Benih Siapa

Robby berjalan dengan tergesa-gesa menemui sang istri yang tengah duduk di teras rumah sambil memangku putranya. Saat berada di ambang pintu, Robby sempat menghentikan langkah. Tiba-tiba hatinya terasa lebih sakit saat melihat punggung wanita yang sangat dicintai itu dari belakang. 

Laki-laki yang sedang merasakan kehancuran itu menghela napas panjang saat rasa sesak itu mendominasi. Sekian lama perjuangan cinta serta kesetiaan yang dia berikan, rupanya hanya berbalas pengkhianatan. 

"Ini apa, Rin?" tanya Robby sambil melempar sebuah surat yang telah memporak-porandakan kehidupannya ke atas meja di depan Zarina duduk. 

Tatapan yang biasanya penuh cinta itu kini berubah nyalang. Robby sama sekali tidak menyangka bahwa istri yang bertahun-tahun dia cintai begitu tega menyakitinya. 

"Apa, Mas?" Zarina sejenak menoleh ke arah Robby, sebelum akhirnya kembali menatap sebuah kertas berwarna putih di depannya. 

Tangan kanannya mengulur untuk menggapai kertas tersebut, sementara itu, tangan kirinya tetap memegangi Alam agar tidak jatuh. Zarina sama sekali belum sadar bahwa kertas tersebut adalah sebuah rahasia yang dia sembunyikan selama ini. 

Meski begitu, Zarina juga tidak bodoh. Wanita itu tahu bahwa saat ini suaminya itu sedang tersulut emosi. Dari tatapannya saja, Zarina yakin Robby saat ini sedang berusaha menahan amarah. 

Perlahan-lahan Zarina membuka kertas yang dilemparkan oleh Robby padanya. Ketika deretan huruf yang tertera di kertas itu menari-nari di depan kedua netranya, Zarina pun tertegun. Bibirnya tidak mampu mengucapkan satupun kata, bahkan untuk melihat Robby yang masih setia berdiri di ambang pintu saja rasanya tidak sanggup. 

"Jawab, Rin! Itu apa?" 

Robby membentak Zarina dengan keras, segelintir orang yang melintas bahkan sampai menoleh ke arah mereka sejenak dan menghentikan langkahnya. Para tetangga dapat menyimpulkan dari situasi dan suasana yang terlihat, sepertinya laki-laki penghuni rumah itu sedang marah besar.  

"Kau sudah tuli rupanya!" Robby semakin emosi saat sang istri sama sekali tidak menanggapi ucapannya. 

Laki-laki berkemeja rapi yang dipadukan dengan celana jeans panjang yang semakin membuatnya semakin gagah itu sama sekali tidak memerdulikan beberapa tetangga yang seperti sedang berusaha menguping pertengkaran mereka. 

Zarina tersentak kaget saat lagi-lagi Robby membentaknya. Dia menatap sekitar yang sedikit ramai oleh kehadiran tetangga yang dia yakini mereka sedang ingin tahu permasalahan yang sedang terjadi pada rumah tangganya.

Tidak ingin semua orang tahu tentang masalah yang kini mendera rumah tangganya, Zarina bangun kemudian masuk ke dalam rumah sederhana yang selama ini menjadi saksi perjalanan cintanya bersama Robby. 

"Mau ke mana?" tanya Robby sambil mencekal pergelangan tangan Zarina. 

"Aku akan jelaskan, Mas. Tapi tidak di sini," jawab Zarina sedikit menyentak tangan sang suami yang mencengkram pergelangan tangannya. 

Setelah berhasil melepaskan diri dari Robby, Zarina berjalan menuju kamarnya. Kedua tangannya masih menggendong alam dengan erat, tidak lupa dia juga membawa kertas berisi hasil tes DNA sang putra. 

Robby yang sejak tadi dikuasai amarah dan tidak memperdulikan keadaan sekitar, kini sadar bahwa di depan rumahnya sudah ramai oleh orang-orang yang hanya kepo dengan masalah rumah tangganya. Laki-laki itu pun mundur, lalu dengan kasar membanting pintu rumah. 

Robby bergegas menyusul Zarina yang sudah berada di kamar. Wanita itu duduk sambil memangku alam yang kini terlihat sudah mengantuk. Namun, Robby sama sekali tidak memerdulikan hal itu. Dengan tatapan yang sama sekali tidak berubah, Robby memandang wajah ayu sang istri yang kini justru terlihat menjijikan di matanya. 

"Sekarang jelaskan padaku, Rin!" bentak Robby murka. 

Zarina menatap wajah Robby yang merah padam. Laki-laki itu benar-benar kesetanan setelah mengetahui kebenaran yang selama ini berusaha disembunyikan oleh Zarina. 

"Jangan mempermainkan aku, Rina! Apa maksud dari kertas itu. Kau tidak sedang mengerjaiku, 'kan?"

Diamnya Zarina semakin membuat Robby geram. Tangannya menggapai sebuah vas bunga yang ada di meja kecil kemudian membantingnya ke lantai hingga vas itu pecah berantakan. 

Suara pecahan benda yang menjadi amukan Robby seketika membuat Zarina memejamkan matanya. Sementara itu, Alam yang kaget justru menangis histeris. Jika biasanya Robby akan langsung panik saat mendengar tangisan alam, kini laki-laki itu seperti menutup mata dan telinganya. 

Zarina yang kasihan mendengar suara tangisan melengking dari alam langsung bangun dan menimangnya untuk menenangkan bayi tampan itu. Namun, Robby sepertinya tidak sabar untuk mendengar penjelasan apa yang akan diberikan oleh Zarina. 

"Jawab, Rin!" 

"Tidak bisakah kamu sabar sedikit, Mas? Alam sedang menangis." 

"Aku tidak peduli. Jika yang tertulis di surat tadi memang benar, itu berarti Alam bukan anakku." 

"Kamu tega mengatakan hal itu di depan Alam, Mas. Mana janji kamu yang akan selalu menyayangi kami?" Zarina tidak kalah emosi tanpa sadar ikut meninggikan suara. 

"Sekarang katakan padaku, dari benih siapa Alam hadir di rahim kamu?" Robby tetap tidak peduli, dia semakin menuntut agar Zarina jujur padanya. 

"Kenapa kamu diam saja, Rina? Jawab semua pertanyaanku." 

Robby menjatuhkan diri di lantai dengan kedua tangan memegang kepala. Kedua mata yang sudah memerah itu masih menatap Zarina dengan tatapan kebencian. Segala yang dilakukan Zarina saat ini semakin membuatnya yakin bahwa apa yang tertulis di kertas itu memang sebuah kebenaran. 

"Oh, aku ingat. Waktu itu ada perempuan yang datang kemari dan melabrakmu sebagai pelakor. Apakah yang dikatakan oleh perempuan itu memang benar?" 

"Mas!" 

"Kenapa? Kau mau berdalih apa lagi, Rin? Surat dari rumah sakit itu tidak mungkin salah. Jika Alam bukan anakku, lalu anak siapa dia?"

"Cukup, Mas!" teriak Zarina menatap nyalang suaminya. 

Sebuah senyuman sinis tersungging di bibir Robby. Kehancuran di hatinya kini benar-benar membutakan mata dan hatinya.

Rasa cinta dan kasih yang selama ini diberikan ternyata hanya berbalas pengkhianatan. Siapa yang bisa menerima jika berada di posisinya saat ini. Satupun laki-laki tidak pernah ingin kesialan itu terjadi di kehidupannya. 

Robby bangun lalu menuntun langkahnya mendekati Zarina. Mata yang biasanya penuh cinta, kini justru penuh dengan amarah. Ketika berada di jarak yang cukup dekat dengan Zarina, Robby mencengkram kuat-kuat rahang sang istri. 

Cengkraman itu terasa sangat menyakitkan untuk Zarina. Wanita yang sedang menggendong putranya itu berusaha berontak agar terlepas dari cengkeraman sang suami. Namun, semakin Zarina berontak, Robby semakin mengeratkan cengkraman tersebut. 

"S-sa-kit, M-as!" 

"Sakit? Ini belum ada apa-apanya dengan rasa sakit di hatiku, Rin! Kau sudah tega mengkhianati cinta tulusku." 

Robby semakin kesetanan, laki-laki itu seperti menikmati setiap jeritan kesakitan dari bibir istrinya. Kamar berukuran sedang itu penuh dengan rintihan Zarina serta suara tangisan Alam. 

Gedoran pintu dari luar seketika menyadarkan Robby dari amarahnya. Tangan yang tadi menyakiti Zarina kini terlepas begitu saja. Samar-samar Robby dan Zarina mendengar suara yang tidak asing memanggil-manggil nama mereka. 

Sadar akan kehadiran orang tuanya dan tidak ingin permasalahan ini diketahui orang disekitar, Robby pun bergegas untuk keluar dan meninggalkan Zarina di dalam kamar. Ketika Robby sedang membuka pintu kamar, Zarina memanggil nama suaminya itu. 

"Apa?" tanya Robby tanpa menatap wajah istrinya. 

"Ingat penyakit ibu, Mas. Jangan membuatnya sakit dengan mengetahui permasalahan kita. Aku mohon."

"Seharusnya kamu memikirkan itu sebelum mengkhianati pernikahan kita, Rin!" 

Terpopuler

Comments

Widi Widurai

Widi Widurai

ah bg bgt si

2024-11-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!