Begitu para tetangga sudah membubarkan diri, Robby kembali menatap tidak suka pada wanita yang sudah mencelakai istrinya itu. Jika bukan wanita, mungkin dia sudah mebghajarnya sampai babak belur. Namun, dia tidak mungkin melakukan itu kepada wanita.
Wanita itu sama sekali tidak merasa takut dengan tatapan tajam dari Robby. Dia justru terlihat asik merapikan rambutnya yang acak-acakan. Pertandingan yang tidak adil karena dia terlalu buas untuk ditandingkan dengan Zarina yang tidak pernah terlibat keributan dengan siapapun.
"Siapa kau sebenarnya? Atas dasar apa kau menyerang istriku?" tanya Robby dengan tegas.
"Aku Anggita, istri sah Dafis Mahessa. Kau tanya saja sendiri pada istrimu. Dia sudah menjadi pelakor dalam rumah tanggaku."
Kata-kata yang terucap dari bibir wanita itu membuat Robby tersentak. Apa telinganya tidak salah dengar? Wanita itu mengatakan istrinya menjadi seorang pelakor.
Seketika Robby menatap istrinya untuk menginformasikan kebenaran tersebut, Zarina menggeleng pelan. Meski sudah tidak menangis, nyatanya masih terdengar suara sesegukan dari istrinya itu.
"Kamu jangan mengada-ada. Istriku tidak mungkin menjadi pelakor!"
Wanita itu tersenyum samar. Suami dari selingkuhan Dafis tampaknya tidak mudah di hasut. Beruntungnya dia sudah mencari bukti lebih dulu agar lebih meyakinkan bahwa Zarina memang telah menjadi seorang selingkuhan suaminya.
"Apa kamu masih akan bersikeras membela istrimu setelah melihat rekaman ini?"
Wanita bernama Anggita itu mengeluarkan ponsel dari tasnya dan menyerahkan ponsel tersebut kepada Robby. Robby memperhatikan dengan seksama Vidio yang sedang berputar di layar ponsel.
Di sana terlihat seorang laki-laki sedang berusaha mendekati istrinya. Namun, Zarina dengan tegas menolak dan justru mengusirnya. Dari Vidio itu saja, sudah bisa dipastikan bahwa Zarina memang sama sekali tidak melayani laki-laki asing itu.
"Aku ha-nya ber-teman dengannya, Mas. Ti-dak ada hubungan apapun di antara kami," jelas Zarina dengan suara serak.
"Tenang, Sayang. Aku ada di sini, aku akan membelamu." Robby semakin mengeratkan dekapannya saat merasakan ketakutan dalam diri Zarina.
"Kami benar-benar hanya berteman, aku juga sudah menjauhinya saat tahu dia sudah memiliki istri, Mbak. Aku tidak mungkin berhubungan dengan laki-laki yang sudah beristri. Lagi pula saya juga sudah bersuami."
"Kau dengar apa kata istriku? Dia sama sekali tidak memiliki hubungan apapun dengan suamimu. Dari Vidio itu, anak kecil saja akan paham bahwa istriku sama sekali tidak melayani suamimu!" bentak Robby membela Zarina.
"Tapi–"
"Pergi atau aku panggilkan polisi!" ancam Robby tidak main-main.
Anggita akhirnya pergi dari sana. Wanita itu menggerutu kesal karena gagal menghasut suami wanita yang dia yakini adalah Pelakor dalam rumah tangganya. Dia hanya ingin balas dendam karena suaminya kini mulai membanding-bandingkan dirinya dengan wanita itu. Namun, ada kepuasan tersendiri karena sudah menghajar habis-habisan Zarina menggunakan tangannya.
"Tidak apa-apa, Anggita. Setidaknya kau sudah melampiaskan amarahmu pada wanita mur*han itu. Tidak apa-apa kau gagal menghancurkan rumah tangganya, yang pasti dia tidak akan lagi berpikir untuk menghubungi Dafis lagi." Anggita bergegas pergi dari sana.
Setelah kepergian Anggita, Robby memapah istrinya untuk masuk ke rumah. Namun, saat baru saja sampai di pintu tiba-tiba Zarina merasa lemas dan kepalanya pun pusing.
"Mas, aku tidak kuat," lirih Zarina yang tiba-tiba luruh.
Jika saja Robby tidak membantunya mungkin Zarina sudah jatuh ke lantai. Wanita itu kehilangan kesadaran. Hal itu membuat Robby merasa panik. Laki-laki itu segera mengangkat tubuh sang istri ke dalam gendongannya dan segera membawa tubuh lemah tidak berdaya itu masuk ke kamar.
Robby membaringkan tubuh Zarina di atas ranjang. Laki-laki itu mengambil minyak aromaterapi untuk menyadarkan sang istri. Akan tetapi wanita itu tidak kunjung sadar. Robby semakin panik melihat istrinya dalam keadaan seperti itu.
"Rin bangun, Sayang!"
Zarina belum juga bangun. Robby bahkan sampai memijat pelipis istrinya agar cepat sadar. Cukup lama Robby menunggu hingga akhirnya Zarina tersadar.
"Rin, kamu sudah sadar."
Zarina memegang pelipisnya yang masih terasa berdenyut. Kepalanya berputar-putar seperti baru saja turun dari rollercoaster. Dia mengerjapkan matanya berkali-kali dengan tangan tetap memegang pelipisnya.
"Mas, kepalaku pusing sekali. Rasanya aku juga mual," keluh Zarina seraya menahan sesuatu yang hendak keluar dari mulutnya.
"Kamu pasti kelelahan dan tertekan karena kejadian tadi. Istirahat saja, nanti baikan. Aku buatkan teh hangat dulu," jawab Robby kemudian berlalu pergi ke dapur.
Selepas kepergian Robby Zarina benar-benar tidak bisa menahan rasa mual di perutnya. Wanita itu langsung turun dari ranjang dan berlari menuju kamar mandi. Dia mengeluarkan sesuatu yang mengganjal di perutnya di wastafel.
Robby berlari masuk ke kamar saat mendengar suara sang istri yang sepertinya sedang muntah di kamar mandi. Laki-laki itu menaruh teh hangat buatannya di atas nakas lalu ikut masuk ke kamar mandi.
"Rin, kita ke dokter saja ya." Robby memijat tengkuk sang istri.
"Boleh, Mas. Aku rasa badanku sangat tidak enak. Tapi aku mandi dulu ya," jawab Zarina menyetujui.
"Ya sudah. Aku siapkan baju untuk kamu," timpal Robby berlalu keluar dari kamar mandi.
Laki-laki itu mengambil setelan pakaian untuk istrinya lalu mengusulkannya ke kamar mandi. Zarina membersihkan dirinya secepat kilat karena tubuhnya memang terasa sangat lemah.
Beberapa saat kemudian mereka sudah rapi dengan pakaiannya. Wajah Zarina terlihat sangat pucat pasi. Robby sampai merasa kasihan setelah melihat kondisi istrinya.
"Wanita itu benar-benar keterlaluan. Dia sudah membuat istriku seperti ini," batin Robby menahan amarahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments