, matanya semakin mengeluarkan air mata, ketika menangkap sosok suami yang sangat ia cintai dengan wajah pucat, tanpa adanya gairah kehidupan di matanya.

"Maafkan kanda." Ucap Prabu Maharaja Kanigara Maheswara dengan tatapan sedih. "Ini semua salah kanda."

"Oh? Kanda Prabu." Ratu Arundaya Dewani menangkup wajah suaminya yang terasa dingin. "Kanda."

"Dinda harus kuat." Prabu Maharaja Kanigara Maheswara tersenyum lembut, walaupun wajahnya terlihat pucat. "Dibalik semua kejadian, ada hikmah besar, yang akan kita dapatkan nantinya."

"Kanda Prabu." Ratu Arundaya Dewani kembali memeluk suaminya. "Maafkan dinda, karena tidak bisa menjaga putra kita." Kesedihan menyelimuti hatinya.

Itulah yang diingat oleh Ratu Arundaya Dewani.

"Rayi arundaya."

Deg!.

Ratu Arundaya Dewani sedikit terkejut, ketika mendengarkan suara seseorang yang menyapanya.

"Yunda." Ratu Arundaya Dewani buru-buru menghapus air matanya. "Kenapa yunda ad ada di sini?."

"Maaf, jika saya mengganggu." Ucap Ratu Aristawati Estiana dengan perasaan bersalah. "Saya harap, saya bisa-."

"Tidak apa-apa yunda." Responnya dengannya cepat. "Saya sudah siap."

"Apa maksudmu rayi?." Ratu Aristawati Estiana semakin heran.

"Saya merasa, putra saya akan semakin sengsara di luar sana."

Deg!.

Ratu Aristawati Estiana sangat terkejut mendengarnya.

"Itu hanyalah siasat kanda Prabu saja." Lanjutnya. "Saya sangat yakin, ia berniat mencelakai anak saya, jauh lebih menyakitkan lagi."

"Jangan berkata seperti itu rayi."

"Kenyataannya memang seperti itu yunda." Nafasnya naik turun, menahan gejolak amarah. "Putra saya dikirim ke tempat berbahaya." Ungkapnya. "Kembali dalam keadaan mengenaskan." Hatinya semakin sesak. "Saya telah siap, mendengarkan kabar buruk selanjutnya."

Tidak ada sepatah kata pun, yang diucapkan oleh Ratu Aristawati Estiana. Perasaannya juga bercampur aduk, sehingga tidak bisa merespon apapun. "Bisa saja kanda Prabu melakukan itu." Dalam hatinya merasa cemas. "Karena kanda Prabu maharaja kanigara rajendra, memang tidak suka pada lakeswara." Dalam hatinya masih ingat dengan pembicaraan mereka.

Kembali ke masa itu.

"Kanda Prabu."

"Ada apa dinda?."

"Ada hal, yang ingin dinda tanyakan."

"Masalah apa dinda?." Prabu Maharaja Kanigara Rajendra menyandarkan kepalanya di pangkuan istrinya.

"Kenapa kanda tidak pernah peduli sama sekali, pada nanda lakeswara?." Itulah pertanyaannya. "Kanda tampak cuek, dan tidak mau ambil tahu sama sekali, masalah nanda lakeswara."

Prabu Maharaja Kanigara Rajendra tersenyum lembut menatap mata istrinya yang sedang penasaran.

"Kanda sangat benci padanya." Jawab Prabu Maharaja Kanigara Rajendra. "Wajahnya sangat mirip dengan kanda Prabu maheswara." Lanjut sang Prabu. "Saya benci padanya."

"Tapi kanda telah menikahi ibundanya." Ucap Ratu Aristawati Estiana dengan kerutan di keningnya. "Itu artinya, lakeswara adalah putra kanda."

"Saya menikahinya, hanya untuk balas dendam." Jawab sang Prabu. "Secara jujur, saya akui." Senyuman mengembang begitu saja di wajah sang Prabu. "Saya tidak suka padanya." Tangannya membelai wajah istrinya. "Cinta saya hanya untuk dinda saja." Kali ini sang Prabu mencium tangan istrinya.

"Jangan seperti itu kanda." Ratu Aristawati Estiana dengan pelan. "Dinda juga seorang perempuan."

"Dinda adalah wanita istimewa bagi kanda." Respon sang Prabu dengan cepat.

"Kanda Prabu." Ratu Aristawati Estiana mencium kening suaminya dengan penuh cinta.

Setidaknya itulah yang diingat Ratu Aristawati Estiana saat itu.

"Maafkan saya." Dalam hatinya. "Saya tidak bisa membantu sama sekali."

"Saya hanya menunggu." Ucap Ratu Arundaya Dewani dengan perasaan luka yang sangat dalam. "Kabar duka selanjutnya."

"Kuatkan dirimu rayi." Hanya kalimat itu saja, yang sanggup diucapkan oleh Ratu Aristawati Estiana.

"Saya akan mencoba tabah." Responnya. "Walaupun pada akhirnya, mungkin saya akan putus asa." Lanjutnya.

"Oh? Rayi arundaya." Rasanya Ratu Aristawati Estiana tidak sanggup mendengarnya.

Apakah yang akan terjadi selanjutnya?. Apakah Raden Kanigara Lakeswara benar-benar tewas?. Temukan jawabannya.

...***...

Episodes
1 INFORMASI
2 BERGERAK SESUAI RENCANA
3 GEJOLAK HATI
4 PERTARUNGAN
5 KABAR?
6 JANGAN MAIN-MAIN
7 HAL YANG TAK SEHARUSNYA.
8 PERASAAN YANG KUAT
9 SUDAH BERGRAK
10 HANYA ITU SAJA
11 BERGRAK CEPAT
12 JURUS YANG MENGURAS TENAGA
13 TEKAD YANG KUAT
14 SAKIT DI HATI
15 HATI YANG TELAH HANCUR
16 DENDAM DAN RASA SAKIT
17 PEMBALASAN
18 LUKA YANG SANGAT DALAM
19 GEJOLAK HATI YANG MEMBARA
20 ARYA SUSENA
21 PERBATASAN
22 PILIH BERTAHAN
23 HATI YANG SIAP
24 HATI YANG KUAT
25 SEBUAH TINDAKAN
26 SIAPA YANG LEBIH KUAT?
27 AWAL YANG BAIK
28 ALASAN TIDAK IKUT BERTARUNG
29 RENCANA ARYA SUSENA
30 JANGAN BERANI MENANTANG
31 SANDIWARA?
32 MENUNGGU WAKTU YANG TEPAT
33 APAKAH BENAR SEPERTI ITU?
34 SALAM PERPISAHAN
35 KEPUTUSAN YANG KUAT
36 PERSIAPAN PERANG
37 KENAPA SEPERTI ITU?
38 KEBIMBANGAN HATI
39 LEDAKAN AMARAH
40 KONDISI PERANG
41 TAKTIK PERTARUNGAN
42 ANCAMAN MEMATIKAN
43 PERASAAN BENCI YANG DALAM
44 AMARAH YABG TIDAK TEPAT
45 TANGISAN KESEDIHAN
46 PERTEMUAN YANG MENYAKITKAN
47 MENGURAS EMOSI JIWA
48 HATI SEKUAT BAJA
49 KEBENCIAN YANG SANGAT DALAM
50 BERANI MENUNTUT?
51 KEPUTUSAN ARYA SUSENA
52 MULAI BERGERAK
53 MASALAH YANG RUMIT
54 DIPENUHI DENDAM MEMBARA
55 JANGAN MENGGANGGU
56 KECEMASAN HATI YANG BERLEBIHAN
57 KEPUTUSAN YANG KUAT
58 PERTARUNGAN YANG DAHSYAT
59 FIRASAT BURUK
60 PERTARUNGAN HARI ITU
61 BERMULUT KASAR
62 HATI YANG BAIK
63 JANGAN SAMPAI SEPERTI ITU
64 TIDAK TERDUGA SAMA SEKALI
65 PERASAAN HATI YANG SEBENARNYA
66 ARYA SUSENA SI PEMARAH
67 MASA LALU YANG PAHIT
68 KEJADIAN YANG MENGEJUTKAN
69 KEMARAHAN YANG MEMBARA
70 APA YANG TERJADI SEBENARNYA?
71 MASALAH DAN SOLUSI
72 KEMARAHAN YANG MEMBUNCAH
73 MENGHADAPI MASALAH YANG TERJADI
74 KEKUATAN YANG MENGERIKAN
75 PERASAAN CINTA
76 BERANI BERKATA
77 KETEGUHAN HATI ARYA SUSENA
78 KEBERSAMAAN YANG NYAMAN
79 MELEPASKAN PERASAAN DENDAM
80 ADA APA INI?
81 JANGAN SINGGUNG MASALAH ITU
82 KENAPA DENGAN ARYA SUSENA?
83 KEPUTUSAN HATI YANG KUAT
84 PERTEMUAN YANG TAK TERDUGA
85 ADA YANG ANEH
86 ITULAH ALASANNYA
87 SEDEKAT ITU?
88 KEJADIAN SAAT ITU
Episodes

Updated 88 Episodes

1
INFORMASI
2
BERGERAK SESUAI RENCANA
3
GEJOLAK HATI
4
PERTARUNGAN
5
KABAR?
6
JANGAN MAIN-MAIN
7
HAL YANG TAK SEHARUSNYA.
8
PERASAAN YANG KUAT
9
SUDAH BERGRAK
10
HANYA ITU SAJA
11
BERGRAK CEPAT
12
JURUS YANG MENGURAS TENAGA
13
TEKAD YANG KUAT
14
SAKIT DI HATI
15
HATI YANG TELAH HANCUR
16
DENDAM DAN RASA SAKIT
17
PEMBALASAN
18
LUKA YANG SANGAT DALAM
19
GEJOLAK HATI YANG MEMBARA
20
ARYA SUSENA
21
PERBATASAN
22
PILIH BERTAHAN
23
HATI YANG SIAP
24
HATI YANG KUAT
25
SEBUAH TINDAKAN
26
SIAPA YANG LEBIH KUAT?
27
AWAL YANG BAIK
28
ALASAN TIDAK IKUT BERTARUNG
29
RENCANA ARYA SUSENA
30
JANGAN BERANI MENANTANG
31
SANDIWARA?
32
MENUNGGU WAKTU YANG TEPAT
33
APAKAH BENAR SEPERTI ITU?
34
SALAM PERPISAHAN
35
KEPUTUSAN YANG KUAT
36
PERSIAPAN PERANG
37
KENAPA SEPERTI ITU?
38
KEBIMBANGAN HATI
39
LEDAKAN AMARAH
40
KONDISI PERANG
41
TAKTIK PERTARUNGAN
42
ANCAMAN MEMATIKAN
43
PERASAAN BENCI YANG DALAM
44
AMARAH YABG TIDAK TEPAT
45
TANGISAN KESEDIHAN
46
PERTEMUAN YANG MENYAKITKAN
47
MENGURAS EMOSI JIWA
48
HATI SEKUAT BAJA
49
KEBENCIAN YANG SANGAT DALAM
50
BERANI MENUNTUT?
51
KEPUTUSAN ARYA SUSENA
52
MULAI BERGERAK
53
MASALAH YANG RUMIT
54
DIPENUHI DENDAM MEMBARA
55
JANGAN MENGGANGGU
56
KECEMASAN HATI YANG BERLEBIHAN
57
KEPUTUSAN YANG KUAT
58
PERTARUNGAN YANG DAHSYAT
59
FIRASAT BURUK
60
PERTARUNGAN HARI ITU
61
BERMULUT KASAR
62
HATI YANG BAIK
63
JANGAN SAMPAI SEPERTI ITU
64
TIDAK TERDUGA SAMA SEKALI
65
PERASAAN HATI YANG SEBENARNYA
66
ARYA SUSENA SI PEMARAH
67
MASA LALU YANG PAHIT
68
KEJADIAN YANG MENGEJUTKAN
69
KEMARAHAN YANG MEMBARA
70
APA YANG TERJADI SEBENARNYA?
71
MASALAH DAN SOLUSI
72
KEMARAHAN YANG MEMBUNCAH
73
MENGHADAPI MASALAH YANG TERJADI
74
KEKUATAN YANG MENGERIKAN
75
PERASAAN CINTA
76
BERANI BERKATA
77
KETEGUHAN HATI ARYA SUSENA
78
KEBERSAMAAN YANG NYAMAN
79
MELEPASKAN PERASAAN DENDAM
80
ADA APA INI?
81
JANGAN SINGGUNG MASALAH ITU
82
KENAPA DENGAN ARYA SUSENA?
83
KEPUTUSAN HATI YANG KUAT
84
PERTEMUAN YANG TAK TERDUGA
85
ADA YANG ANEH
86
ITULAH ALASANNYA
87
SEDEKAT ITU?
88
KEJADIAN SAAT ITU

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!