Anakku Bukan Anak Suamiku
"Sampai kapan aku harus sabar, Mas?" tanya seorang wanita yang duduk berhadapan dengan suaminya dengan nada ketus.
Tatapan wanita itu terkesan sedang memendam amarah yang sebentar lagi akan meluap-luap. Bagaimana tidak, dia sudah sangat tidak tahan dengan kondisi yang dialami saat ini.
"Aku sedang usaha, Rin. Tolong jangan tekan aku terus-terusan."
Kedua netra wanita itu membulat sempurna ketika mendengar jawaban sang suami. Laki-laki itu dengan entengnya meminta agar dia tidak menekannya. Sedangkan dia sendiri hampir gila karena keadaan tidak kunjung membaik, dan malah semakin memburuk.
"Asal kamu tahu, Mas. Aku benar-benar pusing. Semua tabunganku sudah terkuras habis, bahkan perhiasan milikku juga sudah tidak tersisa. Sekarang, kita tidak punya cukup uang untuk membeli beras. Lalu kamu dengan entengnya bilang aku selalu menekan kamu!" sungut si wanita.
"Lalu aku harus apa? Kenyataannya aku belum mendapatkan pekerjaan. Aku juga pusing, Rin. Setiap hari harus mendengar kamu mengoceh dan menyalahkanku." Laki-laki itu menggebrak meja makan dengan sangat keras lalu melenggang pergi dari sana.
Sepasang suami istri itu adalah Robby Saputra, dan Zarina Febrianti. Mereka sudah berumah tangga selama 5 tahun. Akibat pandemi membuat sang suami kehilangan pekerjaan. Hal itu akhirnya Zarina terpaksa menggunakan semua tabungan miliknya untuk menyambung perekonomian keluarga.
"Kamu egois, Mas. Kamu tidak memikirkan perasaan dan mentalku!" teriak Zarina saat Robby justru meninggalkannya tanpa jalan keluar apapun.
Zarina hanya bisa menangis saat mendapat perlakuan dari Robby yang selalu menghindar ketika dia menanyakan tentang pekerjaan suaminya itu. Sedih, kecewa, dan marah menjadi satu. Menurut Zarina, sebagai seorang suami seharusnya Robby lebih bijak dalam menghadapi situasi ini.
Malam yang semakin larut membuat Zarina memutuskan untuk beristirahat. Berkali-kali dia mencoba memejamkan mata, tetapi dia sama sekali tidak berhasil mengarungi mimpi. Bahtera rumah tangga yang dulu begitu indah, kini berubah menjadi gubug derita. Hanya ada pertengkaran antara mereka.
"Sudahlah, aku tidak perlu memikirkan Mas Robby. Dia pasti tidak akan pulang malam ini," gumam Zarina kembali berusaha memejamkan mata.
Ya, setelah pertengkaran itu, Robby keluar dari rumah. Beberapa kali ketika mereka bertengkar Robby memang lebih memilih untuk meninggalkan rumah. Entah ke mana dan untuk apa, Zarina pun tidak memusingkan hal tersebut.
Keesokan harinya saat Zarina sudah selesai mengerjakan tugasnya sebagai seorang ibu rumah tangga barulah Robby pulang. Laki-laki dewasa itu melenggang masuk tanpa memperdulikan sang istri yang tengah duduk di kursi kayu ruang tamu.
"Dari mana? Semalaman tidak pulang, cari kerja?"
Pertanyaan itu seketika menghentikan langkah Robby yang hendak masuk ke kamar. Laki-laki itu mendengus kesal karena paham bahwa istrinya itu akan kembali membahas perihal pekerjaan.
"Udah dapat kerjaan, 'kan?" tanya Zarina lagi saat Robby masih diam saja.
"Belum," jawab Robby singkat.
Laki-laki itu hendak kembali mengayunkan langkah untuk masuk ke kamar. Namun, lagi-lagi Zarina menghentikannya dengan ucapan pedas.
"Harga diri laki-laki itu bekerja. Kalau tidak bekerja dan tega membuat istri sengsara, ya jangan jadi suami."
Robby menatap tajam sang istri yang duduk dengan mata dan tangan yang fokus bermain ponsel. Laki-laki itu berjalan mendekat lalu merebut ponsel milik istrinya. Hal itu tentu saja membuat Zarina mendongak dan menatap jengkel sang suami.
"Kamu sudah berani menghina harga diriku, Rin? Jika kamu merasa mencari pekerjaan itu mudah, silahkan kamu cari sendiri pekerjaan di luar sana. Jangan selalu menuntut aku setiap hari!" bentak Robby dengan suara tinggi.
Zarina bangkit dari duduknya dan langsung merebut kembali ponsel miliknya. Tatapan wanita itu semakin mengerikan. Dadanya kembang kempis menahan amarah yang membara di jiwa.
"Kalau kamu sudah tidak sanggup menafkahi aku dan malah menyuruhku bekerja, ceraikan saja aku, Mas. Untuk apa aku memiliki suami pengangguran yang menyuruh istrinya sendiri banting tulang?"
Melihat keberanian Zarina yang semakin hari semakin besar membuat Robby tersulut emosi. Apa lagi ketika wanita itu memintanya untuk menceraikannya. Tanpa sadar Robby mengangkat tangannya dan hampir saja melayangkan tamparan di wajah cantik sang istri.
Zarina yang merasa suaminya itu akan menamparnya pun reflek memejamkan mata. Dia sudah pasrah jika harus mendapat kekerasan rumah tangga setelah 5 tahun menikah dengan laki-laki itu. Namun, beberapa detik kedua matanya terpejam dia sama sekali tidak merasakan apapun.
Dia pun mencoba membuka kedua matanya perlahan. Tangan Robby masih melayang di udara. Melihat kedua mata sang istri berkaca-kaca, perlahan Robby menurunkan tangan yang hampir menyakiti wanita itu.
"Ma-af," sesal Robby.
Sadar atas kesalahannya yang hampir melakukan kekerasan dalam rumah tangga Robby pun memasang mimik wajah bersalah. Namun, Zarina justru berlari masuk ke kamar. Wanita berparas cantik itu menutup serta mengunci pintu kamarnya.
"Rin, aku minta maaf. Buka pintunya, Rin," pinta Robby sambil mengetuk pintu.
Zarina yang berada di dalam kamar pun menangis tersedu-sedu. Dia tidak menyangka bahwa Robby akan berniat menyakitinya. Teriakan serta gedoran pintu yang dilakukan oleh Robby sama sekali tidak digubris oleh wanita itu.
"Rin, buka pintunya. Aku hitung sampai tiga, kalau kamu tidak membukanya, terpaksa aku dobrak pintu ini."
Wanita itu menyeka bulir bening yang mengalir di pipinya. Ancaman dari Robby membuat dia semakin tidak ingin melihat ataupun berbicara kepada laki-laki yang sudah menikahinya itu.
Dia merapikan pakaiannya yang sedikit berantakan lalu mengambil tas serta kunci motornya. Robby masih menghitung sampai nomor 2 di luar sana. Tidak lama pintu terbuka, tetapi apa yang dia lihat membuatnya heran.
Sang istri berdiri dengan tatapan datar. Tidak hanya itu, di tangannya juga memegang sebuah tas. Robby sempat melihat jejak air mata yang tertinggal di sudut mata wanita tercintanya.
"Kamu mau ke mana?" tanya Robby dengan perasaan bersalah.
"Keluar." Zarina mendorong tubuh suaminya yang menghalangi jalan lalu mengayunkan langkah keluar dari sana.
"Keluar buat apa?" tanya Robby lagi yang kali ini sama sekali tidak ditanggapi oleh Zarina.
Wanita itu pergi dari rumah dengan mengendarai motor maticnya seorang diri. Selama perjalanan air mata tetap mengalir dari kedua sudut mata indah itu. Zarina pun beberapa kali menyeka dengan kasar. Dia sama sekali tidak ingin terlihat lemah dihadapan siapapun, termasuk para pengendara lain yang mungkin saja peka terhadap kesedihannya.
Untuk menenangkan diri Zarina memutuskan untuk singgah di sebuah taman kota. Menikmati udara pagi di tempat indah tersebut. Mungkin dengan menatap hamparan bunga akan sedikit menghibur hatinya.
Ketika sedang asik memandangi kupu-kupu yang hinggap di tangkai bunga berwarna-warni di depannya, suara denting ponsel mengalihkan perhatiannya. Zarina mengambil ponselnya di dalam tas untuk memeriksa siapa yang mengirimkan pesan singkat padanya.
"Selamat pagi, Cantik. Sedang apa pagi-pagi begini?"
Isi pesan singkat dari seseorang yang dikenal melalui media sosial itu hanya dibaca oleh Zarina. Wanita itu sama sekali tidak berniat untuk membalas pesan yang hanya berisi tentang basa-basi tersebut.
Tidak mendapatkan balasan dari Zarina membuat si pengirim pesan singkat pun menelepon wanita itu. Biasanya Zarina memang sering berbalas pesan dengan teman onlinenya.
"Ada apa?" tanya Zarina tanpa basa-basi.
"Loh, kok ketus gitu. Suara kamu juga kaya abis nangis. Kamu lagi ada masalah?" tanya si penelepon.
"Enggak ada, Dafis. Aku baik-baik saja," elak Zarina mencoba berkelit.
"Aku enggak percaya. Kamu pasti lagi ada masalah kan!" desaknya kepada Zarina.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Um_bell29
Aku masih mencerna, siapa yang salah dari pasangan ini? Sepertinya aku harus lanjut baca. Lanjootttt 😍
2023-05-22
1
Dina⏤͟͟͞R
🥺🥺🥺baca part awal kook nyesek ya
2023-04-03
1