BERGERAK SESUAI RENCANA

...***...

Di desa Kembang.

Desa yang merupakan daerah kawasan kerajaan Telaga Dewa. Desa yang cukup makmur dari desa yang lainnya, tapi desa ini juga desa yang harus diwaspadai. Kenapa bisa terjadi seperti itu?. Mari kita lihat, apa yang terjadi didalam desa ini?.

Arya Susana dan teman-temannya telah bergerak, tentunya mereka tidak akan membuang waktu lagi. Pada saat itu, kebetulan mereka memergoki beberapa orang pemuda yang hendak berbuat kejahatan. Saat itu Patari dan Nismara berhasil mencegah tiga orang pemuda yang hendak menculik dua orang wanita muda yang ketakutan.

"Hyah!." Nismara dan Patari yang datang dengan menggunakan jurus meringankan tubuh, seperti melayang di udara sambil menghadiahi mereka bertiga dengan tendangan yang sangat kuat.

Duakh!

"Eghakh!."

Ketiganya terlempar Setelah mendapatkan tendangan yang cukup. keras, dari dua orang Pendekar wanita wanita yang sangat ganas.

"Uhuk! Uhuk!." Patan sedikit terbatuk, Karena ia terhempas tanah cukup keras.

"Dasar laki-laki biadab! Berani sekali kalian ingin menangkap kedua wanita ini?!." Hardik Patari dengan Penuh amarah yang sangat. "Berani sekali kalian ingin menculik wanita lemah "Berani sekali kalian ingin menculik wanita lemah seperti mereka! Nyali kalian ternyata nyali seekor kutu busuk!." Emosinya benar-benar membuncah begitu saja.

Ketiganya mencoba untuk bangun, setelah tubuh mereka terjajar cukup jauh menabrak pohon?. Tentunya tubuh mereka sakit?. Namun mereka mencoba untuk mendekati kedua wanita yang telah berani mendaratkan tendangan yang sangat kuat pada mereka.

"Hei! Wanita sinting!." Hardik Patan. "Berani sekali kau ikut campur dalam masalah kami?!." Patan mencabut pedang yang ada di tangannya itu. "Siapa kalian ini?! Berani sekali kalian memasuki daerah kami tanpa izin?!." Setelah berkata seperti itu ia langsung maju bertarung dengan Patari dan Nismara.

"Akan aku bunuh kalian semua! Aku sangat benci pada laki-laki yang telah berani merendahkan wanita!."

Pertarungan itu sangat keras, apalagi kedua pendekar wanita itu bertarung dengan sangat cepat, sehingga musuhnya kewalahan menghadapi serangan kuat yang datang bertubi-tubi itu.

...***...

Sementara itu Arya Susena saat ini sedang menyamar menjadi seekor kucing hitam. Itu adalah jurus andalan yang ia miliki, sehingga tidak ada yang bisa menyadarinya. Dengan wujudnya yang sekarang ia lebih mudah masuk ke tempat musuh.

"Akan aku amati dia terlebih dahulu, jika dia terbukti telah melakukan kesalahan? Maka akan aku bunuh dia!." Dalam hatinya sangat kesal. Sebenarnya ia enggan, tapi ia harus melakukan itu semua demi janjinya pada seseorang?. "Akan aku lihat semua yang ada di dalam sini dengan mata kepalaku sendiri." Dalam hatinya mulai mencari keberadaan Senopati Uperangga.

Ya, Arya Susena pasti akan mencaritahu kebenarannya sebelum bertindak. Tidak mungkin baginya melakukan kesalahan hanya karena dari satu pihak saja, ia memantau kondisi dan melihat dengan baik apa yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat.

"Mereka harus membayar semua nyawa yang telah hilang itu, nyawa harus dibayar dengan nyawa, karena nyawa yang hilang tidak akan bisa dibayar dengan uang." Dalam hatinya masih menyimpan dendam yang sangat luar biasa pada orang-orang yang telah membunuh keluarganya.

...***...

Di sisi lain Bajra dan Darsana telah berhasil masuk ke dalam rumah tuan Ampasutra. Di dalam rumah itu banyak pendekar bayaran yang berjaga-jaga, tentunya keduanya tidak sembarangan bisa membunuh tuan Ampasutra. Jadi untuk memastikan kebenaran dan pengakuan dari mulut busuk Tuan Ampasutra, mereka harus menahan diri meskipun tangan mereka telah gagal ingin menebas kepala lelaki biadab itu.

"Bolehkah saya tahu? Dari mana datangnya tuan-tuan ini?." Tuan Ampasutra tersenyum kecil. "Sepertinya tuan berasal dari negeri yang sangat jauh sekali." Ia mengamati kedua tamunya dengan sangat baik.

"Saya berasal dari daratan selatan." Jawabnya. "Nama saya aparsi, pedagang kain sutra yang sangat mahal harganya." Lanjutnya. "Kain sutra yang kami jual dengan kualitas yang sangat bagus, laku keras di dunia perdagangan."

"Sungguh saudagar yang sangat kaya sekali." Tuan Ampasutra terlihat sangat bersemangat. "Saya merasa iri dengan para pedagang yang dapat melihat banyak negeri di dunia ini, apalah daya saya yang hanya bisa melakukan pekerjaan yang seperi ini, sangat kecil sekali penghasilannya." Ia sedikit merendahkan.

"Pandai sekali dia ini merendahkan diri, sangat menjijikkan!." Dalam hati Darsana sangat tidak suka dengan nada bicara itu. Namun ia harus bisa menahan dirinya agar tidak lepas kendali.

"Tapi kenapa tuan-tuan malah datang kemari?." la sangat penasaran. "Apakah menurut tuan negeri ini sangat cocok untuk tuan jadikan sebagai tempat menggelar tikar untuk berdagang?." Tuan Ampasutra dengan semangatnya mengajukan beberapa pertanyaan.

"Kabar yang kami dapatkan, jika tuan adalah pemasok budak wanita cantik." Ucapnya dengan perasaan tidak enak. "Jadi kami tertarik ingin membawa dua atau tiga orang dari mereka? Tentu saja untuk menarik pelanggan kami nantinya, apakah tuan bisa membantu kami?." Saat itu ia benar-benar terlihat seperti seorang laki-laki yang memiliki ambisi, yang sangat mengerikan. "Kami kadang butuh hiburan di tengah-tengah perjalanan yang sangat panjang ini." Meskipun berat ia memang harus pandai bersandiwara lagi untuk meyakinkan targetnya.

Sedangkan Tuan Ampasutra sangat tertarik mendengar itu. "Tentu saja bisa, saya akan memberikan penawaran yang sangat bagus untuk tuan-tuan." Tuan juga terlihat semakin bersemangat. "Saya jamin tuan tidak akan kecewa dengan apa yang saya tawarkan."

"Wah?! Benarkah?! Itu sangat luar biasa sekali." Ia terlihat bersemangat juga.

"Mereka ini memang pantas untuk tinggal bersama, dasar orang-orang gila yang pandai sekali memerankan sandiwara orang jahat!." Dalam hati Darsana sangat jengah melihat raut wajah kedua lelaki itu. "Aku kutuk kalian berdua! Dasar lelaki kejam!." Dalam hatinya sangat kesal dengan percakapan yang ia dengar.

"Baiklah, saya memiliki dua wanita yang saya miliki saat ini." Lanjutnya. "Saya akan membawa tuan-tuan untuk melihatnya." Tuan Ampasutra tersenyum kecil sambil mempersilahkan Bajra yang menyamar dan Darsana untuk mengikutinya.

"Serius?! Langsung ditawari dua wanita sekaligus." Dalam hati keduanya sedikit terkejut, dan tidak menduganya.

...***...

Patari masih bertarung berhadapan dengan tiga orang pendekar yang lumayan kuat. Namun pada saat itu Patari tidak memiliki banyak waktu untuk berlama-lama bertarung. Dengan lihainya ia memainkan jurus andalannya, membuat ketiga pendekar itu benar-benar tidak berkutik sama sekali.

"Aku rasa cukup kau saja yang bertarung, sedangkan aku apalah daya, kan?." Nismara malah memperhatikan bagaimana Patari dengan ganasnya menghajar ketiga pendekar itu.

Duakh!.

Ketiganya mendapatkan tendangan yang sangat mematikan, tubuh mereka terlempar ke segala arah saking kuatnya tendangan yang mereka dapatkan.

"Eghakh!." Patan berteriak kesakitan, ia tersangkut di pohon, begitu juga dengan kedua temannya itu.

"Cukup!." Nismara segera menghentikan Patari yang bertarung seperti orang kesurupan.

"Kenapa kau malah menghentikan aku?!." Ada amarah yang ia tunjukkan.

"Kau tidak lihat?" Tunjuknya. "Mereka hampir saja sekarat karena pukulan gila mu itu." Patari menghela nafas pelan. "Kau ini membunuh apa? Hah?!."

"Mereka harus mati ditanganku! Mereka ini bukan manusia atau binatang, tapi setan belang yang harus aku bunuh!." la belum puas.

"Sudah lah." la menepuk pundak temannya. "Tugas kita di sini telah selesai, sebaiknya kita mengawasi prajurit istana yang mungkin akan sampai ke desa ini." Nismara mengingatkan sesuatu pada Patari. "Kita harus mengamankan daerah ini dari prajurit istana yang mungkin akan meronda." Ia mengamati sekitar. "Bukankah kita telah mendapatkan tugas masing-masing untuk memastikan tugas ini berjalan dengan sangat baik?." la hanya tersenyum kecil. Patari belum memberikan tanggapan, ia hanya ingin melupakan emosinya saja. "Jadi jangan terbawa suasana saat menjalankan tugas ini." Lanjutnya. "Bukankah kau ingin membebaskan perempuan yang ada di desa ini dari budak malam? Kalau begitu mari kita lakukan dengan baik." Nismara dengan tenangnya membujuk Patari.

"Baiklah, jika memang seperti itu, aku akan ikut denganmu." Akhirnya ia mengalah.

"Kalau begitu mari kita bergegas menuju ke gerbang utama masuk ke desa ini." Ia berjalan duluan. "Mungkin saja di sana ada mangsa yang bisa kita habisi."

"Aku hanya ikut saja."

"Sungguh kejam, tapi apakah dunia ini yang kejam? Atau manusia yang kejam? Aku tidak bisa menemukan jawaban yang pasti." Dalam hati Nismara masih bingung dengan keadaannya yang sekarang. "Tapi menurutku manusia lah yang lebih kejam, mereka lebih kejam daripada binatang, mereka sanggup menganiaya orang lain, namun ia tidak mau dianiaya, sangat lucu sekali." Dalam hatinya merasa sangat miris dengan kondisi yang ia hadapi saat itu.

Setelah itu Patari dan Nismara meniggalkan tempat itu. Setidaknya mereka telah berhasil menyelamatkan dua orang wanita yang mungkin akan dijadikan budak malam oleh Tuan Ampasutra.

...***...

Di kediaman Senopati Uperangga.

Arya Susena telah berhasil menemukan tempat dimana Senopati Uperangga biasanya santai jika tidak mendapatkan tugas untuk mengawasi daerah sekitar. Saat itu ia sedang menikmati kebersamaanya dengan anak dan istrinya. Juga ditemani beberapa pembantu.

"Kalian menikmati hidup dibawah tekanan hidup orang dibawah kalian." Entah kenapa hatinya saat itu sangat sakit melihat itu. "Kau dengan teganya ikut campur dalam masalah perbudakan. Di sana mereka menderita, sedangkan kau di sini tertawa bahagia bersama keluargamu." Hatinya timbul dendam saat membayangkan itu semua terjadi pada mereka yang dijadikan budak malam. "Kau akan menerima hukuman dariku nantinya." Dalam hatinya mulai menargetkan Senopati Uperangga untuk korban selanjutnya. "Kalian sendiri yang telah mengakuinya, kalau begitu akan aku mulai dari kau dulu senopati, apalagi kau juga terlibat dalam pembunuhan ayahandaku, kau harus membayar nyawa ayahandaku." Dalam hatinya saat itu sedang berkobar api dendam yang sangat membara.

Api dendam yang sangat membara, bukan hanya perasaan pribadi saja yang saat itu dirasakan Arya Susena, tapi bara api dendam semakin menyala dengan sangat kuat ketika ia mendengarkan tawa mereka diatas penderitaan rakyat, rintihan rakyat yang ingin kedamaian. Namun karena uang?. Semuanya tidak bisa mereka miliki lagi, dan nyawa mereka terjual dengan sia-sia.

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!